bersama

562 65 7
                                    

"Gem lo mengerti bagian ini?" Tanya Blaze yang tengah kebingungan dengan soal matematika tersebut.

"Gue belom ngerti yang itu Blaze, tanya  Hali sana" Terang Gempa yang sedikit emosi karna jawaban yang tidak ditemuinya.

"Issh, kalo nanyak Halilintar yang ada di samber" keluh Blaze.

"Apa lo bilang?" Terdengar suara Halilintar dengan tatapan mematikan darinya. Sebenarnya ia ingin menjelaskan sesuatu pada Gempa karna tadi ia memintanya, tapi berubah ketika mendengar kalimat Blaze.

"Eh elo Lin, bisa jelasin yang ini gak? Gue gak ngerti" ucap Blaze cengengesan.

"Gak"

Halilintar mendorong tubuh Blaze agar menyingkir, lantas ia maju dan menjelaskan hal yang Gempa minta.

"Jahat banget abang aku iniiiii" Ucap Blaze dengan suara yang di lebih lebihkan.

"Najis!"

Gempa hanya menahan tawa. Memang lucu melihat tingkah Blaze saat ini, ia seperti anak sd yang minta di manjakan.

"Plisssss! Nanti gue bayar"

"Udah kaya" Balas Halilintar dingin

"Dih songong banget. Ok nanti gue minta Taufan gak ganggu lo dah, gimana?"

"Sini" Halilintar memberikan Blaze tempat. Mungkin hari tanpa gangguan Taufan lebih indah dari tumpukan uang bagi Halilintar.

***

Bel istirahat terdengar. Tak usah ditanya lagi kantin pasti akan seperti pasar malam yang ramai dengan pembeli.

Namun berbeda di kelas X Mipa 2, tepatnya di bangku yang diduduki oleh Halilintar dan Taufan.

"Blaze lepasin gue!" Teriak Taufan yang kesal. Dari tadi ia diikat tanpa alasan. Tangannya diikat kebelakang, kaki yang diikat dengan kaki kursi dan tubuh yang diikat dengan sandaran kursi.

"Blaze!!! Woi lepas!"

"Gak bisa, gue udah janji sama abangku" sahut Blaze yang mulai melangkah keluar kelas. Namun ia terjatuh karna menabrak orang lebih tepatnya karna pandangannya masih menatap Taufan.

"Sapa sih?" Tanya Blaze yang memutar pandangannya. Ia lantas cepat cepat berdiri dan tersenyum kikuk. Orang yang didepannya adalah Ice.

"Eh sorry, mau kekantin ya? Ayok" ucapnya

Ice tak menjawab. Ia melangkah masuk dan melepaskan ikatan pada Taufan. Memang butuh waktu yang cukup lama tapi semua ikatan itu terlepas.

"Thanks. Gue Taufan" Taufan berdiri dan mengacungkan tangannya mengajak salaman.

"Ice" nada bicara Ice sedang, hanya saja ia orang yang pendiam maka dari itu kaliamatnya singkat.

"Ice gak gitu kok maksudnya?" Ucap Blaze bingung.

"Ya aku tau"

"Lo gak marahkan?"

"Ngak"

Tiba tiba seseorang datang dari luar. Langkahnya tegas seperti biasa. Sama seperti tatapannya.

Halilintar melangkah masuk, ia terhenti sejenak dan menatap Ice kelat. Lantas ia maju dan berdiri di hadapan Taufan.

"Ice ini Halilintar. Emang anaknya rada nyebelin" ucap Taufan memperkenalkan Halilintar, ia yakin bahwa Hali tak akan memperkenalkan dirinya pada Ice.

"Ya salam kenal" jawab Ice dengan senyuman Khasnya. Hali tak membalas ia hanya menatap Taufan sedikit kesal.

"Tangan lo" ucapnya pada Taufan.

"Ah kenapa tangan gue?"

"Tangan lo luka Taufan" ada penekanan di setiap katanya.

Halilintar melangkah sedikit maju dan mengambil betadin di tasnya. Ia meraih tangan Taufan dan mengolesinya.

"Uuuuu homonya kambuh abangku" ucap Blaze memecah ketegangan.

"Ngomong lagi!" Balas Halilintar dengan tatapan yang sangat mematikan.

Ice dan Taufan tertawa kecil. Setelah selesai mengobati mereka pergi keluar, berjalan menuju kantin.

***

"Hai Gem" sapa Solar. Ia beranjak mengambil kursi dan duduk. Di sebelahnya Thorn mengikuti hal yang sama. Sedangkan Gempa, ia menatap Thorn bingung.

"Hai aku Thorn. Boleh berteman?" Ucap Thorn mengulurkan tangannya pada Gempa.

"Eh iya...Gempa. Kalo temenan itu pasti" sahutnya.

Mereka berbincang ringan menunggu yang lain.

"Woiiiii" teriak Blaze memecah ketentraman di kantin.

"Brisik" Solar menatap tajam pada Blaze. Dalam hatinya ingin sekali menjitak anak ini.

"Hai! Apa kita pernah bertemu" tanya Thorn disela keributan

"Hmmmm, pernah. Kalo gak salah nama lo Thorn absen 9 duduk di samping Gopal yang absen 30. Gue Taufan duduk di depan sama Hali, no absen 12 dan Hali 13" sahut Taufan.

"Hihi, aku kira kita beda kelas"

"Ok kenalin gue Blaze dan dia Ice. Gue sekelas juga sama lo Thorn. Dan Ice dari kelas X Mipa 4"

"Kalo kamu aku kenal. Biang ribut dan adiknya Hali kan?" Tanya Thorn sok tau

"Najis!" Hali mendengus. Blaze dan Taufan hanya tertawa geli.

"Trus kenapa Blaze manggil kamu abang?"

"Oh itu cuma panggilan aja" jelas Blaze. Ia lantas mengambil kursi dan duduk. Yang lain juga mengikuti.

***

"Fan" Halilintar menatap Taufan lekat. Taufan yang merasa terpanggil pun menoleh.

"Napa? Mau gue suapin"

"Gak, bilang ke guru gue izin" Halilintar berdiri meninggalkan batagor yang masih utuh tersebut.

"Lin?" Taufan mengejar Halilintar. Lima pasang mata itu menatap bingung.

"Halilintar tunggu!"

Halilintar berhenti. Ia menatap tajam pada Taufan. Yang ditatap hanya gemetar.

"Jelasin dulu" Taufan melangkah mendekat. "Jelasin siapa dan apa isi telpon tadi?" Ucapnya tegas.

"Itu gak penting" jawab Hali singkat.

"Gue gak nanyak itu penting atau enggak. Cepet jelasin!"

"Gak perlu. Dan itu bukan urusan lo"

"Ok, fine. Makan tu ego"

"Itu dari bunda... Nyokap gue"

"Ah? Bukannya bagus?"

"Mungkin kalo itu kalimat sayang, bukannya sindiran"

Mata Taufan membulat, terkejut mendengar 'sindiran'. Lantas ia mengangguk dan berbalik pergi, sebelum itu juga ia tersenyum dan menggenggam erat tangan Hali.

                                ***

Kira kira omongan emaknya Hali apaan ya?

Ok guys trims yang udah baca, boleh dishare ke temen, sahabat.

Dan maaf klo banyak kesalahannya.

LALUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang