fotosintesis

581 57 3
                                    

"Gue gak bisa ikut" ucap Solar

"Yah napa, bukannya lo yang ngajak"tukas Taufan sedikit kesal

"Ada pr...sorry"

"Serahlah...Hali, Gempa, Blaze ayo" teriak Taufan.

"Sorry fan gue ada janji sama orang" Blaze memundurkan langkahnya, takut telinganya akan pecah.

"Apa!"Taufan berteriak dengan wajah merah padamnya

"Udahlah gue mau pulang" Halilintar melangkah maju dan memasuki mobilnya. Tak lama setelahnya mobil itu melaju dan meninggalkan temannya yang lain.

"Gue pergi" Solar menyusul, ia melangkah kembali ke gerbang menuju perpustakaan.

"Bye Fan, Gem" tak kalah Blaze juga berlari kencang menuju motor yang ia parkir.

"Udahlah gue males, balik Gem"

***

'Duh di ibu ngasik tugas kayak mau liburan, buanyak banget' gumam Solar. Tangan kanannya sibuk mencari data dari smartphone tersebut.

'Bruk' tanpa sengaja Solar menyenggol seseorang, kini tangan Solar terulur ingin membatu orang yang ia senggol hingga jatuh.

"Lo gak papa?" Tanyanya.

"Iya aku gak papa"

"Gue Solar X Mipa 7"

"Aku Thorn, X Mipa 2"

Mata Solar membuat, tidak disangka anak ini sekelas dengan si sia**n Halilintar.

"Lo kenal Hali...Halilintar?"

Thorn menggeleng kuat, sebenarnya tak ada satu murid pun yang ia kenal di kelas atau di sekolah.

"Serius gak kenal?" Tanya Solar sedikit memaksa

Thorn kembali menggeleng. Ia menatap manik orange tersebuy 'hangat' pikirnya.

"Kenapa masih di sekolah? Bukannya udah jam pulang"

"Sedang malas"

Thorn melangkah menuju taman belakang, tak kalah Solar pun mengikuti di belang.

"Sebenarnya salah sih nanyak ini tapi, lo lagi marahan sama orang tua makanya males pulang" Mereka akhirnya duduk di bangku taman tersebut.

"Bukan... lagi gak enak aja"

"Suntuk?"

"Apa itu s-suntuk?" Thorn memiringkan kepalanya menghadap Solar.

"Lo gak tau suntuk?!" Solar berteriak, tumben liat anak remaja gak ngerti kosa kata beginian. Thorn menggeleng polos. Solar tertawa kecil.

"Kenapa ketawa?" Tanya Thorn bingung.

"Lo lucu aja, mirip anak anak"

"Hihi, berati aku manis" balas Thorn dengan senyuman khasnya.

"Udah dulu ya, gue ada pr. Boleh minta nomer?" Tanya Solar yang sedang berdiri ingin berpamitan.

"Ya semua orang sibuk, ini nomerku" Thorn lantas memberikan hapenya.

"Gue gak sibuk sibuk amat sih, kalo mau ikut ayok sekalian ada temen ngobrol" Solar menyerahkan hape Thorn kembali. Thorn mengangguk dan mengikuti Solar dari belakang.

***

"Gue udah selesai, lo mau balik?" Tanya Solar yang tengah merapikan alat tulisnya.

"Ngak lagi males"

"Kenapa? Berasa di penjara aja?" Gurau Solar pada Thorn, ia tadinya menunduk menjadi mendongak dan menatap Solar lekat. "Memang itu rasanya" ucapnya membalas kalimat Solar.

"Ah?! Maksud lo"

"Di rumah itu aku merasa di kekang, bahkan mama gak ngijinin untuk berteman dengan orang yang tidak sederajat denganku. Maka dari itu aku tak memiliki teman satu pun. Sepi rasanya, ketika aku melihat yang lain tertawa bersama sahabat mereka, atau juga yang berbagi cerita. Tapi sepertinya tidak untukku. Papa dan mama selalu memarahiku ketika sesuatu inginku lakukan. Mereka selalu mengekangku, hanya kata katanya yang harus aku aku lakukan dan patuhi" jelas Thorn

"Begitu ya...gue pikir memiliki orang tua itu nenyenangkan. Sejak kecil gue selalu berharap Tuhan mendengar doa gue dan memberikan gue orang tua yang menyayangi gue. Merawat, atau apalah layaknya orang tua pada umumnya. Tapi gak, hidup gue gak berubah. Memang selalu tercukupi dengan bekal yang paman gue kasi, tapi gue butuh kasih sayang bukan hanya uang. Tapi yaudahlah, gue ada sahabat yang slalu perhatian sama gue, mungkin kita juga bisa sahabatan...yakan Thorn?"

"He'eh. Makasi Solarr"

"Gue juga terimakasi, mau makan es krim. Gue traktir kok" tanya Solar

"Yuk"

Mereka pun memesan es krim yang mereka inginkan. Solar dengan rasa  vanila stroberi dan Thorn yang coklat vanila. Mereka menikmati es krim tersebut, dingin tetapi manis.

                                  ***

LALUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang