yang dimulai

506 57 12
                                    

Mereka bertujuh berjalan beriringan, dua diantaranya diam memperhatikan, sedangkan lima lainnya terus saja berbicara, sesekali bahkan tertawa.

Memang hari semakin sore, bahkan kini berakjak petang tapi mereka masih terdiam di suatu tempat lapang di sudut kota. Atau tepatnya di sebuah puncak, menikmati kemilang bintang yang adanya ribuan. Mungkin lebih indah jika kini bulan purnama, tapi tetap saja berkumpul adalah hal terindah yang lebih dari segalanya.

"Sini Gem, biar gue cobain" ucap Taufan yang langsung mencomot satu potong sosis yang baru selesai Gempa panggang. "Enak...tapi panas"

"Gem lo istirahat aja, biar Thorn sama gue yang lanjutin" sahut Solar yang tertarik memanggang sosis dengan kayu bakar.

Halilintar menatap jalan raya yang kian sepi, terlihat remang cahaya yang terpancar dari tiap mobil yang lewat. Sesekali ia membuang nafasnya berat, entahlah hari ini begitu aneh rasanya.

"Lin..." panggil Taufan lirih, ia melangkah mendekat pada sahabatnya. "Hm" Halilintar menoleh, angin malam ini membuatnya sedikit mengantuk.

Taufan mengambil tempat di samping Halilintar, dalam beberapa detik ia terus menatap wajah Halilintar yang masih memandangi ramainya jalanan. "Dingin" Tiba tiba Halilintar berkata, memang tidak menatap mata Taufan secara langsung tapi ia yakin Taufan mengerti. "Ya, emang gini. Lo mau gue ambilin teh?" Tanya Taufan yang lantas mengambil segelas teh hangat untuk Halilintar. "Kok sepi?" Balas Halilintar ketika menerima teh dari Taufan.

"Thorn dan Ice tidur, Gempa baca buku, Solar main HP, dan Blaze lagi diem liatin api unggun" terang Taufan yang disambung dengan senyum manisnya.

"Maaf..." Halilintar menunduk, entahlah dari tadi perasaannya tidak enaka, seperti ada saja yang janggal.

"Buat?" Taufan menatap Halilintar bingung. Bahkan ia sedang berpikir kejadian apa yang membuat Halilintar harus meminta maaf padanya.

Tapi pada akhirnya Halilintar menggeleng dan kembali sibuk pada kegiatannya.

***

"Fan..." Halilintar memanggil Taufan yang tertidur di pahanya, ia meringkuk kedinginan sebab angin puncak yang begitu dingin. Halilintar menatap jamnya 11.56.

"Fan" Halilintar kembali memanggil Taufan, kini di tambah dengan menggoyangkan sedikit tubuh Taufan. Taufan pun terbangun, beberapa detik ia terdiam hingga akhirnya baru menanggapi ucapan Halilintar. "Kenapa?" Tanya Taufan dengan nada serak khas orang baru bangun.

"Udah malem mending tidur di dalem. Suruh yang lain juga" titah Halilintar pada Taufan yang tanpa perlu dua kali sudah di lakukan.

Taufan memanggil Gempa dan menjelaskan maksudnya, Gempa pun membatunya membangunkan Solar, Thorn, Ice, dan Blaze, serta mengajak mereka masuk ke villa yang sudah mereka sewa untuk malam ini. "Lin?" Taufan menoleh pada Halilintar ketika hendak masuk ke villa, niatnya pun urung dan mendekati Halilintar yang masih terdiam sendiri.

"Kamu lagi apa Kinar?" Halilintar berbisik lirih sembari menatap remang lampu jalan yang hanya satu dua mobil yang terlihat.

"Lin?" Taufan memengang bahu Halilintar, terasa bila Halilintar terkejut dengan sentuhan itu. Halilintar menyeka sudut matanya dan beralih pada Taufan. "Lo gak papa, kan?" Tanya Taufan yang mulai sadar dengan kondisi Halilintar.

"Hm, kita masuk." Halilintar melangkah menuju villa, raut wajahnya memang kusut tapi tetap terlihat tegas dan dingin.

Taufan mengikuti di belakang, ini memang hari yang aneh baginya, bahkan ini adalah rekornya dimana ia bisa tahan dengan suasana sunyi.

"Kita bertiga?" Halilintar terhenti sejenak dan menatap Taufan, Taufan hanya mengangguk dan membalas senyuman pada Halilintar. "Lo duluan, gue mau minum teh di luar" Halilintar berbelok menuju dapur dan mengambil secangkir lalu mengisinya dengan teh.

LALUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang