Nina menghela nafasnya pelan. Ia menatap sayu kearah Rafka yang kini terbaring lemah dengan wajah penuh luka dan lebam. Bukan hanya itu, tulang hidung laki-laki itu bahkan patah.
"Dasar sinting!" Desis Nina sembari menatap tajam Rafka.
Tak berselang lama, Rafka perlahan membuka matanya. Ia meringis, tubuhnya terasa remuk, bahkan untuk membuka matanya saja terasa ngilu.
"Akhirnya lo bangun juga!" Seru Nina sembari mendekat kearah Rafka.
Rafka menatap sekelilingnya. Mencoba mengenali ruangan ini, "Gue dimana?"
"Menurut lo dimana, hah? Setelah dihajar babak belur gini pilihan lo cuma dua. Kalau nggak kuburan ya rumah sakit" Sarkas Nina.
Rafka melengos, mengabaikan Nina yang sudah menatapnya marah.
"Heh! Gue capek ya nungguin lo disini! Terima kasih kek!" Amuk Nina lalu memukul kaki Rafka kuat.
Rafka terlonjak kaget, meringis sakit karena Nina tidak punya hati memukulnya sekuat tenaga.
"Makasih" Sahut Rafka singkat.
"Ya udah gue mau pulang. Lo bisa balik besok kata dokter" Balas Nina lalu menyandang tasnya.
"Oh iya satu lagi, kwitansi pembayaran rumah sakit lo ada di meja, jangan lupa transfer ke rekening gue" Sambung Nina sembari bersiap untuk pulang.
Rafka berdecak, lalu meraih kwitansi di meja sebelahnya, "Anjir 4 juta?!" Rafka meringis, sudut bibirnya sakit karena ia berbicara.
Nina yang sudah memegang gagang pintu berbalik arah, lalu berdiri didepan Rafka dengan tangan dilipat didepan dada, "Protes lagi lo ya! Kalau nggak ada gue lo udah mati sekarang nggak ada yang nolongin"
"Tapi kenapa gitu lo harus masukin gue ke suite room?" Sahut Rafka tidak terima. Uang tabungannya akan berkurang karena ini.
"Suka-suka gue. Lagian bokap lo kan kaya" Balas Nina sembari memutar bola matanya jengah.
"Apa wajah gue sekarang keliatan wajah anak yang mau ngadu ke bokapnya?" Sindir Rafka.
Nina mematung, "Lo nggak bakal ngomong ke orang tua lo?"
"Menurut lo gue harus ngejelasin gimana kalau orang tua gue tanya penyebabnya?" Sarkas Rafka.
"Bilang aja lo sinting karna terlalu bucin!" Nina memukul kepala Rafka. Ia sangat kesal dengan perbuatan bodoh manusia didepannya ini.
"Anjir sakit!" Seru Rafka tidak terima.
Nina membulatkan matanya, "Apa lo bilang? Sakit? Iya? Makan ni sakit!" Nina berang, memukul Rafka bertubi-tubi hingga laki-laki itu memohon ampun.
"Nin, udah, Nin!" Pinta Rafka.
"Udah lo bilang? Gue ini capek harus ada diantar lo dan Laila!" Nina berteriak frustasi. Lalu terduduk dikursi sebelah ranjang Rafka dan menangis sejadi-jadinya.
Rafka mematung, tolong seseorang menjelaskan situasi macam apa ini. Bukannya seharusnya Rafka yang marah saat ini? Rafka yang menangis?
"Nin, lo kenapa?" Tanya Rafka pelan. Ia mencoba menyentuh tangan Nina.
Nina menghempaskan tangan Rafka kasar, "Gue benci banget sama Rafka yang sekarang!" Seru Nina. Matanya memerah dengan air mata menumpuk di pelupuk matanya, suaranya parau, anak rambutnya berantakan bercampur peluh dan air mata.
"Gue nggak suka lo kayak gini. Rafka nggak egois. Rafka pasti mau Laila bahagia" Lirih Nina.
"Kita itu temen, Ka. Sahabatan dari lama. Tolong lo jangan buat gue dan Laila kehilangan lo sebagai sahabat kita" Sambung Nina. Ia menatap manik Rafka, tepat pada maniknya, mamastikan Rafka mengerti dengan apa yang ia maksud.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAILA
RomanceMenikah muda, Mungkin sebagian orang pasti sangat menyenangkan. Terlebih lagi jika sudah dengan persiapan yang matang. Tapi.. Apa jadinya saat kamu di paksa menikah bahkan disaat kamu masih duduk di bangku sekolah? Terlebih lagi, laki-laki itu lebih...