Menuju Istana

902 30 0
                                    


Untuk kali terakhirnya, kembali bhre Daha membakar dupa untuk mendiang ayahnya bhre Wirabhumi.

" ayah, aku akan menjalani kehidupan baruku, ini semua aku lakukan untuk mengambil apa yang seharusnya menjadi hakmu, walau setengah dan tidak sepenuhnya, semoga sang waktu akan berpihak kepada kita, dan aku bisa mengambil sepenuhnya hak ayah "

Setelah dupa dibakar, bhre Daha mempersiapkan segala sesuatunya, karena kereta Majapahit yang menjemputnya telah menunggu.

Ada satu kereta kuda yang di khususkan untuk dirinya, sementara ada sekitar dua puluh prajurit berkuda yang mengawal dirinya sepanjang perjalanan menuju Majapahit.

" yang mulia gusti putri bhre Daha, kereta sudah siap "

" ayah bunda, untuk kalian yang di alam sana, restui aku "

Dengan perlahan bhre Daha melangkahkan kaki menuju kereta kuda yang akan membawanya ke Majapahit.

Sebelum kakinya naik kedalam kereta kuda, bhre Daha terdiam sesaat, dia pandangi istana Daha yang akan dia tinggalkan.

" siapa yang memimpin perjalanan ini ? "

" hamba yang mulia gusti putri "

Bhre Daha memandang pada pimpinan perjalanan ini yang usianya tidak terlalu jauh darinya.

" siapa namamu ? "

" Panji raka jaya gusti putri "

Bagi bhre Daha, ini adalah kali pertama dia keluar dari istana Daha, semenjak bencana penyakit dan kekeringan melanda Majapahit.

Kereta kuda melaju tidak terlalu kencang, setiap desa yang mereka lewati, para penduduk langsung duduk bersimpuh memberi hormat.

Pemandangan yang sungguh miris, selama ini dia tidak pernah keluar istana, sehingga apa yang rakyat Majapahit alami, dia tidak tahu.

Dalam istana dia hidup serba kecukupan, dan tidak pernah kekurangan suatu apapun.

Tapi kini dia melihat dengan mata dan kepalanya sendiri, apa yang rakyat Majapahit alami.

Ingin rasanya dia bertanya pada para prajurit yang mengawalnya, namun dia ragu, apa para prajurit ini mengerti ?.

Saat matahari sudah tepat diatas kepala, rombongan beristirahat pada rumah salah seorang kepala desa.

Bhre Daha mencoba menahan diri untuk tidak bertanya tentang semua keadaan yang dia lihat sepanjang perjalanan, namun dia tak kuasa untuk menahannya.

" Panji "

" hamba gusti putri "

" sudah berapa lama keadaan Majapahit seperti ini ? "

" mohon ampun gusti putri, apa yang anda maksud ? "

Sontak pertanyaan balik Panji ini membuat bhre Daha marah.

" kau tidak melihat ?, apa pura pura tidak melihat ?, selama perjalanan aku melihat rakyat badannya tinggal tulang dibalut kulit, mayat orang meninggal di letakkan begitu saja dan cuma ditutupi kain, seolah olah mereka tidak pernah makan "

Panji bingung, jawaban apa yang seharusnya dia berikan kepada bhre Daha tentang keadaan ini, sebagai prajurit yang dia tahu cuma berperang dan menjalankan perintah.

" hamba tidak mengerti gusti putri "

Bhre Daha merasa kesal, dan langsung naik kembali ke kereta kuda.

" kita lanjutkan perjalanan, dan aku tidak ingin kita berhenti lagi, sebelum sampai di kota raja Majapahit "

" sendiko gusti putri "

Mereka kembali melanjutkan perjalanan, dan sesuai dengan titah bhre Daha, mereka tidak akan berhenti sebelum sampai kota raja Majapahit.

Ksatria Majapahit 3 Tahta SuhitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang