17.Bolos bareng?

6 0 0
                                    

"Jadi kakak udah tau semuanya? Terus kenapa kakak sembunyiin ini dari Ana kak? Kenapa?" Liana terisak sambil meremas ponselnya. Liana tidak mau lagi mendengar alasan yang diajukan oleh kakaknya. Baginya, semuanya kejam, bertahun-tahun ia dibohongi.

"Liana dengar kakak!" sementara diseberang sana Friska terus berusaha membujuk Liana, memberi pengertian yang terus saja ditolak oleh adiknya.

"Kakak tidak mau kamu seperti kakak, kita sama Ana kita sama, sama-sama bukan anak kandung mereka. Kakak enggak cerita ke kamu karena kakak enggak mau kamu sedih."

"Kita sama-sama bukan anak kandung mereka."

"Kita sama-sama bukan anak kandung mereka...,"

Percakapannya dengan Friska semalam terus saja mengiang hingga telinganya terasa pengang. Berkali-kali ia berusaha menepis, namun malah membuat kepalanya terasa berat.

Buru-buru Liana men-dial nomor Tika untuk memberikan kabar bahwa hari ini dia tidak bisa masuk kesekolah. Untuk kali ini saja, Liana ingin mengatakan bahwa dia lelah, biarkan kali ini saja ia menjadi gadis yang lemah. Liana capek jika setiap hari harus pura-pura kuat.

Liana meringsut kembali di kasur,tiba-tiba pandangannya tertuju pada sebuah foto masa kecilnya yang tengah tertawa bahagia bersama mama. Disitu ia tampak tertawa tanpa beban, begitupun dengan mama beliau tampak tersenyum manis sambil memegang bunga sniker yang baru saja Liana petik.

"Arghhhh...."

'pranggg!'

Liana membanting foto itu hingga bingkainya pecah berkeping-keping. Sekarang, ia tau alasan mama membencinya, ia tau alasan mama selalu ketus padanya.

***

Bagas,Edo dan Rafif menjalankan rutinitas seperti biasa,mengadakan konser dadakan dengan vokalis tetap yaitu suara sumbang Bagas. Seringkali teman-temannya memprotes mereka,namun tak pernah melunturkan semangat mereka yang katanya menyalurkan bakat terpendamnya.

Alih-alih terganggu dengan tiga manusia terkutuk itu,sejak tadi Azka mengamati tempat duduk Liana masih kosong,padahal beberapa menit lagi jam pertama akan dimulai. Tidak seperti biasanya,gadis itu selalu datang lebih awal dan duduk sembari membaca buku dikursinya.

Apa dia sakit, pikirnya.

Selama pelajaran berlangsung Azka benar-benar tidak fokus,ia memandangi ponsel berharap Liana membalas pesan Line yang ia kirimkan. Namun nihil taka da balasan satupun dari gadis jutek itu.

"Tika,nama lo Tika kan?" Azka memastikan.

"Kenapa?" tanya Tika malas.

"Gue mau ngomong sama lo."

Tika mencebik. "Ntar aja deh,gue mau ngantin nih, laper."

"Liana kemana?"

"Wait,wait. Lo barusan nanyain Liana? Jangan-jangan lo udah mulai suka ya sama Liana?" Edo menyela.

Azka menoyor Edo. "Sok tahu!"

Azka melihat pop up yang muncul di ponsel miliknya. Tanpa berpamitan pada teman-temannya cowok itu meninggalkan mereka dengan langkah terburu-buru tanpa memperdulikan teriakan Edo yang selalu kepo dengan urusan orang ain.

Azka melongok mencari keberadaan satpam penjaga gerbang,beruntungnya Pak Romo sedang tidak ada disana,yang ada hanya Pak Gus yang sibuk memotong tanaman di sebelah parkiran kendaraan para guru.

Dengan sangat hati-hati,cowok itu mengambil motornya dan menuntunya keluar gerbang. Namun saat hendak menaiki motornya Azka mendengar teriakan yang memekakan telinga memanggil namanya.

PRIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang