kala

482 57 7
                                    

" setahun setelah menikah akhirnya Kencana Wibawa dikaruniai seorang putra, ditatapnya putra sulungnya tersebut. Terlihat iris ruby persis seperti ibunya, dengan tangisan yang begitu kencang.

Kencana memberikan kembali anak laki laki itu kepada ibunya, lantas melangkah keluar dengan ekspresi yang sangat berantakan.

Sang ibu tersenyum kecut menggendong bayinya, dengan lirih ia menyebutkan nama anaknya tersebut. "Halilintar Satria Wibawa"

Tepat hari itulah gendongan terakhir kalinya yang ia dapatkan dari orang tuanya. Ia tumbuh tanpa kasih sayang orang tuanya, hanya pengasuh bayaran yang menemaninya.

Setahunnya setelah tiga tahun setelah kelahirannya, lahirlah Kinar yang besar dari pelukan kasih dari kedua orang yang disebut juga orang tua Halilintar.

Halilintar tumbuh dengan cepat, usianya saat itu lima tahun. Dan saat itu juga lahir pewaris tunggal keluarga Wibawa, Lintang Sastra Wibawa itu yang ia dengar dari pengasuh yang sering menemaninya.

Halilintar berpikir 'kenapa ayah dan bunda tak pernah menemaninya'. Ia terus berpikir bahwa ia anak yang nakal bandel dan bodoh maka dari itu tak pernah di sayangi.

Selama tiga tahun ia berjuang terus menerus, belajar ditiap menitnya. Hidupnya seakan hanya belajar, belajar dan belajar, hingga tiba di titik terendahnya. Ia jatuh sakit hingga dirawat inap di rumah sakit.

Berulang kali ia menyebut nama ayah dan ibunya tapi tak ada sahutan. Hingga saat itu tiba, saat tubuhnya kembali seperti semula dan fakta tentang kehidupannya hadir.

Kinar, orang yang sebelumnya tak pernah ia tatap sebelumnya hadir, irisnya cokelat terang dengan lesung pipi khas keturunan Wibawa.

"Kak Satia" ucapnya yang tak dapat mengucap R. Ia berlari memeluk Halilintar dan tertawa kecil.

***

Waktu kala itu berjalan sedikit lambat, Halilintar dan Kinar tumbuh bersama, dari situ tawa dan kasih keluarga Hali dapatkan dari Kibar . Kadang kadang Lintang akan ikut bermain bersama mereka.

Tepatnya pada usianya yang ketiga belas Halilintar, ya saat itu Kinar masih sepuluh tahun, dan Lintang delapan tahun. Saat itu Halilintar sedang membeli buku sastra kesukaannya.

Kinar dan Lintang berada di rumah mereka sedang membaca buku milik Halilintar, sebuah cerita dongeng yang entah apa judulnya.

"Kak ini buku Lintang!" Teriak Lintang marah karena bukunya di tarik.

"Tapi kakak juga mau baca!" Sahut Kinar tak kalah kesal.

"Kakak harus ngalah!"

"Kamu yang harusnya ngalah, kamu itu lebih muda dari kakak!"

"Kakak yang ngalah! Kakak itu cuma anak perempuan! Anak laki laki lebih berkuasa!"

"Aku lebih tua lintang!"

"Aku penerus ayah! Jadi kakak harus ngalah! Kakak itu cuma anak perempuan! Kakak gak punya hak sama sekali!"

"Terserah kamu, kakak mau cari buku lain" kini Kinar mengalah dan mengambil buku lain. Tapi Lintang bergerak cepat dan mengambilnya.

"Semua barang di rumah ini punya lintang! Kakak gak boleh pinjem!" Teriak lantang dari Lintang. Wajahnya memerah padam.

"Kau egois! Bukan semuanya punya kamu Lintang!"

"Semuanya punya Lintang! Kakak bukan siapa siapa! Semua punya Lintang termasuk ayah dan bunda!"

"Lintang!"

"Kakak keluar!" Lintang mendorong Kinar keluar dan membanting pintu rumah. Kinar menangis terisak, kakinya panas di luar sedangkan pintu di kunci, ia melangkah lurus mencari jalan teduh, tapi tak di temuinya. Ia berlari kesakitan karna jalan semua gersang.

Halilintar yang baru membeli buku terkejut, saat melihat Kinar menangis sambil berlarian. Ia mencoba mengejar tapi sayang sebuah bus melaju dan menambrak Kinar tepat di hadapannya. Terdengar nyaring teriakkan dan suara benturan itu, terus mengulang dan menggema.

Halilintar berlari mendekati Kinar yang penuh darah, tangannya sudah hancur terlindas ban dan wajahnya penuh dengan darah.

Berulang kali Halilintar meminta tolong tapi tak ada yang menjawab, ia terus berusaha memanggil orang tapi semua menjauhinya.

Ia menangis menatap tubuh Kinar yang makin lama mendingin, pecah ruah tangisannya, ia berteriak memanggil Kinar yang tlah berhenti bernafas.

***

Sehari setelahnya Kinar di makamkan, sementara ia terus menangis tersedu sedu. Sedangkan Lintang hanya terdiam dalam dalam.

Setelah sampai di rumah Halilintar di tarik oleh ayahnya, ibunya jangan tanya mana peduli ia tentang putra memalukannya tersebut.

Halilintar di banting ke dinding, berulang kali ayahnya berteriak memakinya. Tak jangan tamparan atau tendangan diarahkan padanya.

"Bukan Hali yah!" teriaknya histeris ketika kembali di seret. Tapi ayahnya tidak peduli. Bahkan walau tau Lintang yang mengusir Kinar.

Hari itu benar benar Halilintar tak dapat berbuat apa, bahkan tangannya patah akibat ulah ayahnya. Hari ini ia hidup hanya karna keberuntungan yang neneknya berikan.

Ya nenek tiba di rumah dan melindunginya di balik punggunya. Ia di bawa pergi dan menetap di rumah neneknya.

Tak lama kemudian neneknya meninggal, tepatnya setelah tiga tahun ia tinggal bersama sang nenek.

Akhirnya ia tinggal sendiri di sebuah apartement yang dibelikan oleh pamannya. Soal uang, ya neneknya mewariskan semua hartanya pada Halilintar. Banyaknya mungkin bisa di turunkan kembali pada cucu Hali selanjutnya.

***

Setelah seminggu tinggal sendirian, tiba tiba ayahnya datang bersama sang anak bungsunya.

"Ada apa ayah datang lagi" tanya-nya pada pria paruh baya di hadapannya.

Bukan kalimat yang keluar tapi tamparan. "Bisa apa kau tanpa uangku hah?" Balas sang ayah

"Semua! Termasuk apa yang di lakukan anak itu pada adikku!" Ia menutup pintu dan semua hal yang bersangkutan ayahnya.

                                ***

Ok sampek sini dulu

Komen ya, sekian dari author dan bye



LALUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang