Tiga puluh menit berlalu dan Lila masih setia berkutat dengan laptop di hadapannya. Pandangannya begitu fokus menatap ke layar laptop. Namun jemarinya tidak juga kunjung mengetik, pikirannya tidak dapat fokus mencari ide untuk konsep proyek baru yang sedang ia garap. Lila mulai stress, hal yang paling ia benci adalah tidak dapat menyelesaikan pekerjaanya dengan baik. Ia memejamkan mata, menghembuskan napas kasar, kesabarannya benar-benar sudah mendekati batasnya. Matanya yang terpejam kini terbuka dan kedua tangannya tiba-tiba memukul meja menimbulkan suara keras yang mengagetkan “Bisakah kalian berdua berhenti saling menatap dan menyebarkan aura-aura negatif yang mengganggu konsentrasiku?”
Dua sosok yang sedari tadi duduk saling berhadapan kaget melihat reaksi tiba-tiba dari Lila. Brian yang sedari tadi menatap Steve dengan tatapan mautnya, sampai terlonjak dari tempat duduknya dan langsung berpura-pura memperbaiki posisi duduknya. Steve yang terkesan cuek menyeruput kopinya sontak menumpahkan beberapa tetes kopi di kemeja putihnya. Seperti de ja vu, batin Steve sambil mengerutkan keningnya. Kedua lelaki tersebut memandang Lila dengan ekspresi ngeri. Lila terlihat begitu menakutkan ketika sedang marah.
Lila tidak tahu apa masalah kedua lelaki tersebut, mereka berdua sedari tadi saling melemparkan tatapan tajam yang mematikan. Awalnya Lila berusaha untuk tidak begitu peduli. Namun, keberadaan dua sosok lelaki tersebut membuat suasana menjadi semakin canggung, entah mengapa udara terasa begitu berat di sekitar Lila, membuat gadis itu tidak fokus pada apa yang sedang ia kerjakan dan berakhir dengan emosi yang memuncak di ubun-ubun. Padahal biasanya ia tidak mudah menunjukkan kemarahannya pada orang yang baru ia kenal. Lila baru beberapa kali bertemu dengan Steve, namun sudah berhasil mengagetkan pria itu dengan tiba-tiba memukul meja.
Brian dan Steve sendiri berusaha menjaga ekspresi wajah mereka agar tetap terlihat tenang dan datar. Yah meskipun itu sulit untuk dilakukan. Hanya mereka berdua yang tau alasan kenapa mereka berdua saling melempar tatapan mematikan.
Malam ketika Brian menceritakan kejadian saat ia menerima tamu dengan keadaan setengah sadar pada Steve diakhiri dengan Steve yang tertawa terpingkal-pingkal. Brian tidak dapat menerima sama sekali reaksi dari Steve. Ia menyalahkan Steve karena menurutnya kejadian memalukan ini tidak akan terjadi jika Steve mengabari dirinya terlebih dahulu mengenai kedatangan Lila.
Melihat Brian yang tidak terima dan menyalahkannya, Steve hanya mengangkat bahunya dan dengan santai berkata “Setidaknya kau bisa tidur di pahanya, bagaimana rasanya? Kau menikmatinya?”
Wajah Brian seketika memerah, ia lalu mengambil bantal sofa kemudian melemparnya dan sukses mendarat ke wajah Steve. Steve yang kaget dan tidak terima, kemudian bangkit dan membalas dengan memukul wajah Brian dengan bantal sofa yang tadi mendarat di wajahnya. Mereka berdua bergelut seperti bocah yang sedang berebut mainan hingga berguling-guling di lantai. Untungnya tidak ada yang melihat kejadian memalukan tersebut.
Lila kembali menghembuskan napas dengan kasar kemudian menutup laptopnya, dan kembali menatap dua sosok yang saat ini duduk di sebelah kanan dan kirinya secara bergantian. “Jadi, coba ceritakan ada apa dengan kalian berdua?”
“Tidak ada,” jawab kedua lelaki tersebut serempak dengan gaya yang berbeda. Brian terlihat salah tingkah sambil menggaruk-garuk hidungnya yang tidak gatal, sementara Steve terlihat tenang, membuang pandangannya ke arah lain sambil mengusap-usap lehernya.
Lila memutar kedua bola matanya dan mendengus kesal “Bagus sekali, silahkan melanjutkan acara saling menatap kalian sampai puas dan aku akan pergi.” Lila mulai memasukkan laptopnya ke dalam tas dengan cepat.
Brian melebarkan matanya tidak menduga akan reaksi Lila sontak langsung menahan tangan Lila sambil menggeleng “Mau kemana? Jangan pergi kemana-mana.”
KAMU SEDANG MEMBACA
La Douler Exquise (Completed)
RomanceMenyakitkan kehilangan orang yang kita cintai. Dan lebih menyakitkan mengetahui penyebabnya...