LAILA - 11

5.9K 205 9
                                    

Laila menatap kesal pada Adnan yang kini tengah berlutut didepannya. Pandangannya amat menohok, membuat Adnan harus menelan salivanya beberapa kali. Adnan yakin bahwa hal yang ia hadapi tidak akan mudah.

"Jadi kamu ikut saya pulang, ya?" Tanya Adnan lembut sekali.

Laila mendengus, "Nggak! Kalau kamu mau pulang ya pulang aja sana!"

Laila berdiri, melangkah sebal hendak kembali ke kamarnya. Adnan mengusap wajahnya, lalu menarik pergelangan sang istri dan memaksa Laila kembali duduk ditempatnya. Adnan menautkan kelima jemari mereka, sementara jemari kirinya sibuk mengusap rambut Laila, sesekali Adnan menyampirkan anak rambut Laila kebelakang telinga gadis itu, agar Adnan bisa melihat dengan jelas wajah sang istri.

"Nggak bisa gitu, Lail. Kamu tanggung jawab saya" Bisik Adnan pelan.

Laila menggeleng keras, "Niat aku ikut kamu karena mau nonton konser! Kalau pulang sekarang mana bisa nonton konsernya!"

Benar sekali. Permasalahan mereka kini adalah Adnan yang tiba-tiba harus kembali ke Indonesia karena ada permasalahan internal perusahaan yang harus ia selesaikan sendiri. Sementara itu konser NCT 127 yang baru akan berlangsung nanti malam membuat Adnan harus membujuk Laila kembali ke Indonesia lebih awal dan membatalkan jadwalnya menonton konser.

"Iya, tapi ini mendesak Lail, masalah perusahaan saya" Bujuk Adnan lagi, pandangannya amat teduh, berusaha menyentuh batu di hati dan kepala Laila.

"Kalau kamu mau pulang duluan, silakan. Tapi aku mau nonton konsernya, aku udah nabung dari lama kak untuk ini" Seru Laila.

Adnan menutup matanya, membiarkan Laila meluapkan semua emosinya.

"Aku nggak pernah ngelarang kamu untuk balik, tapi kalau kamu ngajak aku, aku nggak mau! Kalau kamu mau ngunci rumah ini juga aku nggak masalah, aku bisa cari hotel! Lagian apa sih gunanya karyawan kamu yang banyak kalau masalah kecil aja kamu harus disana?" Lanjut Laila. Nafasnya tersengal karena ia berbicara tanpa jeda.

" Laila, ini bukan hal sepele seperti yang kamu bayangkan. Salah satu pabrik kertas kita kebakaran tadi malam, dan perusahaan mengalami kerugian yang cukup besar. Kami harus meeting, Laila" Jelas Adnan, tadinya ia tidak ingin membeberkan pada Laila hal mendesak apa itu, tapi sepertinya Laila harus mengetahuinya agar istrinya itu melunak.

Laila terdiam, ia menunduk dalam. Tautan jemari mereka Laila lepaskan. Ia menggenggam tangannya sendiri erat. Rasanya begitu kesal, kenapa pilihan seperti ini harus diberikan kepadanya.

Tanpa sadar, air mata Laila jatuh, ia terisak perlahan, hingga semakin lama isakan itu semakin jelas. Adnan yang menyadari istrinya menangis spontan merengkuh Laila. Memberikan Laila pundak untuk bersandar dan meluapkan semua emosinya.

Entah kenapa, semenjak menikah dengan Adnan, Laila berubah menjadi sosok gadis yang cengeng. Air matanya seolah diciptakan untuk jatuh didepan Adnan.

"Kamu pulang duluan aja, aku bisa sendiri" Lirih Laila. Ia masih belum mau mengalah.

Adnan diam, ia sibuk mengusap rambut Laila pelan sembari memberikan Laila pelukan terhangat. Ia mau Laila tenang dan memberikan jawaban terbaiknya.

"Saya nggak bisa dan nggak akan mungkin ninggalin kamu. Sekarang begini, kalau kamu tetap mau disini saya akan temani" Ujar Adnan.

"Perusahaan kakak?" Tanya Laila di sela tangisnya.

"Bisa saya urus nanti" Lanjut Adnan.

Laila termangu. Tangisnya berhenti, perlahan ia melepaskan pelukan Adnan padanya. Laila menunduk, lalu menghapus sisa air matanya sendiri.

LAILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang