Cahayanya redup, walau tetap bersinar
"Lo tau kan Ayeon?
"Ayeon?"
"Temen SMP kita,"
"Oh iya iya gue inget."
"Sama yang cantik aja gercep,"
"Tumben Lo nanyain dia, ada apa?"
"Gue denger dia lagi di sidang,"
"Ha??? Setau gue dia anaknya alim, lagian dia juga pernah bantuin gue waktu gue kena kasus fitnah itu."
"Bener sih, cuman kan manusia gak ada yang tau."
"Maksud Lo?"
"Dia nyuri duit perusahaan 20 juta,"
"Nyuri? Korupsi gitu?"
"Bukan, emang nyuri, ini bukan kiasan."
"Kok bisa?"
"Gosip sih bilang dia butuh buat perawatan neneknya di rumah sakit, perusahaan gak mau ngasih pinjem duit. Dia marah kali ya? Jadi dia balas dendam? Tapi emang bener-bener gak sesuai sama wajahnya yang polos. Gak nyangka gue."Kai terdiam, merenungkan kejadian lalu saat di bangku SMP. Di pikiran Kai, Ayeon adalah gadis manis dengan senyum indah yang selalu ramah dan pernah sekali menyelamatkannya dari kata drop out. Setelah lulus SMP dan melanjutkan pendidikan, Kai sendiri tak lagi berhubungan dengan Ayeon karena kesibukan mereka di bangku SMA. Hingga masuk dunia perkuliahan, takdir kembali mempertemukan mereka saat Kai mengunjungi kafe dekat kampus dan Ayeon menjadi pegawai di sana.
"Kafe maksud Lo? Duit kafe tempat dia kerja?"
"Eh, iya iya, kafe. Kok Lo tau?"
"Gue kadang ketemu dia di kafe deket kampus, tapi dia kayaknya gak ngenalin gue kita cuman saling senyum doang gak pernah tegur sapa."
"Anjir, kan dia pernah nolongin Lo, kok dibiarin sih dia gak ngenalin Lo?"
"Gue pikir dia juga pasti udah lupa, udah lama banget."
"Ya, intinya dia bakal dipenjara. Lo tau sendiri kalau gak sanggup bayar pengacara modelan pengacara kayak apa yang bakal dikasih sama negara? Gue kasihan juga sama dia meskipun tetep gak nyangka."Reuni teman SMP di salah satu restoran, berkahir dengan Kai yang penasaran akan kondisi Ayeon. Sudah berhutang Budi kemudian jadi tak tahu diri, maka cukup lah untuk membuat rasa bersalah hinggap.
Esok hari selepas kuliah Kai berkunjung ke kafe, sekedar bertanya mengenai Ayeon. Katanya, gadis itu sudah menjadi tahanan karena sidang. Tak lama, Kai segera bergegas ke pengadilan.
Usai mengurus izin ini dan itu, Kai dipersilakan bertemu Ayeon.
Tetapi memang dasar mereka bukan teman akrab, Ayeon kebingungan dengan kunjungan yang Kai lakukan.
"Kamu inget aku?"
"Um, kamu yang suka datang ke kafe? Mahasiswa kan?"
"Udah aku duga, kamu gak inget."
"Memang kita kenal, ya?"
"Aku Kai, temen SMP kamu. Dulu kamu pernah bantu aku, waktu aku kena masalah dan hampir di drop out."
"Ohhhhh iyaaa, aku inget. Tapi, ada apa ya? Apa aku kena masalah lagi? Apa aku bikin kamu rugi?"
"Enggak kok, enggak. Justru aku mau bantu kamu."
"Ha? Kenapa? Tapi maaf, aku bahkan lupa sama kamu jadi aku gak paham sama niat kamu buat bantu."
"Anggap aja, sekarang waktunya aku buat balas budi. Waktu itu kondisi aku gak kalah seremnya sama kondisi kamu sekarang, tapi kamu tetep bantuin aku. Jadi, ini kesempatan buat aku, tolong kamu terima ya."
"Um, memang kamu mau bantu aku kayak gimana?"
"Pertama aku kenal pengacara handal yang bisa ngatasin kasus kamu, aku harap kamu bebas. Aku juga udah denger tentang nenek kamu, kalau pun memang di hukum aku harap kamu cuman jadi tahanan kota. Tapi aku bener-bener berharap kamu bebas."
"Aku... aku gak yakin aku bakal bebas. Aku udah nyerahin uang 20 Juta itu, tapi aku tetep dituntut dengan tuduhan lain, Pak Bos gak akan ngelepasin aku. Satu hal, aku cuman butuh satu hal.""Apa? Tuduhan lain?" Kai seperti tengah mencerna sesuatu, "Um, oke, oke. Apa yang kamu butuhin?"
"Tolong rawat nenek selama aku gak ada. Tolong titip nenek di Panti Jompo, seengaknya di sana bakal ada yang ngerawat nenek. Cuman selama aku ada di penjara."
Lagi-lagi Kai terdiam, melihat Ayeon dengan wajah lugu dan permintaannya membuat Kai yakin tak mungkin Ayeon melakukan pencurian dengan sengaja.
"Kamu nyuri uang itu buat nenek kamu?"
"Eh?"
"Orang-orang gak tau kamu disidang karena tuduhan lain, atau meskipun kamu udah ngembaliin uangnya tetep aja mereka bilang kamu nyuri buat nenek dan dituntut."
"Aku gak peduli pendapat orang-orang, apa yang kamu tau juga gak sepenuhnya salah. Aku cuman khawatir sama nenek, sidang gak akan sebentar, aku gak ada di rumah dan aku keancam dipenjara jadi kalau kamu mau bantu tolong bantu nenek. Itu udah lebih cukup."
"Aku bakal bantu kamu, sampai akhir."
"Makasih,"Senyuman Kai menjadi penanda obrolan mereka saat itu tak lagi ringan dan berubah serius, Ayeon tak memiliki banyak waktu, ia bercerita kilas mengenai apa yang terjadi. Kadang kala, hidup memang berjalan tak adil, orang seperti Ayeon akan selalu susah karena sistem yang dibuat manusia timpang dengan mereka yang sudah menjalani kehidupan mudah dan semakin diuntungkan.
Hari berlalu, Kai memberi bantuan pengacara keluarganya untuk Ayeon pun telah disetujui orang tua. Nenek Ayeon juga mendapat perawatan yang baik di panti jompo pilihan Kai, semua telah sesuai rencana kecuali satu hal; putusan hakim akan nasib Ayeon.
Di taman kampus, orang-orang masih memenuhi halaman itu dengan berbagai aktifitas. Tak terkecuali Seulgi dan Chanyeol yang sedang mengerjakan tugas.
"Selamat ya," Ucap Seulgi, dengan senyuman manis khas miliknya.
"Berkat Lo Gi,"
"Enggak kok emang Lonya aja pinter,"Chanyeol balas tersenyum, dia tak menyangka akan berhasil mendapat beasiswa. Jika bukan karena bantuan Seulgi, maka sudah pasti saat ini ia telah menjadi pengangguran.
Sejak Ayeon dituntut dengan tuduhan lain, Chanyeol memilih resign. Baginya sikap Pak Bos terlalu tak adil, meski uang sudah diserahkan tetap saja Ayeon disusahkan. Seperti rugi dua kali.
Tak ada yang bisa Chanyeol perbuat selain dukungan moral dengan mengunjungi Ayeon di waktu senggang. Kabar baik lain datang saat Ayeon bilang temannya membantu memberi fasilitas pengacara dan menolong sang nenek. Chanyeol pikir hal tersebut sangat patut disyukuri, kadang juga di sela waktu kuliah lelaki itu akan berkunjung ke panti jompo untuk melihat dan memastikan kondisi nenek Ayeon. Harapannya hanya satu, Ayeon segera bebas.
"Soojung sama Baekhyun gak akan ikut nugas?"
"Mau kok, nanti juga mereka ke sini."
"Gue kalau ngeliat kalian, kayaknya deket banget udah mirip perangko."
"Kita semua temenan dari SMP, wajar sih menurut gue."
"Lo sama Soojung sama Baekhyun satu SMP gitu?"
"Iyah, Baekhyun dari Bandung, sedangkan Soojung dulu ayahnya lagi tugas di Bandung jadi kita semua ketemu."
"Punya temen itu kebahagiaan gak sih?"
"Setuju, apalagi kalau mereka ngertiin Lo dan setia. Kayak Soojung misalnya, dia loyal banget dan super perhatian, gue kadang ngerasa dia kayak keluarga. Baekhyun juga, cuman cara mereka ngetreat beda."
"Um, Soojung keliatan sih. Dia itu ramah banget dan suka nolongin, padahal orang asing dan gak kenal, gue ngerasain. Jadi gue bisa bayangin perlakuan dia ke Lo. Baekhyun banyak bercanda, dia lucu."
"Mereka semua salah satu kehidupan gue, sumber kebahagiaan gue. Kayak Lo care sama Ayeon, gue juga ke mereka perasaanya sama lah, mirip-mirip."Tiba-tiba saja Chanyeol merasa gemas, ia mengusap kepala Seulgi pelan.
"Iya-iya." tandas Chanyeol, kemudian mengerjakan tugas kembali.
to be continued ...
KAMU SEDANG MEMBACA
FLAVA
Non-Fiction𝙨𝙩𝙖𝙩𝙪𝙨 : 𝙛𝙞𝙣𝙞𝙨𝙝 Banyak orang bilang menjalin persahabatan dengan lawan jenis hanya mitos belaka, kalau tak si lelaki yang menaruh hati maka si wanita lah yang jatuh hati. Namun bukankah romansa di antara persahabatan membuat dilema keada...