sama hancurnya

558 58 8
                                    

"Kalian jadinya ikut apa" Thorn mulai menyendok es krim yang ia pesan.

"Gtw, kata Kak Bima mending coba IPA" jawab Gempa bingung.

"Gak ah IPA ribet, mending main sepak bola"  sahut Taufan, ia juga mulai memakan mini cake yang ia pesan.

"Kalok kamu lar?" Thorn menoleh pada Solar, tak ada jawaban Solar hanya terdiam sambil menatap kosong.

"Solar" thorn menguatkan suaranya. "Solar!"

"Ah iya?" Solar menatap bingung pada Thorn, kaget dengan teriakkan yang kini membuatnya di perhatikan oleh seluruh pengunjung kafe.

"Jangan melamun, liat tuh es krimmu sampai meleleh" ucap Thorn sedikit membentak.

"Iya iya" Solar lantas mengambil tisu untuk membersihkan lelehan es krim yang mengotori meja.

Terdengar kembali bunyi lonceng ketika pintu kafe di buka, kini datang seorang dengan jas hitam dan wajah yang tertekuk. Solar hanya menatapnya heran, entahlah ia seperti kenal.

"Thorn!" Ucap pria baruh baya tersebut, tangannya genap menarik lengan Thorn yang memakan es krim. "Thorn gak mau pah" balas Thorn ke sakitan.

"Masuk mobil Thorn!" Bentak pria yang tak lain adalah ayah Thorn. "Maaf pak tapi jangan kasar seperti ini" Gempa bangkit dari tempa duduknya dan menatap pria tersebut, dengan sesopan mungkin ia berbicara.

"Siapa kamu ngeralang saya! Dia anak saya, terserah saya dengan apa saya memperlakukan dia! Dan lagi satu jauhi Thorn! Kalian gak layak jadi temannya" pria ia lantas menarik Thorn masuk ke mobil hitamnya dan pergi berlalu begitu saja.

Solar terdiam, bila situasinya seperti ini ia tak dapat melakukan apa. Thorn juga tak dapat menolak. Solar terdiam dilihatnya pergelangan dengan jam tangan yang melungkari pergelangan tangannya, sudah waktunya menjeput sang adik.

"Kayaknya gue harus duluan" Solar berlari keluar, ia baru ingat harus menjemput sang adik. Sedangkan Taufan dan Gempa, mereka saling pandang dan kembali menikmati pesanan mereka.

***

Saat di tikungan tanpa sengaja Solar menabrak seorang anak, ia tertajuh dan menangis.

"Eh dek jangan nangis dong, maafin kakak ya? Nanti kakak beliin permen" bujuk Solar yang bingung harus berbuat apa.

"Mama...hiks..hiks..mama" anak itu terus menangis hingga tiba seorang ibu, ia tersrnyum pada Solar dan memeluk sang anak. "Masak tuan putrinya ibu nangis" ucap ibu itu sambil mengelus puncak rambut sang putri.

"Maaf tante tadi-" belum selesai kalimat Solar ibu itu memotong.
"Tidak apa, anak saja juga salah. Maafin ya" lembut suara si ibu membuat Solar tertengung. Entahlah ia juga bingung.

"Kalok adeknya buru buru mau pergi gak papa, anak saya udah gak nangis kok" sambung si ibu

"Terimakasih dan sekali lagi saya minta maaf. Saya bermisi" Solar melangkah menjauh. Sesekali ia menoleh ke belakang dimana anak yang ia tabrak sedang di gendong sang ibu. Bercada dan tertawa, sesekali juga terdengar cerita cerita keseharian sang putri yang sangat menyenangkan. 'Apa rasanya sehangat itu?' Gumam Solar.

Ia kembali berjalan mengusuri jalanan hingga tiba di depan sekolah sang adik. Solar melambai senang, di tatapnya gadis dengan dua pita besar yang menghias kuncirannya.

Dengan pelan Solar menyebrang dan mengampiri adiknya yang kini duduk di bangku SMP. " apa aku lama?" Tanya Solar, dan mendapat gelengan dari sang adik.

Nana adik Solar memankan jemarinya, mengisyaratkan sebuah kalimat. Nana adalah anak disabilitas yang tak bisa bicara, jadi wajar jika ia mengomunikasikan sesuatu dengan tangannya.

"Mau makan apa?" Solar bertanya, ia sudah menguasai bahasa isyarat sejak umur lima tahun, alasannya jelas agar bisa berkomonikasi dengan sang adik.

***

"Kamu diam dirumah ya? Kakak mau keluar, jaga rumah" teriak Solar dari lantai dasar yang langsung berlari keluar.

"Mama jalannya cepetan Joe lapeerrrr" teriak manja seorang anak sambil menarik tangan sang ibu. "Sayang pelan pelan, nanti kamu jatuh" belum selesai kalimat sang ibu, si anak sudah terjatuh dan menangis.

Lututnya lecet dan topi yang sebelumnya ia kenakan jatuh ke genangan air. Anak itu terus menangis, sedangkan bunda berjongkok memandang sang anak.

"Katanya mau jadi super hero, masak ada super hero nangis" tangan sang ibu lembut mengusap pipi anaknya.

"Joe gak nangis, Joekan kuat mana ada Joe nangis" si anak berdiri dan bergaya seolah tak terjadi apapa. "Nah gitu baru super heronya mama"

Solar terdiam, tanpa sadar ia menangis. Ia melangkah cepat ke belakang gedung.

"Mama juga sayangkan sama Solar? Solar sayang mama, Solar kangen ma" bisik lirih Solar yang sangat merindukan peluk manja sang ibunda. Dalam diam ia terus berpikir hangatnya peluk sang ibu atau kalimat penguat seorang ayah.

                                  ***

Solar di sini gak punya ortu, tapi nanti jadi ayah dari anak anakku.

Ok kita sudahi sekmen halunya dan kembali ke inti pembicaraan, gimana ceritanya komen donkkk.

Maaf klo banyak typo dan kurang menarik. Ok author pamit, moga sehat salalu

LALUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang