(TAMAT) - Surat untuk Gama

447 24 13
                                        

Gama,

Aku selalu ingin mengucapkan banyak hal, setiap kali aku bertatap muka denganmu. Dan sebelum itu semua terjadi, aku kerap berbicara di depan cermin terlebih dahulu. Aku melatih diri, supaya seluruh kata yang keluar dari mulutku tertata rapi, bermakna, sehingga tidak membuatmu bosan. Akan tetapi, aku selalu gagal melakukannya.

Karena itu, aku memilih untuk menulis semua yang tertahan di bibir, termasuk hal-hal yang tidak terungkapkan di pertemuan terakhir kita tempo hari. Sebenarnya ada hal yang ingin sekali aku tanyakan ketika itu, Gama. Aku telah memendamnya cukup lama.

Bagaimana kamu bisa meninggalkan, padahal aku sudah bertahan? Apakah rasa penasaranmu terhadapku sudah terbayar lunas selama sesaat kita pacaran?

Namun, kini, aku tak lagi membutuhkan jawabannya. Sebab, peluk kemarin telah menuntaskan segalanya. Aku berterima kasih. Meski tampak tidak pantas, aku merasa sangat lega.

Kamu benar, Gama. Pelukan itu bukan untuk kembali, melainkan untuk melepaskan. Pelukan itu telah membawa aku pada pemahaman bahwa sekuat apa pun aku dan kamu berjuang, kita tidak akan pernah bisa bersama.

Kita hanya sepasang laki-laki dan perempuan yang cuma bisa mencelupkan ujung jari kaki ke permukaan laut. Kita sempat basah dan pernah merasakan cinta. Namun satu hal yang benar-benar haram bagi kita: jatuh dan hanyut terbawa arus.

Kita tidak punya kemampuan untuk melakukan itu. Semesta tidak menciptakan kita untuk itu, Gama. Seumpama kita bersikeras melemparkan diri ke dalam sana, barangkali tulang-tulang kita akan lebur dan kita mati muda.

Jadi, yang terbaik buat kita adalah tetap melangkah sampai podium ikhlas. Dan aku sudah sampai di sini, setelah melakukan perjalanan yang cukup panjang dan menyakitkan.

Aku sadar, kita adalah sepasang yang saling menemukan di tengah keramaian untuk satu kewajiban. Kamu adalah laki-laki yang bertugas mengantarkan aku untuk tetap fokus di jurusan, menulis, dan sampai di titik ini, di tempat aku menjadi pribadi yang lebih baik. Demikian juga tugasku tidak ada beda dengan kamu.

Saat kehilangan kamu, aku memang sempat amat terpuruk. Aku selalu mengecilkan diri sendiri, kerap tidak percaya akan masa depan, dan melulu jalan dengan kepala menunduk. Aku tidak berani menatap sekitar, melihat apa yang ada di nun jauh di cakrawala.

Namun hanya dengan keterpurukan itu, aku dapat bangkit dan menemukan diriku sendiri. Hanya dengan peristiwa itu pula, aku dapat menemukan terang kehidupan melalui sisi gelap dari cinta.

Aku dan kamu adalah sebuah kehilangan yang menemukan, sebuah keterpurukan yang membangkitkan, sebuah kegelapan yang menerangkan, dan sebuah pelukan yang melepaskan.

Aku sudah memaafkan kita.

Aku berharap kamu selalu bahagia, Gama.

Berangkai-rangkai kalimat telah memenuhi satu setengah halaman Microsoft Word di laptop Haira. Ia memblok semua isi surat, lalu menekan fitur copy dan paste, kemudian memindahkannya ke kotak surat elektronik. Di kolom subject, ia menuliskan kalimat: Surat untuk Gama. Terakhir, ia mengeklik tombol Send di sudut kiri bawah kotak surat elektronik.

Sebelum menyusun surat itu, Haira sudah mengisi kolom To dengan bernadette.haira@gmail.com, alamat surat elektroniknya sendiri. Haira telah melepaskan semua yang mengganjal perasaannya ke dalam surat yang tidak pernah sampai di tangan Gama. Ia juga telah membebaskan dirinya dari belenggu masa lalu. Tanda tanya besar di hidupnya telah terjawab.

Haira sudah menentukan kebahagiaannya sendiri. Ia ingin melangkah menuju masa depan bersama laki-laki yang berbahagia, meski Haira hanya mengenakan kaus putih di kencan pertama mereka.

---TAMAT---

PelukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang