1.Murid baru

121 41 56
                                    

"Halo guys... Jumpa lagi dengan kita lagi dan tentunya masih di Trunajaya fm. Gimana guys sekolah kalian hari ini? Pasti seru kan? Eh iya Rin lo udah denger kan gosip tentang murid baru di sekolah kita? "

"Wah iya dong...kalo kalian udah pada tau belum guys. Gimana ya kira-kira —"

Klik!

Liana menekan tombol off pada radionya. Radio sekolah kok isinya gosip!  Udah kaya acara rumpinya tante Feni aja! Lagian siapa pula yang siaran kayak gitu? Harusnya kan, radio sekolah untuk memberitakan tentang prestasi murid dan hal-hal seputar pendidikan. Eh, ini malah gosip murid baru!

Liana kembali fokus pada buku fisika di depannya. Tak susah untuknya memahami sebuah materi gaya dan tekanan yang diajarkan oleh bu Rita—gurunya yang terhitung masih baru, karena beliau baru mengajar 2 bulan menggantikan guru sebelumnya. Gadis itu mencorat-coret rumus yang menurutnya penting untuk dihafal pada sebuah note, untuk memudahkan dibawa kemana-mana. Hal itu memang sudah menjadi kebiasaannya.

Cklek!

Suara pintu terbuka. Liana mendapati Friska—kakaknya berdiri sambil tersenyum menampakkan deretan giginya yang rapi. Friska adalah sosok kakak yang baik. Dia sangat menyayangi Liana. Jarak umur mereka hanya 2 tahun, jadilah mereka sangat dekat. Friska adalah sosok gadis yang sangat pintar, buktinya saja Friska mendapat beasiswa di Oxford.

Prestasi Liana jika dibandingkan dengan Friska tak ada apa-apanya. Jika Liana membutuhkan waktu berhari-hari untung menghafal rumus dan teori maka Friska hanya membutuhkan waktu dua jam. Catat! Dua jam. Yang lebih mengesankan lagi, Friska disana sudah bisa menghasilkan uang sendiri. Ia menjadi model busana rancangan desainer ternama London. Keren bukan?

"Udah selesai belajarnya?" tanya Friska.

"Udah kok Kak. Kakak kapan sampai? Kuliahnya libur?"

Friska mengedikkan bahunya lantas membanting tubuhnya diatas kasur mungil adik satu-satunya. Liana lantas menghampiri dan ikut merebahkan tubuhnya disebelah Friska. Mereka sama-sama mentap langit-langit kamar.

"Dia...bagaimana?"

Liana tersenyum getir mendengar pertanyaan kakaknya. Ia paham betul siapa yang dimaksud oleh Friska."No problem Kak. Liana tetap akan mencoba mengikuti perintahnya, walau bagaimanapun juga, beliau kan mama kita."

Friska menoleh menatap Liana dengan mata berkaca-kaca. "Sorry ya, Kakak nggak bisa nemenin kamu full time dan berjuang sama-sama.  Yang kuat ya, "

"Always."

***

Seperti biasa, Liana memasangkan earphone pada telinganya. Suara indah milik Ariana Grande ia pilih untuk mengisi harinya. Saat angkot berhenti di depannya dengan segera Liana melompat lugas masuk kedalam.

"Biasanya ya Mang." Liana berteriak pada supir angkot itu. Supir itu bahkan sudah hapal dengan Liana. Wajar saja, karena Liana selalu berangkat konsisten di jam 06.00 dan angkot itu akan berhenti di tempat Liana tadi pada jam yang sama.

Suasana angkot tak begitu ramai karena masih cukup pagi. Jalanan pun masih lengang. Mungkin belum jam berangkat kerja. Setelah Liana membayar ongkos pada kenek angkot tersebut, Liana melompat turun dan tak lupa ia mengucapkan terimakasih.

Sekolah juga masih sepi. Hanya ada beberapa murid saja. "Pagi Pak Gus, " sapa Liana riang pada satpam sekolah yang tengah duduk santai dibawah pohon mangga sambil menikmati kopi hitam.

"Pagi Neng Liana. "

Inilah keanehan Liana. Dia selalu ramah pada orang tua, namun tidak dengan kawan sebayanya. Jika orang lain akan sedikit kikuk saat menyapa yang lebih tua , Liana tidak sama sekali. Baginya, menyapa orang tua terlebih dahulu itu menyenangkan dan dapat pahala. Sebagai makhluk sosial, kita harus tetap menjaga erat tali silaturahmi.

PRIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang