24. Good Night, Sweetheart

105K 8.8K 204
                                    

Pukul sepuluh mereka berada di dalam lift yang menuju ke lantai atas gedung tersebut. Mereka masih berada di hotel yang sama terselenggaranya pernikahan akbar yang kini baru saja selesai. Sangat melelahkan, Ashwa bahkan tidak sempat duduk karena begitu banyak tamu yang Alan undang. Tulang kakinya terasa linu, beruntung tadi ia tak memakai wedges lagi, namun memakai selop teplek yang menjadi sepatu kesukaannya. Ashwa tahu kalau Alan juga pasti lelah, namun anehnya pria ini tetap menggendongnya menuju kamar yang sepertinya sengaja Alan pesan untuk mereka menginap malam ini.

Ting

Pintu lift terbuka. Sekali lagi Ashwa meminta Alan untuk menurunkannya. Namun tidak. Pria itu malah melingkarkan tangannya lebih erat di pinggang Ashwa dan di balik lututnya. Alan menggendongnya ala bridal dan berjalan menyusuri koridor panjang menuju kamar hotelnya.

Ashwa tidak memiliki pilihan lain, meski ia merasa sangat malu, namun dirinya tetap merangkul leher Alan dan menyembunyikan wajahnya di balik punggung kokoh itu.

Sampai akhirnya mereka tiba di depan salah satu pintu. Alan membukanya dengan menyelipkan sebuah kartu yang tadi diberikan oleh seseorang kepadanya. Ashwa tidak tahu orang itu siapa, mungkin salah satu suruhan Alan. Pintu itu pun terbuka, Ashwa masih diam saat Alan membawanya masuk ke dalam. Aneh juga rasanya mendapati Alan tak bicara satu kata pun dari sejak mereka masuk ke dalam lift.

Ashwa memperhatikan ruangan tersebut dari balik punggung Alan. Ashwa tidak bisa menjelaskan secara rinci, yang pasti, ruangan yang kini Alan pijak tidak jauh-jauh dari kata mewah. Namun belum sempat memperhatikan setiap sudutnya, ia sudah dibawa masuk ke dalam sebuah ruangan dan barulah kini Alan menurunkannya hingga sekarang mereka berdiri berhadapan.

"Udah sampe." Akhirnya Alan bersuara, wajahnya kini berhias senyuman yang seharian ini selalu terpatri di bibirnya.

Ashwa mengerjap, berusaha untuk tidak mempedulikan debaran jantungnya, ia pun memutar tubuhnya hingga kini tatapannya tertuju ke arah ranjang yang bertabur kelopak bunga mawar. Ashwa mendadak menelan ludahnya, ia merasa sangat gugup.

Mendapat sentuhan tiba-tiba dibahunya membuat Ashwa reflek melakukan pertahanan diri dengan menarik tangan itu dan memelintirnya. Ashwa membelalak dan segera melepasnya ketika rintihan Alan menyadarkannya.

"Aduh, maaf, Mas. Ashwa gak sengaja," ujarnya panik.

Alan memijat pelan lengannya, ia berjanji tidak akan lagi menyentuh Ashwa tanpa sepengetahuan wanita itu. Bodohnya Alan lupa kalau Ashwa bisa bela diri, tadi merupakan reflek yang memang biasa dilakukan untuk mempertahankan diri dari ancaman.

"Gak papa," kata Alan, yang memang rasa ngilunya sudah perlahan menghilang.

Ashwa masih merasa bersalah. Bagaimana bisa ia melakukan hal seperti itu pada suaminya di malam pertama mereka. Apa Ashwa termasuk istri durhaka sekarang?

"Hey, gak papa. Gak usah dipikirin."

Ashwa terkejut ketika Alan menarik pelan hidungnya, namun beruntung kali ini tak sampai memelintir tangannya lagi. Pria itu tersenyum tampan padanya.

"Mau mandi?" tanya Alan, Ashwa yang seperti tak mendengar jelas kini mengangkat kedua alisnya bertanya.

"Mau mandi duluan? Atau Mas dulu?"

Ashwa mengerjap, namun sebelum menjawab, Alan berucap lagi diakhiri dengan cengiran tampannya.

"Bareng juga gak papa."

Ashwa membelalakkan mata. Namun tak ayal parasnya pun bersemu. Kalau saja Alan bukan suaminya, tangannya ini pasti sudah melayang ke wajahnya.

"Bercanda," Alan terkekeh. "Ashwa duluan aja. Mas bersihin ini dulu," ujarnya sambil menunjuk ranjang yang dipenuhi kelopak bunga itu dengan dagunya. "Abis itu kita shalat sunnah sama-sama," lanjutnya.

Mengejar Cinta Ashwa [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang