Halilintar menendang bodyguard yang paling tinggi. Tubuhnya gesit melawan tiga orang dengan tubuh kekar dan kuat yang ada di hadapannya. "Fan lo denger gue kan?" Tanya Halilintar di sela sela pukulannya, Taufan hanya mengangguk dengan wajah masamnya. Ya ketika tubuhnya melangkah kedepan Halilintar akan mengatakan itu, dia tidak mau ada yang ikut di pertarungannya.
"Sudah capek?" Tanya pria berjas hitam, ia hanya melihat pertarungan dan bertanya ketika tubuh Halilintar jatuh tersungkur.
Lima belas menit berlangsung, tiga orang tersebut sempurna Halilintar tumpaskan, ia melangkah maju mendekati pria yang masih berlagak sombong yang menyebut dirinya adalah ayah.
"Ini yang anda bilang ayah? Ngak lebih dari sampah" Balas Halilintar sinis. Matanya dingin menatap pria berjas.
"Cukup! Hali hentikan! Papaku memang buruk, tapi bukan berarti boleh kamu hina!" Thorn maju membelakangi ayahnya, ia masih menangis seperti tadi tapi alasannya kini berbeda. "Jangan pernah hina papa!" Teriaknya parau.
"Hm" Halilintar berbalik, urusannya sudah selesai, dan ia pun melangkah meninggalkan Thorn yang pergi dengan mobil hitam milik ayahnya. Matanya rubynya juga mengisyaratkan pada Gempa, Ice ,dan Taufan untuk kembali. Perlahan tangannya membantu Solar berdiri, kalau urusan Blaze itu sudah Ice yang bertanggung jawab. "Kenapa lo biarin Thorn pergi?!" Teriak Solar yang menepis tangan halilintar.
"Lin, kenapa?!" Teriaknya yang sedikit terdengar serak karna menahan tangis.
"Lo gak mungkin bisa misahin seenaknya dia sama keluarga hanya karna gak suka ayahnya, Thorn udah milih. Dan lo gak usah lebay" Halilintar berlalu meninggalkan Solar. Ia masih mengantuk akibat ulah ayah Thorn barusan.
***
Nana memainkan tangannya mengisyaratka ' apa kakak gak papa?'. Sedari tadi ia sibuk mengompres wajah Solar yang lebam lebam. Entah apa yang terjadi, tapi tadi jam lima rumah diketuk dan terlihat Kakaknya dengan seorang temannya di depan pintu.
"Gak, kamu udah makan. Semalem gak ada apa apakan?" Tanya Solar yang masih sebal dengan jawaban Halilintar.
"Ghak" jawab Nana singkat, ya di masih bisa berbicara sedikit walau kadang tidak terdengar atau tidak jelas apa yang ia katakan. Nana tersenyum, lantas menyodorkan sepiring nasi goreng untuk sang kakak.
Solar langsung saja mendekap sang adik, membelai puncak kepalanya dan berbisik 'terimakasih' . Nana hanya terkekeh dengan sikap Solar, ya memang seperti itu tingkahnya.
Setelah berpelukan mereka akhirnya memakan makan di piring masing masing. Solar sangat antusias dengan ini, karna menurutnya nasi goreng adiknya paling juara.
"Akhda yahngk menelhkfoohn takhdih" ucap Nana pelan, ia menyerahkan HP Solar yang masih menampilkan daftar orang yang menelfonnya, terlihat nama Thorn paling atas. "Apa katanya?" Tanya Solar bingung, wajahnya seolah menegang dan pikirannya sudah melayang pada hal hal buruk.
Nana meletakkan piringnya dan mulai mengisyaratkan sesuatu. Kalimatnya adalah 'dia mencari kakak, tidak bilang tujuannya. Tapi ia menangis sambil menelfon'. Seketika Solar terdiam seribu bahasa. Ya, ia sedang memikirkan hal terburuk yang akan terjadi.
Nana mengoyangkan tubuh Solar, menyedarkannya dari berpikir hal yang tak perlu. Solar lantas tersenyum. "Kamu ada rencana keluar?" Tanya Solar yang langsung mendapat anggukan dari Nana.
Dengan cepat Nana memperlihatkan brosur novel terbaru dari penulis favoritnya. Tanggannya kembali di mainkan mengisyaratkan 'ayo kita beli! Pasti asik' . Dan setelahnya Solar tertawa kecil, ya memang itulah Nana, si maniac novel. Ia akan berlomba lomba siapa yang membeli pertama kali dengan para sahabatnya dan akhirnya akan rebutan tokoh tampan yang ada di novel.
KAMU SEDANG MEMBACA
LALU
General Fictionkita bertemu dari arah yang berbeda dengan tujuan yang sama. berlari mengejar apa yang impikan. mencoba bebas dari belenggu yang merantai diri. perjalanan tanpa ujung yang terus mengejar. entah kalimat apa yang membuat ini menjadi rumit. entah deng...