semu

514 61 13
                                    

"Gem mau ke taman?" Tanya Taufan yang sejak tadi hanya terdiam dalam senyumnya.

"Udah sore, emang lo gak balik?"

"Nanti aja, males liat rumah"

"Serah lo. Tapi boleh gue nanyak?"

"Nanti di taman ok" kini Taufan menarik pergelangan Gempa agar berjalan cepat.

***

"Jadi, apa yang mau lo tanyak?"ucap Taufan dengan tatapan penuh ingin tahu.

"Lo anaknya pak Effendy,kan?" Gempa memalingkan pandangannya pada hamparan jingga di atas mereka. "Gue liat nama belakang lo"

"Ya, gue anak semata wayangnya. Tapi cukup di situ nanyaknya gak penting, gue siapa dan dari mana" balas Taufan santai, ia mengikuti Gempa yang memandang ke langit. "Tumben kita cuma berdua"

"Tiga" Taufan dan Gempa sontak menoleh ke belakang. Suara tersebut tidak asing bagi mereka, dan benar itu Halilintar yang berdiri tegap dengan ekspresi datarnya. "Lin lo kok tau kita di sini?! Stalker ya?" Teriak Taufan merinding.

"Berisik" Halilintar lantas duduk di ujung bangku yang kini mereka bertiga dudukki. "Eh mumpung abangnya Blaze di sini, nyontek mtk dong" rayu Taufan.

"Najis" balas Halilintar dingin. "Salah gue ke sini" Halilintar bangkit dan mulai melangkah menjauh. Hingga tiba tiba telinganya mendengar suara isak tangis seorang gadis di hadapannya.

Kakinya merah terbakar panas jalanan, rambutnya juga berantakkan dan lusuh. "Kinar..." Halilintar berkata lirih. Ia mencoba menggapai tangan gadis itu tetapi terus tak bisa, ingatan kelamnya seperti terulang. Tak ingin lagi ia melakukan kesalahan yang sama.

Halilintar berlari mengejar gadis yang semakin cepat langkahnya hingga tiba di perempatan. Dan "triiiinnnnn" bel sebuah mobil yang mengebut terdengar. "Lin!" Taufan menarik tangan Halilintar agar tidak tertabrak mobil. "Nyari mati?!" Bentak Taufan kesal, ia menatap Halilintar.

"Kinar...kinar harus di tolong...kinar... tolong dia...siapapun Kinar...kinar" Halilintar berteriak seperti orang gila, bahkan ia sampai menangis dan meringkuk menyesal.

"Lin gak ada siapa siapa! Lo cuma halusinasi! Sadar lin!" Taufan kembali berteriak menyedarkan lamunan Halilintar.

"Fan?" Halilintar berdiri di natapnya sekitar, seakan ia habis bermimpi kejadian lima tahun lalu terulang.

"Jangan nekat lagi besok besok!" Ucap Taufan emosi karna sekarang Halilintar lupa apa yang baru saja terjadi.

"Argggh" Halilintar menutup telinganya rapat rapat. "Lo gak papa, kan?" Tanya Taufan cemas. "Telinga gue sakit" balas Halilintar kesakitan.

"Gem! Panggil taksi!" Gempa segera memesan taksi. Setelah menunggu beberapa menit, mobil biru dengan lambang burung tersebut tiba dan membawa Hali, Taufan, dan Gempa menuju klinik terdekat.

***

"Lin?" Panggil Taufan pelan ketika melihat Halilintar sudah siuman. "D-dimana?" Tanya Halilintar yang masih asing dengan kepungan bau aneh dan nuansa putih ini.

"Kita di klinik, tadi lo pingsan dan kata dokternya itu karna lo pernah trauma sama sesuatu. Jadi..."

"Hm, kecelakaan Kinar" jawab si pemilik manik ruby tersebut.

"Ohh maaf" Taufan menunduk, ia takut kalimatnya menyinggung Halilintar.

"Gue yang salah" Halilintar menatap pintu, terkejut melihat pria yang berad di samping Gempa. "P-paman?"

"Ck ck ck lucu banget dramanya. Ternyata keponakan paman bisa bergaul juga,  nak perkenalkan Gilang Dwi Wibawa" pria yang di sebut paman tersebut tersenyum sembari mengulurkan tangannya untuk berkenalan.

"Taufan om-"

"Panggil paman saja ok? Baik jadi kamu Taufan Chandra Effendy. Dan yang di sana Gempa Eka Kusuma. Mana temanmu yang lain, siapanamanya?... Blaze Cakra Ardianata, Ice, Thio Radion, dan Solar Pradana Putra" ucap Paman santai seperti sudah mengenal dekat dengan mereka bereman, padahal sesama teman saja gak tau.

"Gak usah sok akrab! Lebih baik Paman pergi dari sini" Halilintar bangkit dari ranjangnya, tepat setelah tubuhnya kurang semeter dari pamannya tamparan hangat mendarat tepat di pipinya. Kiriman penuh cinta seorang paman pada keponakannya bagi Halilintar. "Bagus, ternyata sifat aslimu bisa keluar juga. Bosan aku melihatnya, jadi keluar!"

"Kurang ajar berani sekarang ternyata kau" ucap sang paman sinis, Halilintar yang sudah naik pitam lantas membalas jingga paman itu keluar dari Klinik. "Sebaikkya kalian juga pulang" ucap Halilintar dingin, ia melangkah keluar tanpa peduli sama sekali apa Taufan dan Gempa mengikuti atau masih terdengung dengan pertunjukannya tadi.

"Apa sikap itu biasa lo lakuin?... Bukannya itu terlalu kasar?... Apa lo gak nyesal sama sekali?" Taufan berbisik kecil namun tetap terdengar oleh Halilintar. Hali lantas berbalik dan menatap Taufan. "Gue bukan manusia sesabar itu, perlakuan itu terlalu baik untuk ia dapatkan" dingin dan tajam kalimat yang Halilintar katakan.

"Tapi-"

"Apa lo bakal baik sama orang yang maanfaatin lo dan ngejual harga diri lo ke orang yang bahkan gak dia kenal" Halilintar memotong kaliamat Gempa. "Mungkin Gue beruntung karna c****g*u* itu be*o"

"Halilintar tunggu!" Taufan menahan lengan Halilintar. "Plis stop ini udah sore, gue dan Gempa males pulang. Gue numpang"

"Lo kira apartement gue hotel apa?" Balas sinis Halilintar.

"Aelah sehari jaaa" ucap Taufan memelas. "Ya lin, hari ini aja"

"Serah kalian"

***

Pada akhirnya Halilintar mengizinkan Taufan dan Gempa menginap. Taufan sangat senang ketika di perbolehkan meminjap vidio games yang sangat ia sukai. Sedangkan Gempa memasak karena merasa sangat berterima kasih.

"Boleh gue nanyak?" Taufan duduk di sofa yang kini Halilintar dan Gempa duduki, mereka tengah menonton film kepemilikan Halilintar. "Hm"

"Jadi gimana cerita kecelakaan Kinar"

"Brisik"

"Kan lo yang ngebolehin" desak Taufan yang sangat ingin tahu. "Panjan ceritanya, tapi dengerin...

***

Ok readers sekalian. Gimana? Aneh ya nama nama lengkap mereka? Hehe

Maaf ya klo banyak kesalahannya. Trims juga tetep ngikutin cerita ini.

LALUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang