29. Karena Percaya

105 21 6
                                    

Hallo, selamat sore. Apa kabar?😄

Nah, aku update nih. Seperti biasa jangan lupa vote dan komen ya^^

Sekarang kan lagi bulan puasa nih. Kalian tau kan nyenengin orang lain itu dapat pahala. Apalagi ini di bulan ramadhan. Pahalanya bisa berlipat-lipat. So, boleh dong nyenengin author dengan voment kalian ehe😅 /pinter banget modusnya_-/

Langsung aja deh ya. Happy Reading^^

***

Biar semua menuduhmu, menyalahkan atas apa-apa yang tidak dilakukan. Yakinlah aku akan ada di sampingmu, menemani. Sederhana saja, karena aku percaya padamu.

***

Arru mengurut kening dengan gamang. Dia pusing. Baru pagi tadi dia melihat Airen tersenyum, turun dari mobil dan mengekorinya sampai parkiran. Cepat sekali semuanya berubah. Senyum itu retak diganti oleh isak.

Arru tidak tahu telah berapa lama Airen menangis. Yang pasti ketika dia menemukan Airen di belakang gedung perpustakaan, gadis itu sudah dalam keadaan yang amat kacau.

Dan di sana, Arru malah menambah kesedihan Airen dengan membentaknya. Mau bagaimana lagi? Arru terlanjur kesal.

Ketika Airen memasuki kelas pun, Arru memilih acuh dan memandang keluar jendela. Arru tahu Airen sempat menatapnya, tapi dia tidak terpancing untuk sekedar menoleh. Lalu saat Airen berlari dan membanting pintu, tidak ada keinginan untuk mengejar di diri Arru.

Dal memukul pundak Arru. "Woi, ngelamun mulu! Udah bel istirahat, mau ke kantin nggak?" Bertanya tidak sabaran. Arru membuka mulut, ingin menjawab namun disela oleh Dal. "Nggak usah ngomong kalau jawaban lo 'duluan aja nanti gue nyusul' cuih kek cewek aja. Ayo buruan!"

Arru tertawa mendengar rentetan kalimat Dal, apalagi ketika cowok itu memonyongkan bibirnya, meniru suara perempuan. Sebegitu kenalnya Dal pada Arru hingga dapat menebak apa yang ingin dia ucapkan. Memang begitu, tadinya Arru ingin mengusir Dal. Tapi sepertinya dia berubah pikiran.

"Main basket yuk," ajak Arru.

"Ogah, lapangan dipake sepak bola sama kakak kelas."

"Di lapangan indoor aja."

"Males."

"Ck, ya udah sono pergi. Nggak guna banget punya temen."

"Dih, ngambek," cibir Dal kemudian duduk di sebelah Arru. Dia menghela napas panjang, mendadak teringat kejadian pagi tadi. Sepertinya hal itu juga yang sedang dipikirkan Arru sampai melamun seolah tersedot ke dunia lain.

Pintu kelas berdebam terbuka, semua mata yang ada di kelas refleks memandang ke arah pintu. Sosok perempuan dengan rambut panjang sepinggang yang berantakan muncul di baliknya. Jia melangkah masuk tanpa canggung.

"Boleh gue pinjem kelas kalian? Gue pengen ngobrol berdua sama Arru," ucapnya meminta izin pada beberapa murid yang masih ada di kelas.

Mereka adalah tipe kutu buku yang malas menghabiskan waktu istirahat di luar dan memilih mendekam di kelas. Tanpa banyak bicara, mereka segera keluar, mengiyakan permintaan Jia.

"Lo juga keluar sono," usir Arru pada Dal.

"Idih, kok gue juga sih?"

"Ya kan Jia pengennya ngobrol berdua sama gue doang."

"Ada apaan emang? Lo berdua main suka-sukaan ya," tebak Dal yang mendapat hadiah toyoran di kepala. "Aduh," ringisnya.

Jia menengahi. "Lo nggak apa-apa kok kalau mau di sini." Dia sudah menarik kursi dan duduk di depan dua cowok itu.

All You Need Is A Friends [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang