Dua bulan kemudian.
Tiga pak kertas concorde pink, kuning, dan biru berserakan di lantai. Gunting, penggaris, spidol warna-warni, karton tebal, dan kertas kado bercorak pelangi juga ada di situ.
Dengan tambahan penerangan dari lampu belajar, Haira membubuhkan garis di tengah lembar demi lembar kertas concorde. Lalu, ia mengguntingnya tepat di garis. Masing-masing kertas terbagi dua. Kemudian, ia membentuk dua kertas karton seukuran concorde yang sudah terbagi dua. Setelah dibungkus kertas kado, kedua karton diletakkan di paling atas dan bawah tumpukan concorde.
Keesokan siangnya, ia datang ke toko photo copy dekat kampus untuk minta dipasangkan jilid spiral di tepi tumpukan kertas itu.
Haira membuat buku catatan sebagai hadian tiga bulan hubungannya dengan Gama. Itu sebenarnya bukan sekadar bingkisan, melainkan upaya untuk membenahi komunikasi mereka yang berantakan. Sejak ciuman itu, mereka sekadar bertemu di rapat pameran foto. Setiap diajak bertemu pada Sabtu atau Minggu, Gama kerap beralasan. Dia selalu bilang bahwa hari libur adalah hari untuk keluarga. Obrolan via telepon atau WhatsApp juga sangat minim. Haira yang semula merasa sudah sangat mengenal laki-laki itu menjadi kesulitan menjangkaunya.
Malamnya, di kamar, haira menulis sebuah surat.
Gama,
Ini adalah cara dan usaha aku untuk memulai semua dengan baik. Aku mau belajar mengerti kamu. Lewat buku catatan ini, aku ingin mengenal kamu lebih dekat.
Kita memang punya waktu untuk berada di satu tempat yang sama, tapi aku hanya bisa melihat kamu. Aku ingin sekali bisa berada di dekat kamu terus-menerus, bebas bercanda, dan berbagi cerita.
Namun, aku merasa ada sesuatu yang membatasi kita. Atau mungkin aku yang tidak pandai memulai obrolan. Karena itu, aku membuat buku ini sendiri. Meski bercerita langsung itu lebih baik, tapi itu tidak mudah bagi kita. Butuh proses sampai kita bisa lebih terbuka satu sama lain.
Jadi, kita akan membawa buku ini dan berbagi cerita secara bergantian. Aku tunggu cerita kamu. Tapi kalau keberatan, kamu bisa pakai buku ini untuk kamu sendiri. Aku sayang kamu, Gama.
Haira menyelipkan surat itu di bawah kover buku catatan yang ia buat, lalu membungkusnya dengan kertas kado. Kemudian, ia mengetik pesan di WhatsApp untuk Gama.
Haira : Gama, aku mau ketemu kamu besok untuk merayakan tiga bulan kita pacaran. Bagaimana?
Seperti yang sudah sering terjadi, tidak ada pesan balasan sampai berjam-jam. Keesokan paginya, Haira menelepon Gama.
"Haira, ada apa?" Gama bersuara.
"Kamu sudah baca pesan aku tadi malam?"
"Belum."
"Gama, aku mau ketemu kamu untuk merayakan tiga bulanan kita."
"Hari ini?"
"Iya. Kamu bisa?"
"Aku enggak bisa. Ada harus menjemput saudara yang mau menginap di rumah."
"Oke, enggak apa-apa," Haira gemetar dalam kekecewaan.
Kemudian mereka terdiam. Gama tidak berusaha membangun percakapan.
"Kalau kita makan siang bareng di kampus besok Senin, bagaimana?" Haira mengusulkan.
"Boleh."
"Oke. Aku tutup teleponnya sekarang."
"Ya."
***
Tidak ada yang istimewa dari pertemuan Haira dan Gama. Mereka hanya makan tanpa membahas apa-apa. Gama malah ingin langsung pergi untuk bertemu teman-temannya.
Haira menahannya sebentar, "Tunggu, Gama."
"Kenapa?"
"Aku mau memberikan ini," ucap Haira sambil mengambil bingkisan dari ranselnya, lalu menyodorkannya ke Gama.
Laki-laki gondrong itu meraihnya seraya mengernyitkan dahi, "Ini apa?"
"Jangan buka di sini, nanti saja kalau kamu sudah di rumah."
"Oke."
"Selamat merayakan tiga bulan kita pacaran."
Gama tidak memberikan telinga terhadap ucapan Haira. Senyum yang mengembang di bibirnya adalah keterpaksaan. Kalimat terakhir yang keluar dari mulutnya hanya rangkaian kata pamit. Gama beranjak meninggalkan Haira.
Haira juga pergi beberapa saat kemudian. Haira masih bisa melihat punggung dan langkah kaki laki-laki yang ia cinta.
"Dia berjalan sangat cepat. Apakah yang hendak dia cari di depan sana? Sementara aku selalu menunggunya di sini," Haira bergumam.
Haira berharap laki-laki itu berpaling dan meluangkan sedikit waktu untuk membicarakan hal-hal sederhana tentang apa saja. Namun tidak ada satu dari tujuh hari yang ingin Gama bagikan kepada Haira. Tidak ada satu dari dua puluh empat jam yang sempat Gama berikan untuk Haira. Perempuan itu menjalin cinta sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peluk
Teen FictionSetiap manusia pernah jatuh ke titik terendah hidup, waktu yang membedakannya. Haira mengalami itu semasa kuliah. Perpisahan, perjodohan, dan label anak durhaka dari orang tua membuat ia ingin menyudahi hidup. Satu hal yang membuat ia bertahan adala...