Dari perjumpaanku dengan Zahra dan temannya sore tadi di tongkrongan, aku jadi sedikit merasa ingin tahu tentang siapa perempuan itu, maksudnya sosok yang dibawa Zahra. Mungkin benar apa kata orang bahwa seseorang yang pendiam cenderung lebih mampu membuat orang lain merasa kepo, dan itu terjadi padaku kala itu. Dia tak banyak bicara saat kami bertemu di tongkrongan, kumaklumi saja karena itu adalah pertemuan pertamaku dengannya. Entah karena dia sosok introver atau memang seperti itu karakternya, yang jelas itu membuatku ingin kenal dengannya. Jadi kuputuskan malam itu untuk pergi ke kos Zahra, hanya untuk menjawab rasa penasaranku tentang teman satu sekolahnya itu.
Tanpa waktu lama aku sudah sampai di rumah Zahra, karena jarak rumahku dengan kos Zahra itu dekat.
"Ra, aku mau tanya sama kamu tapi kamu jangan salah paham ya!" ucapku setelah aku dan Zahra bertatap muka.
"Kalau mau tanya biasa aja Lang, jangan bikin aku panik gitu dong."
"Hehe, maaf-maaf, bukannya gitu Ra."
"Emang mau tanya apa sih?"
"Cewek yang kamu bawa ke tongkronganku tadi siang, dia siapa sih? Hehe," tanyaku sambil duduk di sofa balkon kosnya.
Zahra terlihat sedikit terkejut dengan pertanyaanku, akupun juga mendadak jadi bingung kenapa ekspresinya seperti itu setelah mendengar apa yang aku katakan. Dia pun menjelaskan tentang perempuan yang kumaksud, mulai dari namanya, tempat tinggalnya, dan Zahra juga bilang padaku bahwa orang itu baru saja putus dengan pacarnya seminggu yang lalu.
"Jangan-jangan, kamu suka ya sama dia, apakah ini yang dimaksud cinta pada pandangan pertama? Haha." katanya sambil tertawa.
"Gak mungkin lah aku suka sama dia, kenal juga nggak kan?"
"Siapa tahu begitu, terus ngapain kamu tanya tentang dia? Sampai rela malem-malem gini kamu dateng kesini cuma buat tanya itu doang."
"Ya, kan aku cuma kepo aja ... Sekalian main ke sini, bosen dirumah," dalihku.
"Aku nggak yakin sama alasanmu, nggak mungkin kalau cuma kepo doang."
"Buat lagi coba?"
"Pasti karena kamu suka kan? Hayo ngaku aja! Kalau iya mah iya aja, lagian dia juga habis putus, langsung PDKT aja sana."
"Enggak, sumpah."
Zahra hanya tertawa setelah itu, dan aku pun jadi merasa malu karenanya. Harusnya aku tak bertanya seperti ini, karena tanpa bertanya pun aku masih bisa tahu siapa perempuan itu.
"Udahlah, nggak usah dibahas lagi."
Zahra masuk ke dalam, dan aku masih duduk di sofa balkon. Sesekali kupandangi bintang di langit, malam yang hening. Wajar saja karena ini sudah pukul sembilan malam dan rumahku juga tak berada di pusat kota, jadi malam itu yang terlihat ada orang di jalan hanyalah pos ronda.
"Ra, jalan-jalan yuk." ajakku ke Zahra.
"Malem-malem gini? Emang mau keman?"
"Jalan-jalan aja, keliling Magelang ... Aku lagi bosen."
"Oke aja deh."
"Yaudah, kamu siap-siap sana."
"Iya, tunggu bentar ya."
Tak perlu waktu yang lama, kami berdua sudah ada di atas motorku yang melaju di jalanan kota. Malam berselimut bintang dan jalanan sudah agak sepi, namun kulihat beberapa toko dan warung kecil masih terbuka. Saat berhenti di lampu merah, hanya ada kami berdua disana, seakan kota ini hanya milikku dan Zahra.
"Lang, pelan-pelan dong bawa motornya," ucap Zahra setengah berteriak saat aku mempercepat laju motorku.
"Iya ini udah pelan, bawel amat sih dari tadi."
"Gimana nggak bawel coba, aku tuh takut jatuh."
