2 - Meja Bundar

579 30 6
                                    

Tidak seperti kemarin, kuliah sore kali ini berhasil menjerumuskan Haira ke jurang kejenuhan. Setiap menit seperti terbuang sia-sia. Di matanya, dosen mata kuliah Penulisan Berita hanya sibuk mengumbar kesuksesan menjadi wartawan, bukan memberi kiat menulis berita dengan apik.

Dosen bahkan mencemooh kinerja jurnalis baru. Katanya, berita-berita wartawan fresh graduate itu dangkal, minim data, dan tidak enak dibaca.

Dosen berkata begitu seakan-akan tulisannya sudah luar biasa bagus sejak kali pertama merintis karier, padahal untuk bisa melahirkan tulisan bernas membutuhkan proses berhari-hari, berbulan-bulan, menahun, bahkan seumur hidup. Demikian penilaian Haira.

Ia juga berpikir, menghasilkan sesuatu yang fantastis secara instan hanya dapat ditemukan dalam dongeng, dan cuma bisa dilakukan Bandung Bondowoso. Namun, tokoh dalam legenda itu juga tidak hebat-hebat amat. Untuk bisa mendirikan hampir seribu candi dalam semalam, Bandung Bondowoso pun dibantu makhluk halus. Yang jelas, Haira percaya, seseorang harus ditempa bertubi-tubi untuk bisa menghasilkan karya yang bermanfaat bagi orang lain.

Aduh, pikiranku jadi ke mana-mana. Haira mengeluh dalam hati sambil mengubah posisi tubuhnya dari duduk berpangku tangan menjadi tegak. Ia mengedarkan pandangan. Sebagian besar mahasiswa di kelas juga diam dengan tatapan kosong. Fisik mereka memang ada di kelas, tapi pikirannya mengembara ke waktu dan tempat lain. Ada juga yang menunduk sambil mengutak-atik ponsel dan mengobrol.

Syahdan, Haira teringat Rudolf. Ia ingin bertemu pacarnya sepulang kuliah untuk mengobati kejemuannya. Sembunyi-sembunyi, ia mengirim pesan via WhatsApp untuk Rudolf.


Haira: Ru...

Rudolf: Apa, Ra? Kangen, ya?

Haira: Kamu juga kangen, kan?

Rudolf: Lebih dari kangennya kamu.

Haira: Ketemu, yuk.

Rudolf: Starbucks, yuk, aku sekalian bikin PR.

Haira: Setuju.

Rudolf: Kamu mau dijemput?

Haira: Kita langsung ketemu di sana saja.

Rudolf: Syukur deh, irit bensin mobil aku.

Haira: Hahaha

Rudolf: Kamu selesai kuliah jam berapa?

Haira: Sekitar satu jam lagi.

Rudolf: Aku berangkat pas kamu selesai.


Sesaat sebelum kuliah berakhir, seorang laki-laki berkaus dan bercelana denim hitam, bertubuh tidak terlalu tinggi, dan berambut gondrong sebahu datang. Haira mengenali perawakan itu. Tujuh orang membuntutinya.

"Materi selanjutnya akan dipaparkan oleh Gama," ucap dosen setelah berkemas. Dosen menepuk pundak Gama, ketika mereka berpapasan. Mereka tampak akrab.

"Selamat sore, teman-teman. Ada yang sudah tahu, saya berdiri di sini untuk apa?" Gama berkata di depan kelas. Dia menyelipkan senyum di antara ucapannya.

Hampir semua mahasiswa menggeleng. Sementara Haira masih memandanginya sembari mengernyitkan dahi.

"Perkenalkan, kami pengurus Himpunan Mahasiswa Jurnalistik, HIMAJUR. Kami ingin menyosialisasikan malam keakraban atau makrab yang diadakan setiap tahun. Tujuannya untuk memperkenalkan HIMAJUR, sekaligus mengajak teman-teman aktif berorganisasi. Saya sebagai ketua panitia mau mengundang kalian ikut makrab," Gama berbicara dengan formal.

Semua orang menyimak. Ia melanjutkan, "Kami berharap kalian bisa ikut. Makrab diselenggarakan empat minggu dari sekarang. Jumat sampai Minggu. Kami akan bikin surat izin tidak masuk kuliah untuk teman-teman yang ada kelas pada Jumat dan Sabtu. Apakah sudah jelas? Atau ada yang ingin bertanya?"

PelukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang