7. Perlahan

214 49 39
                                    


Kamu boleh berprasangka. Kamu boleh mengira. Kamu bebas berencana. Tapi tolong, jangan pernah mendahului takdir. Apa guna membuat batasan-batasan itu? Karena perlahan, kamu sendiri yang akan melewatinya.

***

"Nggak mau," tolak Airen sambil menggelengkan kepala.

"Terus kamu maunya apa?"

"Diam di sini, baca buku."

"Nggak boleh, pokoknya harus keluar!"

"Yap, kita perlu udara segar setelah ulangan dadakan Fisika."

"Kalian aja yang pergi, aku di sini."

"Nggak boleh! Pokoknya Airen harus ikut!"

Tanpa aba-aba, Hita, Sasmi dan Shiren langsung menarik lengan Airen keluar kelas. Mereka bertiga menghela napas lega karena usaha membujuk Airen berhasil juga. Walau dengan sedikit paksaan. Bel istirahat sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Hita, Shiren dan Sasmi menghabiskan waktu cukup lama hanya untuk mengajak Airen ke kantin, sampai berdebat pula.

Airen pasrah saja dipaksa begini. Meski sebenarnya dia sama sekali tidak ingin ke kantin. Gadis itu memakai earphone di telinga, mendengarkan musik sambil berjalan melewati koridor yang ramai. Airen melamun, berpikir bagaimana caranya supaya bisa kabur dari teman-temannya ini.

Seseorang menyenggol bahu Airen, dan saat itu Airen tersadar dari lamunan. Dia memandang berkeliling, mengamati sekitar dengan jantung yang tiba-tiba berdegup kencang. Tanpa sadar, Airen melesakkan kedua tangannya ke saku blazer, pelan sekali. Menyembunyikan sesuatu. Melihat Hita, Sasmi dan Shiren yang asyik mengobrol di depannya, dia pun menggunakan kesempatan itu untuk lari menjauh.

Hita, Sasmi dan Shiren tidak menyadari kepergiaan Airen. Sedangkan gadis itu sudah separuh jalan menuju perpustakaan. Hanya tempat itu yang terpikir oleh Airen sekarang.

Airen mengatur napas yang terengah-engah sejenak. Ketika hendak membuka pintu, di waktu yang bersamaan seseorang di dalam sana juga membuka pintu. Keduanya terlonjak kaget dan sama-sama menghela napas lega di detik berikutnya.

"Masuk?" tanya lelaki berwajah datar yang tadi membuka pintu.

Airen balas begumam singkat, lantas masuk ke dalam perpustakaan.

Regas terdiam di ambang pintu. Sampai kakinya tiba-tiba berbalik menyusul Airen. Tidak jadi meninggalkan perpustakaan.

Airen agak bingung melihat Regas duduk di depannya. Bukankah kakak kelasnya itu barusan hendak pergi dari perpustakaan? Ah tapi sudahlah, bukan urusan Airen juga.

"Musik?"

Meski memakai earphone, Airen bisa mendengar lelaki bernama Regas itu bergumam. Matanya menatap ke arah buku yang dibaca Airen.

"Suka?"

Sekarang cowok itu balik menatap Airen yang tampak keheranan, tidak mengerti apa yang sebenarnya ingin disampaikan Regas.

"Earphone," kata Regas, semakin membuat Airen bingung. Apa benar Regas sedang berbicara padanya? Jangan-jangan Airen terlalu percaya diri.

Tetapi jika dilihat dari mata Regas yang menatap Airen, dia yakin seratus persen yang diajak bicara itu memang dirinya. Airen menghela napas, memikirkan maksud ucapan Regas. Musik-Suka-Earphone. Jadi apa maksudnya? Apa Regas ingin bertanya Airen menyukai musik? Dilihat dari buku yang Airen baca tentang musik, ditambah earphone yang dipakainya. Apa benar begitu? Airen manggut-manggut, sepertinya memang benar begitu. Tetapi...

"Kamu mau ngomong apa sih, Kak?" tanyanya dengan wajah yang dibuat bingung.

Regas menarik napas panjang dan menghembuskannya cepat. Dia menunjuk buku di hadapan Airen lalu pada earphone yang masih menggantung di telinga cewek itu.

All You Need Is A Friends [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang