CHAPTER 7

156 17 4
                                    

          Lila berdiri di depan sebuah pintu. Sudah lima menit berlalu, ia hanya berdiri memandangi pintu, Lila sedikit ragu untuk menekan belnya. Pertama kalinya ia mengunjungi rumah Brian, bahkan tanpa pemberitahuan. Kira-kira bagaimana reaksi Brian ketika melihatnya? Senang? Terkejut? Atau marah? Mungkin Brian tipe orang yang tidak suka menerima tamu. Mungkin seharusnya ia tidak kemari. Jangan bodoh Lila, dia bahkan sudah menciummu tanpa izin, lalu kenapa kau tidak boleh datang ke rumahnya tanpa pemberitahuan? Kau hanya ingin menjenguknya, bukan merampoknya, batin Lila mencoba menenangkan dan meyakinkan dirinya sendiri.

          Sambil menggigit bibir pertanda gugup, ia  menekan bell pintu rumah Brian. Pintu tidak juga terbuka setelah bell berbunyi untuk yang kelima kali. Karena pintu rumah tidak kunjung dibuka, Lila akhirnya memutuskan untuk kembali. Ia baru berbalik dan akan melangkah pergi, tiba-tiba pintu terbuka memperlihatkan sosok Brian dengan penampilan baru bangun tidurnya. Rambutnya yang acak-acakan, bulu-bulu tipis di wajahnya yang terlihat pucat dan matanya yang tidak terbuka sepenuhnya.
Brian mencoba membuka kelopak matanya sedikit dan melihat Lila yang sedang berdiri mematung di hadapanya, Ia terdiam sesaat sebelum akhirnya terkekeh pelan. Bagus Brian, sekarang ia bahkan berhasil masuk kedalam mimpimu, batin Brian.

          Brian menarik pelan tangan Lila untuk masuk kedalam rumahnya, menuntunnya ke ruang tamu dan duduk di sebuah sofa panjang, semua dilakukan dalam keadaan mata yang masih terpejam. Lila ikut duduk di sebelahnya tanpa sedikitpun perlawanan karena terlalu bingung dengan reaksi Brian yang tampak biasa saja dengan kedatangannya. Gadis itu tidak menyadari bahwa lelaki yang saat ini sedang duduk di sebelahnya masih berada dalam kondisi setengah sadar.

          “Brian kau sakit?” Tanya Lila dengan wajah khawatir.

          Brian tersenyum masih dengan  mata terpejamnya. Suaranya bahkan terdengar nyata di dalam mimpi, batinnya.

          Lila mengerutkan kening, pria di sebelahnya benar-benar terlihat tidak dalam kondisi yang sehat. Ia lalu mengulurkan tangannya untuk menyentuh dahi Brian dan terasa panas. Lila menghela napas, “tunggu disini aku akan menyiapkan makanan dan obat.”

          Lila segera beranjak dari sofa, namun lengannya tiba-tiba ditarik hingga Lila kembali duduk di sofa, memandang Brian dengan tatapan bingung “Jangan pergi, disini saja ya, temani aku, jangan pergi kemana-mana,” suara Brian terdengar serak masih dengan mata yang terpejam.

          Tanpa menunggu respon gadis itu, Brian sudah lebih dulu membaringkan kepalanya di paha Lila dengan tangannya yang masih menggenggam tangan Lila. Gadis itu seketika membeku. Wajahnya memerah dan detak jantungnya berdebar tidak karuan. Ia tidak berani bergerak dan hanya memandang wajah Brian.

          Suasana begitu hening, Lila bahkan sempat menahan napasnya beberapa saat sambil menahan dentuman keras di dadanya. Lila seakan terjebak di posisi tersebut hingga beberapa waktu. Perlahan suara napas Brian mulai teratur, ia segera tertidur di pangkuan Lila.

           Gadis itu menghembuskan napas lega, untuk sesaat tadi suasana terasa amat canggung bagi Lila. Ia tidak habis pikir melihat tingkah Brian yang tidak seperti biasanya, Brian terlihat manja seperti anak kecil.

La Douler Exquise (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang