35. Mereka Pulang

200 17 0
                                    


Mereka pulang, membawa serta kehangatan dan penjelasan.

***

Sebenarnya, Airen masih bingung dengan situasi canggung barusan. Dia tidak pernah mengalami hal itu, ingat, hampir sebagian besar waktunya selama enam belas tahun ini dihabiskan di rumah. Tidak mempunyai pengalaman apapun tentang asmara. Bertanya pada Arru pun tidak mungkin, karena Airen sendiri tidak tahu mau bertanya apa.

Setelah Regas pergi, Airen tetap melanjutkan tujuannya yaitu ke toilet. Sementara Arru keras kepala menunggu Airen tidak jauh dari toilet. Begitu selesai mereka berdua pergi ke kantin bersama. Airen menemukan tiga temannya di salah satu meja kantin.

Dan oh, ada anggota baru rupanya. Dal, cowok itu semeja dengan Hita, Sasmi dan Shiren. Entah apa tujuannya, mungkin lagi-lagi hendak mengganggu Shiren. Karena ada Dal di sana, maka Arru pun memilih ikut duduk di meja yang sama.

"Hadeuh, pergi deh sana, ini khusus cewek." Tentu yang pertama protes adalah Hita. Seperti biasa selalu sewot pada Arru maupun Dal.

"Nggak ada tuh tulisannya ini khusus cewek," balas Arru dengan muka menyebalkan.

"Ya sadar diri dong," ketus Shiren.

"Santuy beb, kan kita di kantin mau makan." Dal angkat suara, tangannya menepuk-nepuk bahu Shiren.

"Ya lo kira kita mau mancing di sini?" sembur Shiren lagi. Seharusnya Dal cukup sadar bahwa Shiren sedang dalam mood yang tidak bagus, bukan saat yang tepat untuk mengganggu cewek itu. Tapi ya namanya juga Dal, sebelas dua belas dengan Arru, selalu membuat orang lain sebal.

"Ssssttt, udah ah. Liat tuh Airen, tenang, adem-ayem. Nggak kayak kalian yang ribut mulu," lerai Sasmi kemudian mengunyah makanannya. Airen yang namanya disebut-sebut hanya mengangkat alis sambil mengdipkan mata.

"Duh, gemes dehhhh." Arru harus menahan tangannya supaya tidak refleks menyubit pipi Airen. Dia gemas sekali melihat ekspresi gadis itu yang menatap polos. Sangat imut.

Setelahnya mereka melanjutkan makan dengan tenang. Airen tiba-tiba teringat pada hari pertamanya memasuki kantin dulu. Saat itu, dia benar-benar panik dan gemetaran melihat ramainya kantin. Sehingga Airen tidak sengaja menginjak kaki Arru. Mengingatnya membuat gadis itu tertawa kecil.

Sisa hari dihabiskan tanpa gangguan sedikitpun. Bahkan sampai jam pulang sekolah, semua terasa lancar saja. Airen tidak dijemput, lebih tepatnya, dia tidak tahu mau dijemput atau tidak karena sopirnya masih belum datang. Padahal Airen sudah menunggu cukup lama di depan gerbang.

Tiiiinnnnnnn

Gadis itu terlonjak akibat suara klakson di belakang. Airen tidak perlu menoleh karena tau-tau si pengemudi motor yang membunyikan klakson sudah berada di sebelahnya.

"Yuk, pulang," ucap orang itu.
Airen mengangkat sebelah alisnya. "Kamu ngajak?"

"Nggak, aku nyuruh kamu naik," pungkas Arru tidak mau dibantah. Airen cemberut meski ujungnya tetap menurut. Daripada bingung menunggu yang tidak pasti, lebih baik dia mengiyakan saja. Lumayan, dapat tumpangan gratis.

"Mampir dulu yuk, aku punya rekomendasi kafe bagus. Lebih tepatnya, aku punya temen nah dia punya orangtua, terus orangtuanya yang punya kafe itu."

"Ribet banget deh, Ar, kalimatnya."

"Jadi mau nggak?"

"Nggak, mau pulang aja. Capek."

Arru menghela napas, pasrah. "Tapi lain kali kita ke sana, ya?" Lelaki itu bisa merasakan Airen mengangguk di belakang punggungnya.

All You Need Is A Friends [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang