LAILA-14

5.5K 216 7
                                    

Sekolah hari ini tidak begitu menyenangkan, Laila dan Nina masih saja diam-diaman sejak percakapan mereka tadi pagi. Beberapa anak kelas sibuk menanyakan, kenapa sahabat yang sangat dekat itu bisa tidak bertegur sapa seharian. Ini adalah catatan panjang Laila dan Nina tanpa pembicaraan, sebelumnya, jangankan seharian, satu jam saja pasti mereka tidak akan tahan.

Rafka juga tidak mengunjungi Laila seharian ini, ia tengah sibuk mempersiapkan pertandingan basket minggu depan. Laila menghela napasnya berat. Menikah dengan Adnan memang tidak merebut haknya untuk sekolah, tapi banyak sekali kebahagiaan kecil Laila yang terlewatkan, seperti Laila yang jarang latihan cheerleaders padahal dia adalah kapten.

Laila melirik Nina sekilas, bel sudah berdering nyaring, setelah ini adalah jadwal mereka latihan cheerleaders. Akan sangat mengganggu jika mereka masih diam seperti ini.

"Nin--

--La"

Ucap mereka bersamaan. Laila dan Nina saling berpandangan. Situasi ini sangat sulit, karena mereka belum pernah begini sebelumnya.

"Kita lupain aja ya, Nin?" Tanya Laila pelan. Kedua tangannya saling bertautan, jemarinya saling meremas karena gugup.

Nina menghela napasnya, "Nggak bisa dilupain gitu aja. Lo sahabat gue. Maafin gue yang kurang peka sama perasaan lo, ya?" Sahut Nina. Tangannya terulur kedepan untuk menepuk pelan pundak sahabatnya.

Mata Laila mulai panas, ia sadar bahwa sejak tadi ia sudah sangat keterlaluan pada Nina. Nina tidak bersalah, dan tidak seharusnya Laila meluapkan semua kekesalannya akan Adnan pagi ini pada Nina.

Laila sudah tidak tahan lagi menahan semua rasa bersalah yang menyelimuti hatinya, dengan gerakan cepat Laila menghambur ke pelukan Nina.

"Maafin gue, Nin. Gue nggak bermaksud nyalahin lo. Gue--

--Lo bener, La. Lo pantas buat bahagia. Tapi, caranya bukan kaya gini, kasih Adnan kesempatan"

Mendengar kata Adnan, Laila seketika menjadi kesal membayangkan ia akan sendirian malam ini. Laila melepas peluk antara ia dan Nina, hidungnya sudah memerah karena menangis dua kali hari ini. Tangannya bergerak kasar menghapus air matanya.

"Jangan bahas Adnan, ah, gue sebel" Sahut Laila dengan bibir mencebik.

"Kenapa lagi, sih? Sebenarnya kalian ini kan masih masuk kategori pengantin baru, belum lama loh pernikahannya" Jawab Nina lagi. Nina akan terus berusaha, masuk perlahan untuk menyadarkan sahabatnya.

"Dia sibuk banget, malam ini aja gue bakal ditinggal sama ibu yang bersihin apartemen" Laila mulai berdiri, pembicaraan ini harus segera diakhiri.

"Ya kan lo tau sendiri perusahaan dia baru dapat musibah"

"Ya tapi nggak gitu juga. Harusnya dia tau kalau gue nggak suka sendirian"

"Lah, emang lo mau diajak ke kantornya? Enggak kan? Gue tanya deh, setelah menikah lo pernah nggak nginjakin kaki ke kantornya Adnan?" Tanya Nina lagi. Alisnya naik sebelah menunggu jawaban sahabatnya itu.

Laila menatap Nina tajam, wajahnya bersungut-sungut tidak terima. Tapi tetap saja ia tidak bisa protes, karena yang Nina katakan adalah suatu kebenaran.

" Udah deh, Nin, lo mau latian apa enggak?" Tanya Laila. Ia bergegas meninggalkan Nina.

Nina menggeleng pelan, lalu mengikuti langkah sahabatnya itu menuju lapangan.

#####

"Satu! Dua! Satu! Dua! Tiga!"

Suara hitungan menggema ditengah sepi. Semua siswa sudah mulai menjauh meninggalkan tempat ini, membiarkan waktu menemani tempat ini agar tidak terlalu kesepian. Hanya sedikit siswa yang mau berbaik hati menemani tempat ini, tidak sepenuhnya menemani, karena mereka memiliki tujuan tersendiri. Seperti Rafka yang latihan basket karena ada perlombaan didepan mata atau seperti Laila yang latihan cheerleaders, selayaknya pula si kutu buku yang sebentar lagi ada olimpiade.

LAILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang