16

262 34 0
                                    

Sebenarnya aku tak memilih pergi, tapi kau sendiri yang membuatku pergi. Mendiamkanku saat mencintaimu, mengabaikanku saat merindukanmu - Minju.

A

pa kau tau rasanya ketika sudah berusaha mati-matian melupakan, tapi tiba-tiba orang itu datang lagi dengan senyuman manis yang sialnya itu adalah kelemahan terbesarmu?
                             
Ya, Minju sedang merasakannya malam ini-dirumahnya. Duduk berseberangan dengan keadaan yang sangat canggung. Mengusirnya pun percuma karena hati kecilnya berkata lain.

Padahal jelas ini salah. Dosa besar membiarkan lelaki sialan itu menginjakan kaki ke rumahnya sampai hampir merubuhkan separuh benteng pertahanannya yang telah ia bangun berbulan-bulan setelah mereka memutuskan untuk berpisah dan tak saling bertemu lagi. Kembali menjadi dua orang asing yang tak saling mengenal.

                             
"Ekhm- apa kau masih suka mandi malam, Minju?" dan pertanyaan Yohan sukses memecah kesunyian. Tapi Yohan segera merutuki dirinya sendiri karena pertanyaan yang ia lontarkan benar-benar memalukan dan terdengar ambigu. Sialan sekali.
                             
Minju pun memutar bola matanya malas. Berdecih pelan dan lalu menghembuskan napas beratnya.

"Ck, langsung saja, untuk apa kau datang lagi kesini? Apa kau belum puas menyakitiku?" tanya Minju dengan penuh penekanan disetiap kalimat. Mengabaikan pertanyaan tak bermutu Yohan tentang kegiatan mandi malamnya.
                             
Yohan pun terlihat cukup terkejut, tapi ia dengan pintarnya langsung menutupi dengan senyuman manis penuh artinya. Mencoba membuat hati Minju luluh lagi seperti dulu.

"Baiklah, baiklah. Sebenarnya aku ingin menagih janjimu waktu itu."

Minju refleks mengerutkan keningnya. Memberanikan menatap manik mata Yohan secara terang-terangan agar mendapat jawaban atas segala kebingungannya. Pasalnya sedari tadi Minju enggan menatap Yohan, takut hatinya goyah lagi.

"Janji?"
                             
"Ya, tentang bagaimana kau ingin membeli semua waktuku dengan uangmu."

Minju menyeringai sinis, "Wah, apa kau sudah tidak waras lagi Yohan-ssi? Membeli semua waktu yang kau punya, katamu?" ia kemudian tertawa dibuat-buat.
                             
Yohan menganggukan kepalanya dengan yakin, "benar! tapi itu tidak lagi berlaku. Kalau kau mau, kau bisa memiliki semua waktuku tanpa harus mengumpulkan semua uangmu. Aku benar-benar akan memberikannya untukmu."

Minju mendengus pelan, gila, ini benar-benar gila. "Cih, bahkan sepeser pun aku tidak akan pernah menggunakan uangku untuk hal yang tidak berguna seperti itu," Minju mulai kehilangan kesabarannya. Napasnya naik turun dengan cepat karena amarah yang ia tahan sedari Yohan datang kerumahnya, "dan sekarang lebih baik kau pulang, aku lelah, aku ingin tidur." Minju berdiri, melangkahkan kakinya menuju pintu utama rumahnya agar Yohan juga lekas pergi dari rumahnya.

Yohan malah menyenderkan tubuhnya di punggung sofa, mengusap kasar wajahnya dan menghembuskan napas panjangnya. Tak pernah terpikirkan sedikitpun olehnya jika Minju bisa menjadi gadis yang sangat berbeda dari yang ia kenal dulu, karena Minju yang ia kenal adalah gadis baik, penurut dan manis. Bukan galak, sinis dan pemarah seperti itu.
                             
"YAK!! , apa kau tidak mendengarkanku Kim Yohan ?!" Minju meneriakinya, "Ok, baiklah, kalau kau tidak mau pulang biar aku saja yang pergi dari si-"

"Aku mencintaimu, Minju!"

Yohan kemudian bangkit dari duduknya, berjalan mendekati Minju yang berdiri mematung didepan pintu. Terdiam dengan tangan yang mengepal erat. Entah kenapa jantung Minju seperti disambar petir ketika Yohan dengan tiba-tiba menyatakan kata cinta yang selama ini ingin ia dengar.

Yohan meraih tangan Minju , lalu menggenggamnya dengan erat, "Mianhae, aku benar benar menyesal," ucapnya tulus penuh penyesalan.

Minju berusaha menepisnya, tapi gagal. Kesempatan itu pun langsung digunakan Yohan untuk memeluk tubuh Minju. Membiarkan gadis itu memberontak- memukuli dada Yohan dan menghentakkan kakinya, tapi tak bersuara untuk protes sedikitpun.

Minju terbungkam, wajahnya terasa memanas menahan tangis karena sebenarnya ia juga merindukan lelaki itu. Bohong jika ia mengatakan tak membutuhkan Yohan lagi dihidupnya, bohong jika Minju tidak ingin bersamanya lagi.
                             
Ia ingin, sangat ingin memulai hal baru dengan Yohan . Tapi ia tak bisa lagi mempercayai sesuatu yang pernah membuatnya terluka begitu dalam. Ia tak ingin kecewa untuk beberapa kalinya bersama orang yang sama.

Setelah merasakan tak ada lagi pemberontakan dari Minju, Yohan lalu melonggarkan pelukannya untuk melihat mata Minju yang berkaca-kaca, "aku tau kau terluka, dan aku tau semuanya karena aku. Tapi aku ingin mencoba mengobatinya, bertanggung jawab atas apa yang sudah aku perbuat, apa masih bisa?" tanya Yohan dengan suara seraknya, matanya pun memerah seperti menahan sesuatu.

Minju menggeleng, "aku tidak lagi membutuhkanmu," tolaknya.

"Kau membutuhkanku, sama seperti aku yang selalu membutuhkanmu!" bantah Yohan.

"T-tapi kau tak pernah mencintaiku. Kau hanya butuh karena kesepian, dan aku benar-benar membenci kenyataan itu, Yohan!"

Yohan memeluk Minju lagi, mengelus kepala bagian belakangnya dengan dagu yang sudah nyaman ia letakkan di puncak kepala Minju.

"Aku mencintaimu, aku mencintaimu, aku mencintaimu, aku mencintaimu, aku benar-benar mencintaimu sayang," ucap Yohan berulang-ulang untuk meyakinkan Minju dengan sepenuh hatinya.

Minju lalu mendongakkan kepalanya ke atas, menatap wajah penuh penyesalan seorang laki-laki dingin seperti Yohan yang rela menjatuhkan harga dirinya untuk masalah hati seperti itu.

"Sudah ada orang lain yang juga mencintaiku lebih dari dirinya sendiri, maafkan aku," pun Minju melepaskan pelukan itu, meraih tangan Yohan dan memaksanya keluar dari rumahnya, kemudian menutup pintunya dengan segera sebelum Yohan masuk lagi tanpa izin.

Dan di luar sana Yohan sudah membeku seketika, tak bisa berpikir dengan jernih karena seakan separuh jiwanya masih tertinggal di dalam sana. Ia pun mengepalkan tangannya kuat-kuat untuk mengetuk pintu rumah Minju dengan bar-bar. Dan pemilik rumah pun sudah tak kuasa lagi menahan tangisnya, ia terduduk dilantai dan bersandar pada dinding- memeluk kedua lututnya sendiri.

To be continue...

Dikit lagi ending ges semangat 😘

Stay With Me✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang