Ketika jam menunjukkan pukul tujuh malam, keluarga Kim itu baru memutuskan untuk pulang. Semua anaknya yang tidak sedang sakit sudah merengek meminta pulang. Sisanya, mereka hanya berbaring di atas sofa bed.
"Appa, aku ingin ice cream dan marshmellow. Ya ya ya?" Rajuk Jungkook. Sudah ribuan kali anak itu merajuk untuk dibelikan es krim dan marshmellow kepada Namjoon dan lelaki itu pun memberikan jawaban yang sama.
"Bilang pada Ayah, Jungkook. Appa sudah berkata ribuan kali, apa kau tidak mendengar?" Jungkook mendengar suara Namjoon yang diliputi rasa kesal yang tertahan. Benar, Namjoon tidak pernah marah jika anaknya menyebalkan. Lelaki itu hanya akan marah jika sesuatu yang sangat fatal terjadi dan semuanya tidak akan pernah membuat Namjoon marah, mereka sangat takut melihat seorang kepala keluarga itu marah.
"Appa, Ayah tidak akan membelikan ku ice cream. Ayah sedang marah, sudah ku bilang." Jungkook pun kesal.
"Maka dari itu, kau harus meminta maaf terlebih dahulu."
Jungkook dengan cepat menggelengkan kepalanya, menolak saran dari Namjoon.
"Itu bukan salahku."
"Tetap saja, kau bertindak tidak sopan tadi. Apakah Ayah dan Appa pernah mendidik mu seperti itu?" Jungkook menggelengkan kepalanya, matanya menatap lantai.
"Tapi Ayah, aku tidak suka mereka menatap hyung ku seperti itu. Jika aku sudah besar pasti aku akan memukul muka mereka dan menusuk—"
"Hey hey hey! Kau ini masih bocah pikirannya sudah seperti psikopat. Apalagi jika nanti sudah besar?" Hoseok segera memotong perkataan adiknya ketika sudah merasakan sensor bahaya dari kalimat yang ia dengar.
"Semua saja menyalahkan ku." Anak itu membanting tubuhnya ke sofa. Seokjin yang melihat kelakuan anak bungsunya yang memang sedang dalam masa transisi hanya terkekeh pelan. Setelah mengurus empat anak dan memerhatikan semuanya dari bayi hingga sekarang, Jin cukup mengerti keadaan Jungkook yang sering mood-swing dan sensitif.
"Baiklah, Ayah akan memberikanmu ice cream jika kau meminta maaf."
"Ayah.." Tetap, anak itu tidak ingin disalahkan.
"Apa salahnya mengalah, Jungkook? Lagipula kau tidak sepenuhnya benar dan tidak sepenuhnya salah." Jimin ikut dalam perdebatan itu.
"Jimin-hyung, kau harusnya melihat apa yang tadi terjadi. Jika kau melihatnya, aku yakin kau akan melakukan hal yang sama denganku." Jungkook cukup yakin dengan kalimatnya, terdengar dari setiap kata yang keluar dari bibir tipisnya itu tegas.
"Sudah, aku ingin pulang. Aku saja tidak marah, Kookie. Sekarang minta maaf, lalu pulang."
Skak. Semuanya tahu bahwa tidak ada satupun diantara mereka yang berani melawan hyung tertuanya. Apa yang dikatakan Yoongi selalu singkat, tegas, dan tidak menerima penolakan. Terkadang kalimatnya mengiris hati karena Yoongi tidak pernah kenal dengan basa basi.
Jungkook menghela nafas panjang sebelum memulai kalimatnya. "Ayah, aku minta maaf."
Seokjin tersenyum penuh kelembutan. Ia sebenarnya sama sekali tidak bertujuan untuk menyudutkan anaknya. Ia hanya ingin Jungkook tumbuh menjadi lelaki yang berani mengakui kesalahan meskipun itu hanya sekecil debu dan berani meminta maaf atas kesalahannya.
"Atas kesalahan apa, Jungkook?"
"Tadi aku sudah bertindak tidak sopan pada staff dan pihak Vogue."
Seokjin dan Namjoon saling tatap lalu mengangguk. "Lalu?"
"Apakah kau memaafkan ku?"
Seokjin mendekati anak itu, lalu memeluknya. "Iya, Ayah memaafkan bayi kelinci kesayangannya ini. Jangan diulangi, ya." Jungkook meresponnya dengan anggukan.
Keluarga itu lalu berjalan menuju tempat parkir. Mereka akan menggunakan mobil Namjoon karena lebih luas, sedangkan mobil Seokjin akan disimpan di tempat parkir RME. Memiliki banyak mobil mewah menjadikan mereka tidak perlu khawatir akan banyak hal.
Namjoon membantu Taehyung untuk duduk di kursi penumpang tengah setelah Jimin dan Hoseok menempati kursi paling belakang. Jungkook berada di tengah-tengah Yoongi dan Taehyung. Tak henti-hentinya anak itu mengingatkan Namjoon agar mampir ke toko es krim favoritnya sebentar.
Perjalanan diselimuti hawa hening dan tenang, dimana Yoongi memang sedang membutuhkannya. Jimin dan Hoseok di kursi belakang tampak tertidur. Taehyung juga tertidur dengan selang oksigen menempel di hidungnya. Tadi anak itu sempat mengeluh sesak lagi, menjadikan Seokjin memasang nasal cannula di hidung anak itu. Jungkook sibuk dengan ponselnya, melihat video pertandingan basket klub favoritnya yang bermain dua jam yang lalu. Yoongi sedang menatap jendela dengan wajah yang terlihat lebih damai.
Perjalanan dari RME ke rumah mereka memang tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat. Sayangnya, hari ini jalanan sedang macet karena sekarang sedang ada parade di jalan.
Seokjin memerhatikan anaknya berkali-kali dari kaca spion depan dan hatinya tenang saat melihat semuanya baik-baik saja. Ia menggenggam tangan Namjoon, lalu tersenyum manis. Namjoon melakukan hal yang sama, lalu hatinya menghangat. Lelaki itu sangat bersyukur karena bisa mendapatkan Seokjin sebagai teman hidupnya. Setelah melewati banyak badai, saatnya mereka menjemput pelangi bersama. Tetapi selama proses berlangsung, Namjoon selalu menikmatinya.
Mata Jungkook seketika menyala ketika ia menyadari bahwa mobilnya telah memasuki jalan drive-thru toko ice cream favoritnya.
"Ada yang mau ice cream selain Jungkook?" Tanya Seokjin. Sebagian besar anaknya tertidur dan hanya Yoongi yang bangun. Anak itu pun hanya menggeleng karena memang bukan penggemar makanan manis.
Karena hanya memesan dua cup ice cream, mereka tidak membutuhkan waktu lama. Ternyata Seokjin juga ingin ice cream, jadi mereka membeli dua cup.
Ketika akan meninggalkan area, tiba-tiba Taehyung bangun dengan nafas sedikit berat.
"Ayah.." Anak itu terlihat panik dan bingung di waktu yang sama.
Jungkook yang berada di sebelahnya mengecek tabung oksigen ketika dirinya mencurigai oksigen Taehyung habis. Ternyata, dugaannya benar.
"Oksigen Tae habis." Ucap Jungkook. Anak itu cukup cekatan dalam mengurusi Taehyung. Jungkook menopang tubuh Taehyung agar lebih tegak dan menginstruksikan agar tidak terlalu panik.
Namjoon tidak bisa mempercepat laju mobilnya karena jalanan memang sedang tidak bersahabat. Dalam keadaan seperti ini, kedua orang dewasa dilanda rasa cemas yang luar biasa.
"Tae, kau dengar Appa?" Namjoon memerhatikan Taehyung dari kaca spion depan. Taehyung hanya memfokuskan pernafasannya, dibantu Jungkook.
Seketika seisi mobil menjadi panik dan semuanya terbangun. Seokjin pun menjadi stress. Pikirannya berkata jika satu sakit, yang lain bisa ikut sakit karena terpancing. Seperti Yoongi yang mudah terserang rasa panik berkat penyakit mentalnya, ditambah untuk hari ini keadaannya sedang sangat rawan untuk mendapat serangan.
Jimin yang tadi siang pingsan pun menjadi mengeluh sakit kepala beberapa kali, diputuskan untuk mengunjungi rumah sakit esok hari.
Adegan Taehyung yang kesakitan seperti sedang meregang nyawa memang sangat menakutkan. Tetapi Seokjin yakin anaknya akan baik-baik saja. Tidak lama, Taehyung pun tidak sesak lagi dan memutuskan untuk mengistirahatkan tubuhnya sejenak. Jungkook membereskan tabung oksigen portabel dan kembali mengurusi Taehyung.
"Jungkook, bisa kah kau mengurut pelan dada kirinya?" Pinta Seokjin. Setelah Taehyung kambuh, dianjurkan untuk mengurut pelan dada bagian kiri tepat daerah jantungnya berada agar membantu memperlancar peredaran darah yang sempat terganggu.
Jungkook menggeser pelan Taehyung agar bisa bersandar pada dadanya dan anak itu mulai mengurut pelan dada kiri hyungnya. Sesekali ringisan terdengar dari bibir yang biasa menampilkan senyuman kotak itu. Jungkook selalu membenci Taehyung yang kesakitan. Ia tidak ingin melihat hyung nya, pahlawannya, menderita.
Hari ini adalah hari yang berat bagi mereka semua. Seokjin hanya menghela nafas berat. "Temani aku melewati ini semua, Joonie."
"Jangan tinggalkan aku, Jinnie."
•••
5 September 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
I C A R U S ✔
FanficSudah biasa dengan kamera, media, dan gelimang harta. Pasangan pemilik salah satu agensi terbesar di California- Kim Namjoon, dengan supermodel papan atas- Kim Seokjin, selalu menghiasi layar kaca dan dunia maya. Bukan hal mudah membesarkan 5 anak a...