Jimin meringsut ke punggung Yoongi. Jujur ia merasa takut saat ayah Yoongi berada di antara mereka. Jimin takut jika ayah Yoongi akan memisahkan mereka lagi.
"A...ayah.. Ayah datang juga?" Tanya Yoongi gugup. Aneh sekali rasanya bertemu dengan ayah setelah ia memutuskan pergi dari rumah.
"Yoongi, ayah rindu sama kamu, Nak. Apa kamu semarah itu sampai tidak pernah mengunjungi ayah lagi?" Tanya ayah Yoongi dengan raut sendunya. Dada Yoongi serasa sakit saat melihat sang ayah yang seperti ini. Sungguh ia tak berniat sama sekali menjadi anak yang tidak berbakti. Dia hanya takut jika sang ayah akan memisahkannya dengan Jimin, orang yang sangat ia cintai.
"Ayah, a.. aku tidak berniat seperti itu. Aku hanya..." Ucapan Yoongi terjeda karena sang ayah dengan cepat memotongnya.
"Maafkan ayah, Yoongi. Ayah tau, ayah egois. Ayah dulu memisahkan kamu dan Jimin karena ayah tidak mau melihatmu gagal. Kamu terlalu belia untuk mengenal yang namanya cinta. Ayah tidak ingin kamu merasa sakit dan akhirnya mengabaikan pendidikanmu. Sekarang ayah sadar, cinta tidak selalu menjadi hambatan. Ayah merestui kalian sekarang. Tapi ayah mohon, kembalilah ke rumah, Nak." Yoongi terdiam mendengarkan segala ucapan yang keluar dari mulut ayahnya. Ia tidak tahu jika selama ini alasan ayahnya melarangnya pacaran karena masalah pendidikan, bukan karena ayahnya membenci Jimin.
"Ayah, aku kira Ayah tidak menyukai Jimin." Ucap Yoongi lirih.
"Kata siapa ayah tidak menyukai Jimin? Jimin anak yang baik dan manis. Tidak ada alasan untuk ayah tidak menyukainya. Hanya saja ayah terlalu paham akan tabiat kamu saat mencintai seseorang. Kamu akan melupakan segalanya dan memusatkan hidupmu hanya pada orang yang kamu cintai. Ayah tidak ingin kamu mengabaikan pendidikanmu hanya karena itu." Jelas ayah Yoongi.
Yoongi tersenyum dan memeluk ayahnya erat. Dia sungguh merasa sangat bahagia sekarang.
"Terima kasih, Yah." Ucap Yoongi diiringi senyuman lebarnya. Sang ayah mengelus punggung anaknya lembut.
Jimin tersenyum melihat interaksi antara ayah dan anak itu. Semua kekhawatiran serta ketakutan yang sebelumnya memenuhi pikiran dan hatinya kini perlahan memudar. Ia sungguh lega dan bahagia.
Ayah Yoongi menatap entitas penuda manis itu. Ia melepas pelukannya pada Yoongi dan kemudian berjalan mendekat pada Jimin.
"Jimin, maafkan saya. Selama ini kamu pasti berpikir jika saya membencimu. Kamu sudah tahu alasannya bukan?" Ayah Yoongi tersenyum saat Jimin mengangguk mengiyakan.
"Kasih tahu keluargamu, secepatnya saya akan ke sana untuk melamarkan kamu untuk Yoongi." Jimin tak dapat lagi menahan senyumnya saat kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut ayah Yoongi.
"Bolehkah saya memeluk Anda?" Tanya Jimin. Ia langsung memeluk tubuh tegap ayah Yoongi saat mendapat anggukan darinya.
"Terima kasih Om, saya sangat bahagia." Ucapnya dan kemudian melepas pelukannya.
"Panggil ayah dari sekarang. Kamu juga calon anakku." Ucap ayah Yoongi dan dengan cepat diangguki oleh Jimin.
"Baik, Ayah." Ketiganya tersenyum bahagia sekarang. Segala masalah yang membebani hidup ketiganya kini telah sirna. Hidupnya menjadi ringan seketika.
.
.
.Setelah acara pertunangan itu selesai, Taehyung ikut pulang ke apartemen Jungkook. Dia sudah mendapatkan izin untuk menginap malam ini. Taehyung tidak ingat sejak kapan ia begitu bergantung pada kekasihnya ini. Ia menjadi lebih betah tinggal di kediaman sang kekasih dan enggan untuk jauh dari kekasihnya itu.
"Kookie, entah kenapa aku sangat betah tinggal di sini." Ucap Taehyung dengan diiringi senyum kotak khasnya.
"Tinggal saja di sini sesukamu. Lagi pula tempat ini kelak akan menjadi milikmu juga." Jungkook mendekat ke Taehyung setah menaruh jasnya di sandaran sofa.
Jungkook menarik tubuh Taehyung untuk di dekapnya. Tangannya bertengger apik di pinggang Taehyung. Tatapan keduanya bertemu diiringi senyuman yang terukir di antara keduanya.
"Apa kamu merasa bahagia, Baby?" Tanya Jungkook.
"Aku sangat bahagia, Kookie." Taehyung tersenyum lebar. Dari tatapan matanya yang berbinar, Jungkook tahu jika Taehyung sangat bahagia sekarang.
"Aku juga bahagia, sangat teramat bahagia. Aku bahagia karena Tuhan telah mempertemukan kita, aku bahagia karena kamu memiliki perasaan yang sama denganku, dan aku sangat bahagia karena kamu adalah orang yang Tuhan takdirkan untukku. Aku sungguh tak akan lelah mensyukuri hal itu." Jungkook berucap jujur. Tatapan matanya begitu teduh dan hangat saat mengucapkan semua itu. Tanpa sadar pipi Taehyung merona. Ia juga sangat bersyukur memiliki kekasih sebaik dan sesempurna Jungkook.
"Sudah siap menyandang marga Jeon kedepannya?" Tanya Jungkook menggoda.
"Aku siap." Jawab Taehyung mantap membuat Jungkook memekik gemas. Jungkook menarik tubuhnya untuk didekap lebih erat dan kemudian meambubuhkan ciuman sayang di keningnya.
"Kamu tahu? Selama hidup aku tidak pernah sesyukur ini karena sebuh kebetulan. Aku tidak pernah menyesali kebetulan yang membawaku menemukanmu. Aku juga tidak pernah menyesali kebetulan yang mengikatku dengan dirimu." Ucap Jungkook seraya mengusap surai Taehyung lembut.
"Aku sangat bahagia, Taehyung. Terima kasih sudah hadir dalam hidupku." Lanjutnya dengan tatapan penuh sayang untuk Taehyung.
"Terima kasih juga sudah mencintaiku, Kookie." Taehyung mengecup pipi Jungkook dan kemudian tersenyum.
Setelah apa yang sudah mereka lewati selama ini, mereka sadar bahwa kebetulan bukan hanya kebetulan. Kebetulan adalah takdir Tuhan yang sudah digariskan untuk mereka. Baik Jungkook, Namjoon, maupun Yoongi, ketiganya tak pernah menyesal atas takdir yang mereka jalani selama ini. Mereka tak menyesal karena takdir telah berpihak untuk menyatukan mereka dengan kekasih tercintanya. Biarkan untuk kali ini saja mereka berterima kasih pada kebetulan yang bukan hanya menyatukan cinta mereka, tetapi juga persaudaraan serta persahabatan mereka.
End
Terima kasih kepada pembaca yang dengan setia membaca cerita abal-abalku ini. Terima kasih atas saran dan dukungannya. Maafkan segala kesalahanku dan sampai jumpa di cetita selanjutnya. Terima kasih, saranghae 🤗🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Accidental [KV]
Romance[COMPLETE] Percayakah kamu pada sebuah kebetulan? Jika tidak, maka kamu harus melihat bagaimana kebetulan itu telah membantuku menemukan cintaku.