"AZKA MONYET!!!"
Oke. Rupanya mereka tengah melupakan teriakan Aldi sejak tadi. "Astaga,Na lo harus ngumpet dulu aduh dimana ya?" Azka mondar-mandir bingung bagaimana jika Aldi tau dirinya membolos yang lebih parahnya bersama dengan Liana di dalam apartemennya. Azka yakin pikiran Aldi akan kemana-mana dan bagaimana jika di adukan pada Bunda nya,panjanglah sudah urusannya kalau begitu.
"Ya terus gimana dong?!" Liana jadi ikutan panik.
"Aduh Na,plis lo jangan bikin gue makin pusing. Bantuin mikir kek!"
"Kok lo jadi marahin gue sih?!"
Setelah terjadi perdebatan yang cukup panjang,akhirnya Azka memutuskan untuk segera membukakan pintu untuk Aldi. Ia tak mau pintu apartemennya rusak karena ketidak sabaran sepupunya itu.
Azka memasang wajah masamnya. "Ngapain lo kesini? Lo bolos ya?" sebuah pertanyaan yang salah.
"Kalau gue bolos,lo apa dong?" Aldi melangkah masuk melewati Azka yang melongo begitu saja. Dengan santai Aldi merebahkan dirinya di sofa ruang tamu sambil melonggarkan dasinya. "Air disini lagi kering ya Ka? Gila! Apartemen se- elite ini kagak ada air."
"Sorry,buat lo cuma air kencing gue," tukas Azka. "Pada intinya,lo kesini mau ngapain?"
"Tadinya gue kesini mau minjem PS, tapi setelah gue pikir-pikir lebih enak main disini."
"Enggak!" tolak Azka mentah-mentah.
Aldi teringat sesuatu,saat ia hendak masuk ke apartemen sepupunya ia melihat ada sandal warna pink diluar pintu apartemen Azka. Aldi mengerling jahil. "Gue bisa ngomong kok ke Tante Kia, kalau anak cowok satu-satunya udah masa puber dan berani bawa cewek ke apartemennya."
Azka melotot. "Apaan?! Gue cowok baik-baik, memangnya elo lihat body bohay langsung mabok?"
"Jadi sandal pink diluar itu,punya siapa?" Aldi memajukan mukanya kira-kira 5 cm dari depan wajah Azka untuk menggoda sepupunya.
"Nggak ada! Udah sono lo pulang." Mendorong Aldi ke arah pintu.
Bukannya keluar,Aldi malah masuk lagi dengan sedikit berlari. "Gue enggak tahan,mau numpang pipis. Janji deh habis pipis gue balik."
Mampus. Liana sedang bersembunyi disana,dengan secepat kilat Azka menyusul Aldi, menepis tangan Aldi yang hendak meraih knop pintu kamar mandi. Otaknya tak bisa berfikir jernih.
Sedangkan Liana yang didalam bilik pun hanya bisa merapalkan doa agar Aldi tak bisa melihatnya. Bisa hilang citra seorang Liana Marisela jika Aldi melihatnya dia berada di apartemen cowok, terlebih itu adalah sepupunya. Secara, mulut Aldi lebih tajam dari silet.
Liana kian melotot saat terdengar suara pintu dibuka dan dikunci dari dalam. Dirinya semakin meringsut di pojokan sambil mengigiti kuku-kukunya.
Cewek itu hamper saja berteriak kalau Azka tak membekap mulutnya. "Ini gue," bisik Azka.
Dalam jarak sedekat ini,Liana bisa merasakan hembusan nafas Azka yang menembus kulit lehernya, bulu kuduk Liana meremang. Mendadak dirinya menjadi gugup. LoLo ngapain masuk sini?
"Ck! Diem diluar masih ada-" Azka menghentikan perkataannya saat mata mereka bertemu, manik mereka saling mengunci masih dengann jarak yang begitu dekat. Saling menyelami satu sama lain.
Liana menahan nafas saat wajah Azka semakin dekat, darahnya mendadak berdesir dan jantungnya berdegup kencang, reflex Liana memejamkan matanya.
***
Hembusan angin menerpa kulit putih Liana,membuat beberapa helai rambutnya menutupi wajahnya. Beberapa kali Liana menyelipkan anak rambutnya kebelakang telinga,sambil terus menatap kedepan.
Begitupula dengan Azka disampingnya, mereka saling menatap kedepan dan saling diam. Hanya sebuah keheningan yang tercipta diantara mereka,terlebih sejak kejadian tadi pagi di dalam kamar mandi. Entah setan darimana yang membuat Azka berani mencium seorang Liana Marisela. Ralat. Hanya sebuah kecupan singkat,namun tepat di bibir Liana.
"Jangan terlalu ke pinggir Na, gue gak mau di jadikan tersangka kalau lo jatuh dari balkon." Suara Azka memecahkan keheningan.
"Gue juga enggak bego kali,"
Baguslah, setidaknya Liana sudah mau berbicara dan tidak se canggung tadi.
"Mau di anterin pulang sekarang?"
Liana berbalik menghadap Azka, menyelipkan rambutnya kebelakang telingan lantas menggeleng lemah. "Anterin gue cari penginapan aja Ka,"
Azka melotot. "Lo gila?! Bahaya Na, lo kan cewek!"
"Mending gini aja, lo nginep disini dulu gue mau hubungin Bunda buat kasih kabar. Lo bisa tidur dikamar gue." Azka menyeret lengan Liana masuk dan menuju lemari besar miliknya. "Lo bisa pakai baju gue, asal jangan buka pintu yang sebelah kanan."
"Kalau lo laper di kulkas ada beberapa makanan dan bahan makanan, lo bisa masak. Dapurnya ada di sana," tunjuk Azka ke arah dapur yang tertata rapi.
"Ini card nya,lo ganti aja Passwordnya, soalnya kalau malem Aldi suka kesini."
Tbc
Jangan lupa komen
KAMU SEDANG MEMBACA
PRIDE
Teen FictionBEBAS BACA TANPA RIBET! GAK ADA YANG DI PRIVATE Benci adalah awal dari kisah ini. Dan cinta akan hadir dengan sendirinya. Tulisan ini yang akan berbicara mengenang masa indah di SMA. Walau hanya sepatah kata, aku harap kau menyukainya.