22. Anugrah

91.9K 8.1K 70
                                    

Tinggal dua minggu lagi. Namun yang dilakukan Ashwa hanya bersantai-santai ria. Dipernikahan yang ia mau sekali seumur hidup ini Ashwa tidak melakukan apapun. Bukan maunya Ashwa tidak melakukan apa-apa. Setidaknya ia juga mau membantu menulis daftat siapa saja yang ingin ia undang. Namun, nyatanya Alan meng-handle semuanya. Tugas Ashwa murni hanya mencoba gaun dan cincin. Harusnya Ashwa senang karena ia tidak perlu cape-cape. Namun tetap saja setidaknya ia ingin melakukan sesuatu untuk hari pernikahannya nanti.

Namun, Ashwa merasa ada yang janggal di sini. Benar-benar janggal. Ini mengenai Alan, lebih tepatnya keluarga Alan. Sejauh ini, Ashwa tidak pernah dikenalkan dengan keluarga Alan. Alan pun tidak terlihat memiliki niat untuk membawa Ashwa ke keluarganya. Dan hal itu membuat Ashwa jadi bertanya-tanya, apakah keluarga Alan setuju atau tidak dengan pernikahan ini? Secara, keluarga Ashwa hanyalah keluarga biasa yang bisa dibilang sebagai kalangan bawah, tidak seperti keluarga Alan. Lalu apa respons mereka mengenai pernikahannya?

Ashwa ingin membahasnya dengan Alan. Namun pria itu sedang sibuk, bahkan tidak mampir ke restorannya untuk makan siang. Ashwa kira Alan sibuk mengurus pernikahan mereka, nyatanya tidak, Alan sibuk dengan pekerjaannya, pria itu berada di luar kota sejak satu minggu yang lalu, karena itu jadi tidak bisa mengunjungi Ashwa. Lalu, siapa yang mengurus persiapan pernikahannya? Ah, seharusnya Ashwa tidak perlu pusing memikirkannya. Alan kan berduit, jadi mengurus hal seperti ini pasti tidaklah sulit.

Namun, ada yang lebih mengganjal hati Ashwa lebih dari keinginannya mengetahui keluarga Alan. Sejujurnya Ashwa malu untuk menganggap uring-uringan tidak jelas, dan menunggu notif setiap waktu dari ponselnya ini disebut sebagai rindu. Tapi, apakah ada kata lain selain itu? Ia selalu berharap kalau pintu restorannya yang terbuka itu dimasuki Alan. Atau juga kadang bergegas membuka pintu rumah yang diketuk dan berharap itu Alan, namun nyatanya malah seorang kurir yang mengantar paket bundanya yang memang sering belanja online.

Ashwa menghela napas. Siang ini rumahnya terasa begitu panas. Benar, Ashwa berada di rumah, Alan melarangnya untuk bekerja dengan alasan karena dua minggu lagi mereka akan menikah. Alan takut terjadi apa-apa pada Ashwa. Padahal lihatlah Alan sendiri, sang calon mempelai pria malah ada di luar kota.

Ashwa mendengus kesal, tidak ada orangnya saja, Ashwa tetap merasa kesal dengan Alan. Pernah ia keluar dari rumah dan pergi ke restoran, namun Alan mengetahuinya dan Ashwa dijemput oleh dua orang wanita tak dikenal yang mengantarkannya pulang, dua wanita itu bilang kalau mereka adalah bodyguard suruhan Alan. Dan Ashwa tentu sangat percaya itu.

Untuk pertama kali dalam pertemuannya dengan Alan, baru kali ini Alan benar-benar pergi ke luar kota karena urusan pekerjaannya, padahal biasanya Alan tidak jadi pergi atau diwakili oleh orang lain. Sekarang Ashwa jadi berpikir kalau Alan sengaja pergi karena mereka memang dipingit sebelum melaksanakan pernikahan, karena Ashwa tidak menjamin kalau mereka di satu kota yang sama, Alan bisa menahan diri untuk tidak menemuinya. Jadi ini jalan keluar Alan, ia harus pergi jauh dari Ashwa agar benar-benar bisa menjalani pingitannya dengan baik. Memang dasar si Alan lebay, pikir Ashwa.

“Bun?”

“Hm?”

“Menurut Bunda keputusan Ashwa bener gak, sih?”

Linda yang sedang menonton televisi masih nampak tak acuh dan sibuk dengan sinetron indianya.

“Keputusan apa?”

“Nikah sama Mas Alan.”

Barulah kini Linda beralih pada Ashwa, bahkan mencubit lengannya. “Dua minggu lagi nikah, masih aja nanya kaya gitu.”

Ashwa cemberut. Memang apa salahnya? Ashwa kan cuma bertanya. Dan lagipula cubitan bundanya ini sangat sakit luar biasa.

“Alan itu serius sama kamu. Dia gak ragu saat ngelamar kamu. Gak gugup sama sekali, gak gagap, tegas, lugas. Itulah kenapa Ayah percayain kamu sama Alan.”

Mengejar Cinta Ashwa [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang