Tantrum

4.9K 387 33
                                    

⚠️🌚🌚🌚⚠️
[ nganu sepercik ]

Seokjin sedang melihat barang-barang terbaru dari salah satu website brand ternama. Ia berencana akan menambah koleksi fashionnya dan barang-barang yang lama akan dilelang lalu uangnya akan didonasikan. Sudah ada empat belas kaos dan kemeja yang ia pilih, dan sepuluh celana dengan model yang unik serta berbeda, juga tas dan sepatu. Setelah membeli barang dari website, biasanya lelaki itu tentu akan mengunjungi tokonya langsung. Siapa tahu ada barang yang sengaja tidak ada di web.

Ia pun mengontak Louise untuk memantau brand lain, mencocokkannya dengan tawaran iklan atau promosi lainnya. Masalah pekerjaan, ia kurang memerhatikan. Ia memercayai Louise untuk menghadle urusan itu.

Saat masih fokus dengan laptopnya, tiba-tiba pintu terbuka menampakkan Namjoon yang memasuki kamar tanpa mengatakan apapun. Seokjin memfokuskan kembali perhatiannya pada laptop di hadapannya seketika, mencoba untuk tidak peduli presensi suaminya.

"Seokjin.."

Lelaki itu tetap tidak memperdulikannya. Meskipun pandangannya mencoba untuk fokus pada benda pipih di depannya, tetap saja bahasa tubuhnya berkata lain. Tangannya bergerak cepat melihat produk-produk, bahkan tidak terlihat Seokjin melihatnya dengan seksama. Dalam keadaan seperti ini, Seokjin sangat menjelaskan bahwa dirinya gugup dan tidak tenang.

Tidak hanya itu, ia juga seketika mengambil handphonenya dan mengirimi Louise pesan random. Mencoba untuk terlihat sibuk di depan Namjoon.

Lelaki di hadapannya tahu Seokjin hanya mengalihkan perhatiannya saja. Hidup bersama lebih dari dua puluh tahun membuatnya tahu sifat Seokjin luar dan dalam. 

"Hey, Jin, aku hanya ingin meminta maaf."

Tiba-tiba Seokjin terlihat menempelkan handphonenya ke telinga, seolah-olah sedang menelepon.

"Aku lebih menyukai yang biru. Tetapi ambil saja dua-duanya, Louise. Aku belum melihat barang—"

"Cukup." Namjoon mengambil handphone dan menutup laptop dengan kasar.

"Apa mau mu?!" Seokjin tidak terima Namjoon bersikap seperti itu. Selalu saja kasar jika sedang emosi.

"Aku hanya ingin berbicara. Bisakah kau mendengarkan ku sebentar?"

"Apa kabar dengan dirimu beberapa hari yang lalu? Apa kau mendengarkan ku?"

"Aku minta maaf—"

"Itu bukan jawaban dari pertanyaan ku. Apa kau mendengarkan ku, Kim Namjoon?"

Namjoon diam. Ia tahu ia salah. Maka dari itu ia ingin menjelaskan dan meminta maaf.

"Maaf, saat itu aku tidak mendengarkan mu. Aku tahu aku salah. Aku ingin meminta maaf."

"Apakah maaf bisa menyelesaikan semuanya? Jika iya, kenapa dunia ini masih mengerikan jika maaf bisa menyelesaikan semua masalah? Kenapa Namjoon, kenapa?"

Lelaki itu menghela nafas. Seokjin memang cukup sulit untuk diajak berbaikan karena prinsipnya kata maaf adalah sesuatu yang mahal dan sakral. Tidak bisa sembarang orang meminta maaf. Orang yang sering meminta maaf berarti sering melakukan kesalahan. Orang yang sering berbuat kesalahan tidak menutup kemungkinan membuat kesalahan yang sama, lalu mengatakan kata yang sama, yaitu maaf. Baginya, maaf adalah sesuatu yang tidak bisa diucapkan begitu saja tanpa kesungguhan.

"Aku tahu aku salah besar dengan membentak mu di depan staff—"

"Bagus lah kau sadar."

"Dengarkan aku dulu. Aku benar-benar meminta maaf. Saat itu aku sedang membenci kehadiran salah satu perwakilan dari suatu perusahaan di dalam pertemuan itu. Keadaan sedang memanas karena orang itu terlalu memaksakan, padahal atasannya tidak seperti itu. Aku sedang sangat kesal di detik yang sama saat kau memanggilku keluar."

I C A R U S  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang