Halilintar melangkah masuk ke apartementnya. Wajahnya dingin dengan iris merah yang menambah kesan mematikan darinya.
"Ck ck ck" terdengar langkahnya yang menggema ke seluruh ruang.
"Hali"
"Tinggalkan aku sendiri" jawabnya ketus
"Aku selalu menunggu jawabanmu" orang tersebut melangkah pergi dari apartemet tersebut. Ia sedikit mengukir senyum dan pintu di tutup.
Halilintar melangkah menuju kamarnya dan membersihkan dirinya.
Setelah merasa segar, ia duduk di kusen jendela dan menatap dunia luar. "Sama menyebalkannya" gumamnya.
Ia memasang headphone dan memainkan hapenya. Mendengarkan musik adalah kebiasaannya untuk menghilangkan rasa kesal.
Tiba tiba hujan turun dan terus menderas. Hali mentatap tiap rintik bening tersebut. "Apa kau akan merenggut hidupku lagi" gumamnya lagi.
Kini mata itu menatap seseorang yang berlari diantara rintik tersebut, wajahnya kacau dengan tangisan yang dapat dilihat Hali.
Halilintar melangkah keluar ia berlari seakan sesuatu yang buruk sedang mengejarnya. "Kau jahat hujan"
Dan benar saja hujan kembali merenggut kebahagiaannya. Orang yang sebelum ini Halilintar tatap sudah terbaring kemas dengan goresan di kepalanya. Halilintar melangkah memecah keributan, ia menggendong tubuh yang terkulai lemas tersebut dan membawanya masuk menuju apartementnya.
Dibaringkannya tubuh tersebut di sofa panjang milik Halilintar. Sedangkan si pemilik melangkah mengambil P3k miliknya. Ia juga menelpon seseorang sebelumnya.
Perlahan kening yang berdarah itu diobati. Diberikan alkohol dan obat merah baru di tutup dengan plaster, ya itulah yang Halilintar lakukan.
"Maaf tuan, ada apa"
"Tolong ambilkan baju hangat dan tolong gantikan baju dia. Ingat jangan macam macam" perintah Halilintar. Ia langsung melangkah keluar dan menunggu.
"Maaf tuan, saya sudah menggantikan pakaiannya semua. Saya pamit dulu"
"Tunggu" ucap Halilintar
"Tidak tuan saya hanya melakukan perintah, saya tak ada melakukan hal lain. Saya bersumpah tuan"
"Hm. Pergilah" Halilintar melangkah masuk, dilihatnya orang yang tadi siang ia temui. "Kau terlalu sulit dimenggerti fan" bisiknya lirih. Halilintar melangkah mendekatinya.
"Ma...Taufan..." igau Taufan.
"Entah dunia yang mengutuk kami atau memang kami tak layak hidup" bisik Halilintar.
***
Taufan tersadar dari tidurnya. Ditatapnya sekeliling 'asing' itulah yang ia rasakan. Ia menatap dirinya kini, matanya membulat saat melihat pakaian yang ia kenakan berbeda dari yang tadi.
Sekarang ia malah mengenakan sweter putih lengan panjang dengan celana jens abu.
"Nih minum" ucap Halilintar yang meletakkan dua cangkir coklah hangat.
"I-ini di mana"
"Apartement gue"
"Trus k-kok"
"Brisik, gak inget apa lo yang lari lari di tengah jalan sambil nangis dan akhirnya keserempet"
"Sorry udah ngerepotin. Kalok gitu gue pulang dulu"
"Fan... perlu berapa kali gue jelasin sih"
"Tapi nyatanya gue gak bisa gitu"
"Bukannya gak bisa, tapi emang gak mau. Klo mau pulang tuh pintunya. Inget bayar aja tuh baju"
"Gue pulang..."
Tiba tiba Hlilintar berada di hadapan Taufan. Matanya tajam melirik pada Taufan. "Gue gak maksa. Tapi hujan masih deres"
Taufan memeluk tubuh Hali. Ia menangis sambil terisak. "Terus apa yang harus gue bilang hiks...gue juga capek Lin...hiks hiks. Gue pingin tidur di selimutin atau hiks...hiks paling enggak tidur dengan tenang"
"Gue capek denger suara tamparan, benda pecah dan lainnya. Gue capek"
"Lo kuat fan. Lo kuat" Halilintar balas memeluk Taufan.
***
"Lo tinggal sendiri disini" tanya Taufan ingin Tau
"Hm"
"Trus keluarga lo yang lain"
"Mereka tinggal di rumah utama di Jakarta Pusat"
"Ohhhh. Kok Lo gak tinggak bareng mereka"
"Buat apa? Jugaan gue gak dibutuhin"
Taufan terdiam, ia kini mulai berpikir 'apa Hali itu anak angkat makanya dia sendiri'
"Gue itu anak kandung berasa tiri, jadi gitulah" jawab Halilintar seakan tau apa yang Taufan pikirkan
"Siapa nama bokap lo sih,kepo jadinya"
"Kencana...kencana Wibawa" suara Hali menrendah ia juga mulai menunduk
"Ke-kencana Wibawa? B-b-bukannya anaknya cuma satu, eh dua satunya udah meninggal Kinar putri Wibawa dan Lintang Sastra Wibawa. Jadi..."
"Gue gak akan ngulang kalimat yang udah keluar"
"Maaf Li bukan maksud"
"Udahlah gak penting" ucapnya dingin, ya dia memang tau bahwa semua orang hanya mengenar Kinar dan Lintang. Tak mungkin juga ada yang mengenalnya.
"Fan udah malem mending lo pulang"
"Ngusir?"
"Ya"
"Harusnya lo gak nanyak itu fan" kata Hali lirih
"Maaf..."
"Ayo gue anter lo pulang"
***
Ok sampai sana dulu. Klo ada yang mau di tanyakan silahkan.
Maaf serta trimakasih author sampaikan sekian dulu. Bye
KAMU SEDANG MEMBACA
LALU
General Fictionkita bertemu dari arah yang berbeda dengan tujuan yang sama. berlari mengejar apa yang impikan. mencoba bebas dari belenggu yang merantai diri. perjalanan tanpa ujung yang terus mengejar. entah kalimat apa yang membuat ini menjadi rumit. entah deng...