Mengembalikan yang hilang
Mereka melarikan diri. Suasana malam di dekat pantai sangat sepi terutama saat menyadari rumah warga mungkin masih cukup jauh.
Dugaan Seulgi benar.
Gian tak benar-benar memilih persembunyian di tengah pemukiman, lebih tepatnya itu adalah tempat tak terpakai di atas ketinggian laut.
Tak ada perahu kayu dan jaring yang di simpan oleh penduduk lokal, menampakkan keheningan dan suasana sepi, kondisi ini membuat mereka hanya memiliki dua pilihan; menunggu matahari terbit lalu jika beruntung warga akan datang menyelamatkan atau berlari sejauh mungkin untuk mencapai pemukiman? Namun, memilih diam artinya memberi kesempatan pada Gian untuk kembali menangkap mereka tapi melanjutkan perjalanan pun akan berdampak buruk bagi kondisi Wendy yang belum pulih sepenuhnya.
Sisi sebelah kanan gudang adalah laut dan sisi sebelah kirinya adalah hutan. Jika berjalan ke Utara atau selatan mungkin akan menemukan rumah warga tapi itu adalah area terbuka yang membuat Gian bisa menemukan mereka dengan leluasa, Sehun dan Seulgi pada akhirnya memilih untuk masuk ke dalam hutan.
"Hun, aku nemuin keran, airnya nyala. Kita obatin luka Wendy," ucap Seulgi, menghampiri Sehun yang sedang duduk menahan tubuh lemas Wendy.
"Kita butuh 20 menit buat ngobatin luka Wendy di air mengalir, seengaknya itu bisa jadi pertolongan pertama."
Seulgi mengangguk, ia tahu walau luka bakar Wendy tak menjalar ke semua bagian tangan tapi beberapa garis sisa terpaan tongkat besi panas membuatnya tetap bergidik ngeri. Ia pun sekarang mengerti, mengapa jeritan Wendy saat itu menyirat pilu dan rasa sakit.
Sehun membawa tubuh Wendy dalam pangkuan, lalu meletakan tangan gadis itu perlahan di bawah air mengalir.
Sebuah kain yang Seulgi sobek dari baju miliknya dijadikan penghalau teriakan Wendy agar tak mengundang siapapun untuk datang, meski Wendy tak benar-benar sadar saat luka ditangannya mendapat pertolongan.
Setelah 20 menit berlalu, Wendy masih memejamkan mata karena lemas. Ia duduk bersandar pada Sehun, sementara Seulgi memperhatikan sekitar.
"Kalau ada WC umum kayak tadi, harusnya pemukiman udah gak jauh Hun. Lagian, tempat ini juga sebenernya pasti masih di deket kota karena pantainya terjamah manusia."
"Kamu bener. Beruntung banget tadi kita nemuin keran air, mungkin kalau pagi warga bakal nyuci di sini."
"Iyah. Apa kita mau nunggu warga datang aja? Tapi aku khawatir Gian berhasil keluar dari tempat itu."
"Aku bisa kok gendong Wendy, kalau kita jalan mungkin kita bisa sampe di pemukiman nanti subuh."
"Tubuh kamu gimana? Gak masalah emang?"
"Kadang kala gak banyak pilihan yang tersisa. Hal yang paling penting sekarang adalah kita semua harus selamat."
"Coba kalau HP kita gak diambil mereka, aku pasti bisa ngabarin yang lain."
"Gak apa-apa Gi, mungkin udah jalannya kita harus kayak gini."
"Aku rasa polisi udah ngasih tau keluarga kita. Apalagi aku gak pamit sama Kaka, Ji-Sung juga pasti khawatir banget."
"Um, sama. Saena juga pasti bingung kalau ditanya ibu. Oh, Kai, Baekhyun, Soojung pun aku rasa nyariin kita. Kamu tau sendiri kan kalau chat di grup atau personal gak dibales itu bikin khawatir? Apalagi Kai, tau aku sama Wendy tiba-tiba ilang gak bisa dihubungi dia bakal nyari."
"Kamu bener. Aku bahkan gak sempet ngabarin Baekhyun sama Soojung, chat mereka di grup juga belum aku bales. Aku panik banget waktu liat Wendy diculik gak kepikiran bales chat apalagi minta tolong."
"Mungkin karena kita parno mikirin nasib Wendy. Aku harap polisi bakal lebih cepat gerak dibanding Gian."
"Aku juga, yang paling penting Wendy harus segera dapat pertolongan, kasian dia. Gian biadab banget."
"Dia emang gak punya otak, gak punya hati. Hukuman yang bakal dia dapet bisa bertahun-tahun. Aku harap dia ngebusuk di penjara."
"Ya, aku gak mau maafin dia. Perlakuan dia sama Wendy, bener-bener..."
KAMU SEDANG MEMBACA
FLAVA
Non-Fiction𝙨𝙩𝙖𝙩𝙪𝙨 : 𝙛𝙞𝙣𝙞𝙨𝙝 Banyak orang bilang menjalin persahabatan dengan lawan jenis hanya mitos belaka, kalau tak si lelaki yang menaruh hati maka si wanita lah yang jatuh hati. Namun bukankah romansa di antara persahabatan membuat dilema keada...