Chapter 15

71 3 0
                                    

Utamakan membaca Al-Qur'an...
.
.
.

"Udah ah, jangan nangis. Malu udah tua juga," ucap Aisyah terkekeh sambil menyapu jejak air mata Aca.

"Iiihh, Ibu. Aca belum tua ya," tukas Aca tak terima sambil memonyongkan bibirnya.

"Haha, iya iya. Percaya Ibu. Oh iya, nanti diomongin aja secara baik-baik ya? Biar Ibu yang ngomong sama Abah nanti, kalo Abah udah pulang," ucap Aisyah mengingatkan.

"Iya, Bu. Makasih ya Bu. Ibu bisa ngertiin Aca. Sekali lagi, Bu. Aca minta maaf," ucap Aca yang matanya kembali berkaca-kaca.

"Iya. Udah ah jangan nangis lagi ... Oh iya? Siapa laki-laki yang sudah memikat hati Aca?" tanya Aisyah saat sadar jika Aca sudah jatuh cinta pada seorang laki-laki.

Aca tertunduk malu. Pasalnya, baru kali ini ia bercerita tentang laki-laki ke Aisyah.

"Hmmm ... Namanya Akmal, Bu. Dia lebih muda dari Aca 3 tahun ... Dia sekarang pesantren di daerah Jawa katanya, Bu" ucap Aca hati-hati. Ia takut jika Aisyah tahu, laki-laki yang ia cinta dan suka lebih muda darinya.

"Bagus dong. Alhamdulillah ... Akhirnya gadis nya Ibu jatuh Cinta. Siapa tadi namanya? Akmal? Waaahh, semoga kalian berjodoh, Mba," ucap Aisyah tersenyum menggoda.

Aca ternganga. Ini diluar perkiraannya. Ia kira Aisyah tak suka jika ia mencintai laki-laki lebih muda darinya.

"Bu? Ibu gak marah," tanya Aca ketika kesadarannya terkumpul.

"Hah? Marah? Untuk apa Ibu marah?... Aneh-aneh aja kamu ini Mba," tanya Aisyah heran dengan pertanyaan gadis nya ini.

"Itu ... Ibu gak marah kalo Aca cinta nya sama laki-laki yang lebih muda dari Aca?" tanya Aca.

"Hah? Hahaha, ngapain Ibu harus marah? Apa hubungannya sama umur laki-laki yang lebih muda dari Aca? Gak ada sayang!" jawab Aisyah tertawa kecil.

"Jadi beneran Ibu gak marah?" tanya Aca kembali, ia masih belum percaya.

"Astaghfirullah ... Iya Aca. Ibu gak akan marah. Asal Aca bisa menjaga hati Aca. Cinta itu fitrah sayang. Cinta itu suci, tidak ada yang salah dengan namanya cinta. Asalkan kita mampu meletakkannya dengan cara yang benar dan diridhoi oleh Allah, serta timbul dalam rangka untuk dan karena Allah. Maka cinta itu boleh-boleh saja," ucap Aisyah lembut.

Aca memeluk Aisyah kembali, "Makasih, Bu. In Shaa Allah, Aca mencintainya karena Allah. Jika ia bukan jodoh Aca. In Shaa Allah Aca ikhlas. Allah pasti beri Aca yang lebih baik lagi, kan, Bu?" tanya Aca saat ia menguraikan pelukannya pada Aisyah.

"Iya sayang. Aamiin. Tapi, semoga aja Aca sama Akmal berjodoh. Ibu bantu do'a yaaaa," ucap Aisyah menggoda.

Aca pun tersenyum malu-malu onyet dan mengangguk. Lega. Akhirnya, ia bisa menceritakan semuanya pada Ibu nya! Sudah lama sekali ia ingin bercerita. Tapi belum ada waktu yang tepat.

"Astaghfirullah ... Ca? Kita udah berapa lama ngobrol?" tanya Aisyah panik.

"Hah? Gak tau, Bu. Emang kenapa?" tanya Aca yang ikut-ikutan panik.

"Ibu belum mandi. Terus itu juga, kue nya belum diopen. Adduuuhhh ... Kamu sih, ngajak Ibu ngobrol," ucap Aisyah sambil lari ke arah openan.

"Lah? Kan Ibu yang minta Aca ngomong. Kok Aca sih yang disalahin...," ucap Aca tak terima. Ia mengikuti Aisyah, dan mengambil alih, "Biar Aca aja yang jaga in kue nya, Bu. Ibu mandi dulu sana. Bau tuh. Pantes aja pas Aca peluk Ibu kaya ada bau-bau gimanaaa gituh," ucap Aca meledek.

"Wah wah wah. Kamu ngejek Ibu? Enak aja, Ibu bau. Biarpun Ibu gak mandi satu tahun pun Ibu tetep harum ya," ucap Aisyah percaya dirinya.

"Iiihhh. Percaya diri banget sih, Bu. Ibu jorok deh gak mandi satu tahunan. Nanti Abah cari lagi gimana hayo," ucap Aca sambil menaik turunkan alisnya.

Jodoh Cerminan DiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang