Chapter 9

101 10 0
                                        

Utamakan membaca Al-Qur'an...
.
.
.

"Aca?"

"Eh Kagetttt...," latah Aca sambil mengelus dadanya, "Hehe, iya Ka?" sahut Aca.

"Kamu ngapain?" tanya Rafli.

"Lagi ngecek kerjaan anak-anak nih," jawab Aca yang kembali memeriksa buku-buku di hadapannya.

Rafli hanya ber oh ria. Lalu ia duduk berhadapan dengan Aca. Aca melirik sekilas, sebenarnya ia merasa risih. Mereka hanya berdua di ruangan kelas bimbingan Aca. Ya, Aca baru selesai mengajar TPA(Tempat Pendidikan Anak).

Benar ya, Iman itu naik turun. Rafli berusaha menahan tangannya yang ingin menyentuh kulit Aca. Dan tadi jua, ia sudah berusaha untuk tidak menemui Aca di ruangan ini. Karna ia tahu, mereka akan berduaan. Tapi, mau bagaimana lagi, kalau sudah terkena bisikan syathon yang terkutuk ituuuuh!

Suasana hening. Seperti kuburan kompleks, ehehe. Oke. Suasana hening. Mereka berdua saling diam dan Aca masih sibuk dengan buku-buku itu.

"Hmmm ... Ka, duluan ya. Aca mau periksa di rumah aja. Assalamu'alaikum," pamit Aca yang sudah tak tahan berduaan. Sepi pula!

"Eh ... Iya...," jeda Rafli, "Aca! Tunggu...," panggil Rafli lagi.

Aca memberhentikan langkahnya yang sudah di depan pintu.

"Aca, saya mau bicara sama kamu...,"

"Iya? Bicara apa?" tanya Aca, bingung melihat Rafli tiba-tiba jadi seperti gugup begitu.

"Eh ... Gak jadi deh, hehe. Ya udah saya juga mau pulang. Hati-hati ya di jalan. Saya duluan, Assalamu'alaikum," pamit Rafli gugup.

"Eh? Iya Ka. Wa'alaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh" jawab Aca yang masih bingung.

"Haadddduuuhhh, kenapa selalu gugup sih kalo deket dia...," gumam Rafli, "Gitu mau ke orang tuanya! Sama orangnya aja gugup. Apalagi minta ke orang tuanya ... Hedehhhh," omel Rafli pada diri sendiri.

💚💚💚

"Umi ... Abi ... Rafli mau ngomong...," ucap Rafli ketika duduk berhadapan di sofa ruang tamu.

"Ngomong ya tinggal ngomong ... Tumben-tumbenan izin dulu. Biasanya juga langsung cerocos sampe keluar tuh air hujan dari mulut." sahut Abi Rafli cepat.

"Hehe, Umi ... Abi kok kaya emak-emak lambe turah ya? Hehe, panjang amat kalo ngomong," canda Rafli dengan terkekeh.

"Heh? Kamu! Beraninya bilangin Abi kaya emak-emak lambe turah! Sini kamu...," sahut Farhan sambil menjewer telinga Rafli.

"Aawww, aww ... Ampun Bi ... Ampun"

"Eh, eh ... Ini kenapa jadi ribut siiihhhh?" ucap Laras -umi Rafli- menegahi, "Abi ... Udah, kasihan itu telinganya putus nanti ... Aduuuh, nanti dia gak bisa denger...," lanjut Laras.

"Dia bilangin Abi emak-emak lambe turah Mi! Harus dikasih hukaman ini," adu Farhan pada Laras.

"Udah lepas dulu! Kamu juga Rafli. Gak boleh tau bilangin Abi kaya gitu. Ntar tuh mulut mau Umi jahit!"

"Tuh ... Dengerin!" ucap Farhan.

"Hehe, iya maaf Umi, Abi. Sshsshhhh...," jawab Rafli yang masih kesakitan habis dijewer telinganya.

"Halaahh, lebay kamu!" celetuk Farhan.

"Abi...," tegur Laras, "Heran deh lihat kelakuan kalian seperti ini. Kalau ketemu pasti sudah kaya kucing sama tikus. Kerjaannya beranteeeeeemmm terus. Gak ketemu nyariin. Haaaiiisshhh" lanjut Laras yang gemas melihat kelakuan orang-orang terintanya itu.

Jodoh Cerminan DiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang