Nirwana seumpama puncak, atau akhir bila kau tak ingin sekata. Aku masih berjalan, menempuh kabut tak bertemu terang. Tunggu aku disana cahaya, kaki ku semakin mendekat menuju adamu.
Bila tak ingin kembali, maka jangan kembali. Bila terus terluka, maka lepas lah pergi. Hati bukan permainan komedi putar, bisa kau sudahi saat telah enggan.
Dia bukan mahasiswa biasa, atau sebutlah si donatur kampus karena hobinya terus menyumbang iuran bangunan tak berujung wisuda. Dia murid pintar tapi memang kelakuan manusia tak bisa dikira.
"Seulgi?"
"Eh, Hyun."
"Ya Allah, baru masuk Lo?"
"Hehehe, maklum gue mencutikan diri dulu."
"Halah, laga Lo! Baru pindah kampus juga."
"Iya dong, wajib sombong!"Dua insan berlanjut bincang, setelah bertegur sapa.
Perempuan yang tengah duduk di kursi ujung sebelah kanan baris ketiga, namanya Seulgi. Ia berkacamata, sesekali, jika mata minusnya sudah kambuh dan tak bisa mengenali tulisan atau bisa jadi sesama manusia.
Seulgi baru pindah sebulan ke kampus ini, masuk semester yang sama dengan Baekhyun. Dia sekelas pula dengan Soojung, kawan selama sekolah menengah pertama.
"Lo jangan sering bolos, kita harus lulus bareng."
"Kali-kali."
"Mata Lo! Kali-kali."
"Hehehe iya maaf."
"Soojung kalau ngajarin yang gak bener skip aja."
"Siap komandan!"Bisa dimaklum jika mereka akrab, tiga sekawan sudah berjumpa sejak memulai puber bersama. Masa culun, lebay dan kalau manusia memiliki tombol melupakan memori untuk selamanya maka sudahlah hal itu akan masuk ke dalam list.
Seulgi masih saja sibuk berkutat dengan buku note yang ia selalu bawa akhir-akhir ini. Menulis kan tinta dari pena, tanpa ingin memberi tahu siapa pun.
Mahasiswa lagi-lagi mulai meriuh memenuhi kelas, termasuk Soojung yang datang dengan wajah kantuknya. Seulgi lantas menutup buku seraya dengan kehadiran Bu Irma, dosen sistem komunikasi Indonesia.
Pintu sudah tertutup, ia mulai mengeluarkan buku binder khas mahasiswa yang hobinya mencampur catatan kuliah.
Kegiatan perkuliahan pun dimulai.
Tok
"Maaf Bu, saya masih boleh masuk?" kata seorang lelaki diambang pintu, wajahnya baru saja dibuka setelah melepas kupluk hoodie berwarna hitam.
"Sudah jam berapa ini?" jawab Irma, melirik arlojinya.
Ah, iya sudah hampir setengah jam berlalu.
"Jam 07.30 Bu."
"Lalu? Berapa menit minimal telat di kelas saya?"
"15 menit Bu."
"Sudah paham? tolong tunggu diluar."
"Baik Bu, terimakasih."Seulgi melirik iba namun juga ngeri, kadang kala manusia tertiban sial, tak ada yang tahu jika ia juga bisa jadi ada di posisi serupa.
Pintu kembali ditutup dan perkuliahan berlanjut.
Koridor masih sepi, mahasiswa jika tak dikelas maka tidur di kostan. Sepagi ini hanya segelintir kelas yang mendapat jadwal sial.
Wendy menggerutu malas, begitu dosen berkabar tak hadir dengan mendadak. Lalu? Apa iya sebaiknya pulang? Kembali merebahkan diri? Atau menunggu Sehun dan Kai datang lalu cabut bermain?
Pening rasanya.
Tak ada tujuan, pada akhirnya kantor sekretariat organisasi menjadi pilihan. Sudah sepakat dengan diri ia akan tidur hingga kedua sahabatnya datang, atau minimal hingga Soojung mengajaknya sarapan bersama.
Sudah pukul 9.15 waktunya pergantian kelas, bubar dan masuk.
Soojung mengetuk pintu sekretariat keras, wajah tak suka Wendy berganti menjadi pemadangannya.
"Lama banget sih, Lo!"
"Gue tidur, nyet!"
"Lagian, dibilang dosen Lo gak akan masuk gak percaya."
"Yaelah kita sekelas aja engga, sejurusan apalagi. Mana bisa gue percaya."
"Dosen Lo juga ngajar di kelas gue juga, sue!"
"Bilang dong kalau gitu."
"Tau anjir, gelap!"Seulgi masih asing, tak mengenal kampus atau seisinya. Hanya ada Soojung dan Baekhyun saja dalam lingkupnya.
Dia berdiri kikuk, tak berniat berkenalan atau mengenal siapapun yang ada dihadapan.
"Oh, kenalin temen gue dari SMP. Dia baru pindah kesini."
Tapi, Soojung tak pernah peka dengan segala keinginan Seulgi saat ini. Berat hati ia tersenyum.
"Halo gue Wendy,"
"Seulgi,"
"Lo anak pindahan?"
"Iya, dari Bandung."
"Ohh, adem tuh Bandung."
"Mm, ya lumayan."
"Kenapa pindah?"
"Cari suasana baru aja."
"Padahal mau semester akhir loh."
"Gak apa-apa, gue tetep ngejar ketinggalan gue kok."
"Wih semangat, mantap tuh."
"Hehehe engga biasa aja,"
"Yaudah ayo kita makan,"
"Ayo kalau gitu,"
"Iyah ayo."Di kantin, mereka duduk pada meja yang telah dipilih Soojung dengan perhitungan matang. Entahlah, meski tak begitu penting tapi tadi Seulgi tak keberatan di suruh menunggu.
"Jung, Hyun kapan kelar poopnya?"
"Gak usah ditungguin! Entar juga nyusul sendiri dia."
"Gue mau balikin headset lupa."
"Anjir, lupa Lo berapa lama coba."
"Iya, di kelas gue juga lupa."
"Yaudah entar aja lah."
"Kalian mau pesen apa?"
"Gue lontong kari sama teh anget, Gi Lo mau apa?"
"Samain aja,"
"Yaudah kalau gitu gue pesen dulu ya,"
"Oke makasih Wen."
"Sipp!"
"Jung,"
"Kenapa Gi? Manggil mulu dari tadi."
"Mau nanya,"
"Apaan?"
"Cowok yang telat tadi namanya siapa?"
"Kelas kita?"
"Lah, emang ada lagi?"
"Oh si Chanyeol, dia mah emang begitu. Suka telat."
"Kenapa?"
"Ya mana gue tau."
"Btw,"
"Apaaa."
"Chanyeol ganteng Jung,"
"Mm? Bisa-bisanya anjir."NOTED
Ini apa? Ini apa? Ini apa? Baca aja guys, selage bisa hehe
to be continued ...
KAMU SEDANG MEMBACA
FLAVA
Non-Fiction𝙨𝙩𝙖𝙩𝙪𝙨 : 𝙛𝙞𝙣𝙞𝙨𝙝 Banyak orang bilang menjalin persahabatan dengan lawan jenis hanya mitos belaka, kalau tak si lelaki yang menaruh hati maka si wanita lah yang jatuh hati. Namun bukankah romansa di antara persahabatan membuat dilema keada...