"Gue balik dulu yak" ucap Solar menjauh, tangannya melambai lampai pada Blaze.
Sejak pulang sekolah mereka mengerjakan pr matematika bersama, tepatnya di perpustakaan.
Blaze balas melambai, sebenarnya ia membawa motor hanya saja masih malas untuknya pulang. "Mungkin ngajak Taufan kesini seru" gumamnya. Ia melangkah menuju koridor belakang.
"Ckrek ckrek" terdengar bunyi bising yang mengganggu pendengaran Blaze. Ia memasukan kembali hpnya dan memdekati arah suara.
Gudang samping perpus, ya dari situlah asal suara. "Tolong buka. Seseorang" terdengar lirihan dari dalam. Blaze menatapnya bingung karna kunci dari pintu tersebut masih tergantung. "Masak pintunya dia kunci...heh apa"gumam Blaze.
"Tunggu bentar!" Ia memutar kunci dan membuka pintu tersebut. "Lo gak papa?"
Sosok yang di tanya menjauh ke belakang, tubuhnya gemetar beserta isakan kecil yang tersisa.
"Sumpah bukan gue yang ngunci" ucap Blaze membuat angka dua pada jarinya. "Gue cuma mau bantu"
"Ja-jangan jangan bully a-aaku"
"Eh gak, maksudku...hm...g-gue gak mau bully lo" jawab Blaze serba salah. "Kaki lo..." Blaze menatap kaki siswa tersebut, luka ya luka yang lebar dan masih mengalirkan darah. "Bentar gue balik. Tunggu ya!!"
Blaze berlari keluar, ia bolak balik mencari P3k.
***
Blaze berlari kembali menuju gudang, namun belum sempat sampai tubuhnya sudah terjatuh akibat terlimpa tubuh siswa yang ingin ia tolong.
"Auh" keluh Blaze, ia membenarkan posisi siswa tersebut agar tak menindihnya lagi. Ia berdiri dan mencari sang pelakunya.
"Sial**" Blaze menendang orang tersebut. Mereka berkelahi, namun tetap saja keganasan Blaze mengalahkannya. Orang itu lari terbirit birit keluar dari sekolah.
"Lo gak papa?" Tanya Blaze sembari melangkah mendekati siswa tersebut.
"J-jangan pu pukul ak-aku" ucapnya terbata bata
"Tenang gue gak suka nindas"
Blaze membuka P3k dan mengobati luka siswa tersebut. Terlihat telaten dan rapi.
"K-kenapa kamu gak bully a-aku kayak yang lain"
"Emang lo mau gue bully" gelengan, siswa itu menggeleng menolak. "Lagian lo gak salah apa apa sama gue" sambung Blaze.
Blaze bangun dan duduk di sampingnya. Ia terdiam, mungkin karna lelah.
"Gue Blaze X Mipa 2"
"I-ice X Mipa 4" jawabnya. "Lebih baik kamu pergi dan lupain kalo kita pernah ketemu" ucap Ice
"Klo gue gak mau" sahut Blaze
"Aku gak mau kamu jadi dijauhin orang"
"Udah biasa. Tapi kenapa lo jadi kayak drama ginisih"
"B-bukan gitu, aku slalu ngerasa bersalah kalo orang yang baik sama aku malah disakiti. Mungkin ini nasibku, selalu disalahkan, dibenci, dijauhi, dan ditindas" Ice tertunduk. "Sejak kecil keluargaku telah pecah. Ibu yang selalu sibuk dengan pekerjaan dan ayah yang tak pernah pulang. Hingga saat aku SMP ayah kembali di rumah yang hanya aku sendiri menghuni. Rumah itu berubah, hanya bau alkohol dan tumpukan narkotika"
"A-ayah lo pengedar" ucap Blaze kaget, Ice mengangguk perlahan. Kini air matanya juga sudah membasahi pipinya. "Eh sorry bukan gitu maksudku" sahut Blaze serba salah.
"Eng-engak kamu gak salah. Ayahku adalah pengedar dan pecandu selama bertahun tahun. Ia juga sering membanting meja, memang tidak mengenaiku bahkan ia tak sadar aku tinggal di sana. Hingga tepat saat aku lulus terdengar kabar pembunuhan yang sangat viral. Itu adalah perbuatan ayahku" kini Tangis itu menderas sangat deras.
"Lo gak perlu nangis. Gue bakal selalu ada untuk lo. Mungkin baru kenal tapi gue gak suka orang yang menindas kayak mereka. Gue janji bakal jagain lo"
Blaze memeluk Ice, dan Ice membalasnya. "J-jan...hiks janji" ucap Ice lirih. "Janji"
Setelah Ice berhenti menangis, mereka mengobrol dan bercanda.
"Ternyata lo seru juga"
"Makasi"
"Eh dah sore. Pulang yuk gue anter"
"Hm"
Mereka pun pulang kerumah masing masing.
***
Hai
Ada pertanyaan? Komen dong biar author tau bagian mana yang kurang.
Trims yang udah baca dan ngikutin dan maaf klo banyak typo dan cerita yang kurang menarik
KAMU SEDANG MEMBACA
LALU
General Fictionkita bertemu dari arah yang berbeda dengan tujuan yang sama. berlari mengejar apa yang impikan. mencoba bebas dari belenggu yang merantai diri. perjalanan tanpa ujung yang terus mengejar. entah kalimat apa yang membuat ini menjadi rumit. entah deng...