~Tidak semua yang kamu inginkan,bisa kamu dapatkan. Karena sejatinya, kita sebagai aktor yang hanya bisa berusaha dan berdoa. Selanjutnya, biarlah sang Sutradara yang mengatur semuanya~
Tepat hari ini, hari yang menegangkan bagi dua sejoli itu untuk benar-benar melakukan yang terbaik. Daritadi Liana sudah mondar-mandir tidak jelas. Perlombaan sudah hampir dimulai, namun Azka belum nampak batang hidungnya. Bagaimanapun juga, ini menyangkut mimpi Liana. Ralat, mimpi Mama Maya.
"Sori sori, gue telat. Belum mulai kan?" Azka datang dengan wajah penuh peluh dang ngos-ngosan. Sepertinya, cowok itu baru saja berlari.
"Belum. Lo lama banget?" tanya Liana ketus. "Hampir lumutan gue nunggu!"
"Sori, ban gue tadi bocor."
Liana hanya ber-oh ria kemudian mengajak Azka masuk kedalam ruangan untuk briefing terlebih dahulu. Mereka kembali membaca sedikit catatan dan tips-tips dari Bu Nabel untuk menyingkat waktu.
Beberapa soal so'al sudah mereka kerjakan dengan teliti dan hampir mencapai separuh dari pertanyaan itu.Sialan. Liana pikir, ini hanya dirinya yang mengerjakan,Azka tolol itu hanya mengamati sambil menjadi budak Liana. Meraut pensil, hingga mengambilkan karet penghapus untuk Liana.
Merasa kesal, gadis itu menggeser kertas jawaban tepat di depan Azka, enak saja mereka yang berkompetisi hanya Liana yang berjuang!
Azka yang paham akan hal itu segera mengambil alih menjawab sisa pertanyaan. Cowok itu sedikit kebingungan, apalagi materi yang diberikan oleh Bu Nabel semua sudah dijawab oleh Liana. Dirinya kebagian so'al yang rumit-rumit. Menyebalkan!Setelah sekian lama bergulat dengan pertanyaan-pertanyaan olimpiade, akhirnya mereka bisa menghirup udara dengan bebas. Azka dari tadi sudah heboh sendiri bertanya ngalor ngidul pada Liana. Sedangkan Liana hanya mencebikkan bibirnya menahan emosi. Bagaimana tidak? Dari semua pertanyaan, hampir 90% Liana yang menjawabnya.
"Sebagai gantinya deh, gue ajak lo refreshing. Biar enggak butek otak lo ha ha ha.... "
Liana masih memasang wajah juteknya.
Azka tak tinggal diam, dirinya berjalan mundur sambil memandang Liana, "Lo tau enggak? Kemarin tetangga gue mulutnya gagu lho habis jutekin gue."
"Ya lo sih boleh enggak percaya, tapi ini fakta. Dan lo tau apa setelahnya? Dia jatuh cinta sama gue."
"Gue rasa, lo juga bakal ngalamin hal yang sama."
Liana melotot dan menghentikan langkahnya. "Oh, jadi lo do'ain gue jadi gagu gitu? Lo ngeselin banget ya jadi cowok!"
Azka menganga lantas meloncat girang. Hal itu, semakin membuat Liana bergidik, sepertinya otak partnernya ini sedang korslet atau mungkin expired.
"Cowok gila!" Liana melanjutkan langkahnya meninggalkan Azka yang masih menggoyangkan badannya bak anak kecil yang habis dibelikan mainan.
"Tunggiun Na!" Azka berlari mengejar gadis itu. Lagi-lagi ia berjalan mundur setelah dapat mengejar gadisnya. "Kemajuan lho ini, lo ngomong sama gue udah panjang banget aduh...,"
***
Disinilah mereka berada, diatas jembatan yang pengerjaannya masih belum selesai. Dengar-dengar ada pejabat yang sengaja menggunakan uang pembangunan itu untuk kepentingan pribadi. Atau bahasa halusnya, korupsi. Iya, Liana miris sekali melihatnya, jembatan yang sudah dibangun sejak sepuluh taun yang lalu, sampai sekarang belum juga terealisasikan. Kurang apa coba pejabat itu? Gaji juga sudah banyak, mobil bagus, tapi masih tega memakan uang rakyat jelata.
Mereka duduk di ujung jembatan sambil menikmati permen kapas dengan pemandangan kendaraan yang sedang berlalu lalang. Hembusan angin yang membelai membuat beberapa anak rambut Liana berterbangan bebas. Beberapa kali, Liana sudah menyelipkan anak rambutnya di belakang telinga.
Azka memandang Liana sambil tersenyum simpul. Jika dilihat, gadis itu sangatlah sempurna, bola mata hazel, rambutnya hitam dan panjang yang dibiarkan tergerai bebas tertiup angin, pipinya yang sedikit merah serta hidung yang mancung dan kulitnya putih. Hanya saja, kecantikannya tertutup oleh wajah juteknya.
"Kenapa lo lihatin gue begitu?" tanya Liana sambil memasukkan permen kapas kedalam mulutnya.
Azka masih tersenyum. "Lo... Cantik."
Liana mengalihkan pandangannya, mendadak jantungnya jumpalitan, darah ditubuhnya pun kian terasa hangat. Gadis itu memejamkan matanya sejenak dan merapalkan kalimat-kalimat penenang untuk dirinya.
"Eh, Ka... Ng... Permen gue udah habis nih, pulang yuk!" Liana mencoba mengalihkan pembicaraan.
Azka kembali menatap Liana. Kali ini, manik mata mereka benar-benar bertemu pada satu titik. Azka mengunci manik mata Liana. Mereka sama-sama terdiam dan menikmati detak jantung yang kian berpacu.
Azka mendekatkan wajahnya, sontak saja hal itu membuat Liana menahan nafas. Jarak mereka hanya sejengkal, bergerak sedikit saja, dapat dipastikan bibir mereka akan bertabrakan. Liana memejamkan matanya, kalau-kalau Azka benar-benar melakukannya.
Diluar dugaan, Azka tertawa renyah sambil menyelipkan anak rambut Liana kebelakang. "Pede banget lo! Lo pasti mikir gue bakal nyium lo kan? Ha ha ha...."
Hancur sudah citra Liana, malunya kali ini berkali-kali lipat. Lagian mengapa juga dirinya bisa sepercaya diri itu?
Drtttt.... Drrrttt
Getaran itu berasal dari ponsel Liana yang beda di dalam tas. Setelah menemukan ponselnya, gadis itu melihat nama seseorang yang menelponnya. Liana menghembuskan nafasnya panjang sebelum menggeser ikon hijau pada layar ponsel.
"Halo...,"
"..."
"Iya, saya segera pulang."
◽◽◽◽◽
Gimana? Minta kritik dan sarannya ya... Nanti jadwal update silahkan lihat di profil Ogud 😘Kata Azka, disuruh komen tuh buat semangatin dia wkwkwkwk

KAMU SEDANG MEMBACA
PRIDE
Roman pour AdolescentsBEBAS BACA TANPA RIBET! GAK ADA YANG DI PRIVATE Benci adalah awal dari kisah ini. Dan cinta akan hadir dengan sendirinya. Tulisan ini yang akan berbicara mengenang masa indah di SMA. Walau hanya sepatah kata, aku harap kau menyukainya.