LAILA - 15

6.2K 267 13
                                    

Ayo kita buka tahun ini dengan sebuah kenyataan masa lalu. Perkara berdamai semua kembali lagi pada jiwa masing-masing. Apa kita mau terus terkukung atau memberanikan diri merengkuh yang terkenang.

######

Laila mematung, lidahnya kelu, kakinya terpaku, pikirannya sibuk berkecamuk memikirkan semua kemungkinan buruk yang berkelebat. Entah hal buruk apa yang terjadi saat ia tengah menikmati hari bersama Rafka. Sontak rasa bersalah langsung menyelimuti hati Laila.

"Ma--Maksud ibu?" Tanya Laila patah-patah setelah berhasil mengumpulkan nyawanya.

Ibu itu terlihat berpikir sebentar, "Aduh, Mbak iki kepiye, wong mertua ne sakit mbak malah nggak tau" Ujar Si Ibu sembari geleng-geleng kepala.

Deg.

Laila mematung ditempatnya.

"Maksud ibu apa?" Tanya Laila sekali lagi.

"Iya, tadi sore ayahnya Pak Adnan pingsan, lalu dibawa ke rumah sakit. Pak Adnan pulang nyari-nyari Mbak Laila, katanya dia sudah ke sekolah tapi Mbak nggak ada. Pak Adnan panik sekali, dia nelponin Mbak Laila tapi nggak aktip. Akhirnya Pak Adnan pergi sendiri ke rumah sakit" Tutur Ibu tersebut. Wajahnya tampak prihatin mengingat bagaimana gusarnya Adnan tadi.

"Rumah sakit mana, Bu?" Tanya Laila, ia hendak menyusul Adnan.

"Kata Pak Adnan kalau Mbak Laila pulang ke bawah aja, supir Mbak Laila sudah nunggu dibawah"

Laila berlari secepat yang ia bisa. Ia hanya kembali ke kamar untuk mengambil tasnya. Bahkan seragam sekolahnya masih terpasang rapi.

Laila tidak bisa memikirkan apapun. Selain rasa.

######

Laila berdiri didepan ruang rawat inap dengan cemas. Tangannya masih bingung hendak masuk atau hanya akan menunggu diluar. Dari jendela kecil yang ada di pintu terlihat jelas punggung Adnan yang terlihat sangat lelah. Jemarinya menggenggam erat jemari seorang pria yang kini terbaring dengan mata tertutup disebuah ranjang. Meski terpaut usia cukup jauh, tapi wajah pria itu mirip sekali dengan Adnan.

Laila memberanikan dirinya. Klek.

Laila berjalan pelan, bahkan seperti orang yang mengendap-endap. Dia bukan hendak mencuri apalagi melakukan hal buruk lainnya, tapi nalurinya tetap saja menyuruhnya untuk mengendap-endap.

"Ngapain kamu kesini?"

Laila mematung. Dingin. Suara dingin ini seperti mampu membuat Laila beku ditempat.

"Ka--"

"Masih punya hati kamu, Lail?" Adnan memotong ucapan Laila.

Maafkan aku, Lail. Tapi saya sangat tidak ingin mendengar penjelasanmu, yang aku tau pasti hanya dipenuhi kebohongan.

"Bahkan kamu baru pulang malam begini disaat ayah saya terbaring sakit" Lirih Adnan. Ia kehilangan akal menghadapi Laila. Hatinya ingin sekali bertahan, tapi fisiknya sudah lelah. Ia lelah menangis dalam diam, terisak malam-malam, dan mencintai begitu dalam.

"Pergi" Sambung Adnan cepat. Ia tidak ingin pertahanannya runtuh. Cukup sudah ayahnya yang terbaring kini membuat hatinya hancur, tidak lagi penuturan Laila yang jauh lebih menyakitkan.

LAILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang