Seharusnya mereka sudah tiba pukul enam malam ini tapi karena Jeon Jungkook menghabiskan banyak waktu berlatih seorang diri di temani rekannya Kim Taehyung akhirnya kedua insan ini harus pulang lebih lama dari jam yang di perkirakan.
Taehyung berjalan di belakang Jungkook, sebagai alasan, tentunya Jungkook lebih mengenal kota Seoul ketimbang Taehyung yang baru menginjak beberapa Minggu di tanah kelahiran.
Kota Seoul pada malam hari yang di gemerlapi lampu kota, sekitar jalan kedua insan ini berjalan beriringan di kerumunan manusia malam, berbaur tanpa banyak bicara. Bising suara mobil dan motor serta truk besar nyaring di telinga.
Taehyung, pria ini sedikit meringis menatap Jungkook dari belakang. Tubuh Jungkook begitu besar, tapi dengan pakaian olahraga basket yang sudah pasti tanpa lengan dan celana pendek di bawah lutut tipis juga tidak baik untuk malam-malam. Sedangkan Taehyung, alasan dari apa yang Jungkook kenakan.
Taehyung hanya memakai pakaian seragam sekolah biasa, kemeja putih tipis dan sweter tanpa lengan serta celana hitam ketat sebelumnya. Karena malam, Jungkook memaksa Taehyung memakai mantel hitamnya yang akhirnya di pakai bocah itu.
Sejujurnya Taehyung begitu merasa bersalah, dia masih tahan walau memakai sweter. Tak apa, tapi Jungkook? Pakaian tipis itu tidak cocok di kenakan keluar apalagi ketika malam. Sedangkan angin hari ini begitu menerpa kota Seoul.
Jadi di ambilnya langkah cepat mensejajarkan dirinya dengan Jungkook. "Kita cari kedai makan, aku lapar." Taehyung memberengut menatap Jungkook, sedari tadi dari sekolah mereka berjalan tanpa mampir ataupun berhenti.
Toh, dengan ini Taehyung bisa menghangatkan Jungkook untuk sementara.
Jungkook menatap Taehyung lantas menghela nafas dan mengangguk. "Ayo, aku tahu kedai makan terdekat." Menarik lengan Taehyung mendekat ke kedai makanan di pinggir jalan.
Begitu strategis tapi Taehyung merasa bodoh karena ia justru tidak memperhatikan. Apalagi lokasinya tidak jauh.
Ramai, suasana restoran yang ramai. Akhirnya Taehyung dan Jungkook harus rela bergabung dengan beberapa kumpulan paman-paman yang juga menikmati makanannya. Terlihat perayaan kecil, dengan jas dan celana hitam serta kemeja dan dasi, sudah jelas mereka semua pekerja kantoran.
Malam-malam di temani ramen panas pedas, Jungkook dan Taehyung memakan dengan diam dan tanpa suara duduk berdampingan bahkan terlihat sama sekali tidak saling mengenal, padahal mereka dekat.
"Hei, nak. Kau yakin keluar dengan pakaian tipis ini?" Seorang paman dengan rambut keriting menunjuk Jungkook dengan tangannya yang memegang tusuk gigi.
Jungkook mengangkat kepalanya dan tersenyum canggung, Taehyung hanya melirik sembari memakan mienya.
"Aku harus melakukannya karena aku hanya punya satu mantel dan itu untuk temanku, aku takut dia kedinginan." Jungkook menunjuk Taehyung yang merasa tak paham maksud dari Jungkook.
"Ahhhh~~~>" tiba-tiba paman-paman ini justru menyuarakan hal sama serta tatapan menyelidik aneh membuat Taehyung menggernyitkan keningnya dan menatap bergantian antara paman dan Jungkook.
"Kalian saling berhubungan ya?" Seorang paman lainnya kini menunjuk mereka berdua dengan senyum jahilnya.
Jungkook mengangkat kedua alisnya nampak terkejut ringan, sedangkan Taehyung sudah melotot horor menatap paman tadi.
"Bu-bukan begitu, kami hanya teman yang kebetulan kenal dan dalam satu blok perumahan yang sama." Jungkook mengoreksi cepat.
Tangan Taehyung usil mencubit pinggang Jungkook dari bawah meja. "Kami tidak saling kenal, dia hanya—." Taehyung menatap Jungkook dari atas sampai bawah menilai.
"Dia hanya—lebih istimewa? Begitu?" Seorang paman lainnya menyaut cepat setelah begitu lama menunggu lanjutan keluar dari mulut Taehyung.
"Tidak!" Keduanya sontak menoleh dan memekik bersamaan.
Kelima paman disana tertawa sangat keras hingga membuat kedua insan muda itu merona di tempat.
"Dengar, nak?" Kali ini satu orang paman menyela tawa membahananya. "Cinta itu ada, pasti. Tapi belum tentu orang yang menjadi terakhir itu pasti." Dia tersenyum hangat.
"Aku punya cerita, dengan mantan istriku." Teman-temannya sontak diam dan mendengarkan begitu pula Taehyung dan Jungkook yang malam ini kompak menggemaskannya.
Tatapan pria yang sepertinya kepala empat ini memang sudah menerawang jauh begitu pandangannya mengedar ke langit-langit dinding kedai. Senyum hangat yang terbagi dari wajahnya begitu sendu. Semburat kekecewaan, penyesalan dan raut hangat serta keiklasan begitu berpedar di mata hitam elangnya.
"Dua puluh lima tahun silam, saat itu masih jamannya anak muda pacaran. Aku berpacaran dengan gadis cantik teman sekelas ku. Saat itu masih hangat-hangatnya. Tapi saat itu juga jamannya anak muda berkelahi, bermusuhan ada pula yang terang-terangan saling mendendam. Aku punya satu musuh, tidak bisa di bilang musuh juga karena dia perempuan. Namanya Rena Hwang, kami juga satu kelas. Dia adalah seorang ketua kelas, selalu berteriak dan marah-marah padaku karena aku berpacaran di kelas saat jam kosong. Lucunya kejadian saling tukar gertakan tidak hanya di sekolah, bahkan dimana kami bertemu bisa saja kami beradu mulut." Paman itu tersenyum meneguk soda kaleng yang ia pesan.
"Entah bagaimana, itu jadi menyenangkan. Saling mengusili dan bersifat jahil satu sama lain. Hingga akhirnya tidak tahu dari mana aku menyukainya, Hwang Rena. Padahal saat itu aku masih berpacaran dengan orang lain. Akhirnya selulus sekolah aku tak bertemu dengannya lagi, kupikir itu terakhir kalinya aku bertemu dengannya. Dan aku menikah dua tahun setelahnya dengan Yejin Lee aku punya dua anak perempuan cantik darinya. Tapi waktu sudah bergulir cepat dan aku bertemu Rena, perempuan itu masih sama cantik dan masih sama pedas mulutnya.
"Ku pikir ia sudah punya seorang suami yang pantas, tapi ternyata belum. Menghabiskan banyak waktu dengannya aku lagi-lagi jatuh cinta, dia lebih lembut. Hingga kami menikah dan sekarang aku punya dua anak perempuan dan satu anak laki-laki. Dia meninggal dua bulan setelahnya karena kekurangan darah dan tak apa aku paham, aku tidak akan meminta pada Tuhan mengembalikannya. Cukup begini saja. Tinggal dengan tiga berlian emas aku membahagiakan ketiga anakku, tentu, aku berusaha membahagiakan keluargaku." Dia tersenyum menatap sodanya.
"Cinta itu boleh untuk siapa saja, tapi siapa yang akan menjadi yang terakhir itu tidak mesti orang yang kau cintai. Bisa jadi dia musuhmu, dia temanmu, dia kaptenmu atau dia orang yang ada di bawahmu (pangkat)." Paman tadi tersenyum menatap Jungkook dan Taehyung. "Kurasa kalian begitu, kalian sangat cocok." Ujarnya.
Jungkook terdiam menatap Sang paman, sedang Taehyung melirik Jungkook dan otaknya mengoreksi penjelasan dan cerita panjang Sang Paman.
Kalian sangat cocok.
Semburat merah samar di pipi Taehyung muncul, bocah manis ini segera menunduk dan memakan makanannya begitupula Jungkook saat di rasa paman-paman tadi tak begitu membahas soal mereka.
Paman-paman tadi bercanda riang malam-malam, mengabaikan dua anak remaja yang berkelana di pikiran masing-masing. Jungkook menoleh menatap Taehyung dan Taehyung melakukan hal sama. Tak ada kata terucap, tak ada pula yang mengalihkan pandangan, mereka hanya berkelana mencari jawaban pada diri masing-masing.
Sangat cocok...
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENPAI(?)
FanfictionJungkook adalah kapten basket yang mengejar Taehyung untuk menjadi manajer klub. Jungkook hanya ingin Taehyung menjadi manajernya, setidaknya sampai satu semester ke depan, tapi ia sama sekali tahu kalau hati lebih cepat beraksi dari pada satu semes...