"Nggak bakalan jatuh."
"Erlang ...," teriaknya sambil memukul kepalaku.
"Iya deh, iya," ucapku mengalah.
Lalu kupelankan kecepatan sepeda motorku hingga 30Km/Jam.
Kami berdua nongkrong di Alun-alun kota, tempat itu masih saja ramai seperti pada siang hari, bahkan mungkin lebih ramai. Zahra memilih untuk duduk di bawah pohon beringin yang ada di pinggiran tempat itu. Selain tak terlalu berisik karena kendaraan yang berlalu-lalang, tempat itu juga ada pedagang angkringan yang masih menjajakan dagangannya.
"Ra, aku mau nanya sesuatu?" kataku setelah membeli dua gelas minuman hangat di angkringan itu.
"Tanya apa?"
"Caranya move on itu gimana sih? Apa aku harus cari pacar lagi ya?"
"Kalau begitu caramu, salah besar, Lang."
"Kok salah? Bukannya kebanyakan orang juga gitu, kalau habis putus cari yang baru, lama-lama jadi lupa."
Ia menghembuskan nafas yang panjang, terlihat sedang berancang-ancang untuk mengatakan sesuatu hal.
"Aku juga nggak tahu itu, Lang ... Tapi menurutku, kalau kamu pacaran sama seseorang cuma biar bisa move on, apa itu bukan berarti dia hanya kamu jadikan pelampiasan doang? Kamu nggak kasihan sama dia?"
"Iya juga ya, kok tolol banget sih aku?"
"Emang dari dulu kamu udah begitu kan?"
Aku terdiam meresponnya, seperti sudah tak ada lagi hal yang bisa dibicarakan dengannya. Padahal aku yang tadi mengajaknya ke tempat ini, harusnya aku terus mengajak dia mengobrol. Lagi pula aku ini laki-laki, yang sudah seharusnya mencari topik pembahasan pada setiap obrolan bersama perempuan.
"Sebenarnya cara biar bisa merelakan dia itu gimana sih, Ra?" tanyaku tiba-tiba, padahal sepertinya aku sudah menanyakan padanya di pertanyaanku yang pertama tadi.
"Cara merelakan sama cara move on itu sama kan?"
"Iya, hehe ... Tapi emangnya kamu nggak tahu sesuatu? Dulu kan kamu pernah pacaran juga, terus gimana cara kamu bisa ikhlas waktu itu?"
"Emm, gimana ya, Lang?"
Sembari menunggu Zahra mengatakan sesuatu, kubakar sebatang rokok yang tadi aku beli di angkringan. Asap putih mulai mengepul di udara, Zahra sama sekali tak protes dengan hal itu. Berbeda dengan temanku perempuan yang lainnya, mereka anti sekali dengan asap rokok. Berbeda dengan Zahra, entah apa alasannya. Yang jelas aku senang karena memiliki teman yang memberiku kebebasan untuk merokok saat mengobrol dengannya. Aku tak mengerti kenapa dia bisa begitu berbeda dengan teman-temanku yang lain, sejak dulu aku mengenalnya sudah seperti itu.
"Sebenarnya, cara untuk move on itu ada di kamu, bukan di aku ... Karena, sebenarnya cara untuk ikhlas itu nggak ada caranya," terangnya padaku.
"Maksudnya?"
"Gini loh, Lang ... Semakin kamu mencari cara, gimana sih cara lupain dia? Atau semakin kamu berpikir, gimana sih caranya move on? Itu malah buat kamu jadi susah move on!"
"Aku masih gak mudeng, Ra."
"Intinya gini, jalani aja hari-hari kamu kayak biasanya! Jangan cari tahu terus-terusan tentang gimana caranya! Karena nggak bakal ketemu, yang ada malah kamu jadi terpuruk di masa lalu."
Akhirnya aku memahami itu, kuharap semoga hari-hari esok akan menjadi lebih baik dari hari ini. Dan tentu saja, semoga perasaanku ini akan segera memudar, bukan jadi semakin kuat seperti saat terakhir kali Wiwik datang ke tongrkonganku waktu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setelah Kita Putus (Sudah Terbit)
Fiksi RemajaIni cuma cerita iseng aja. Tak sebagus cerita yang pernah kalian baca, tapi semoga kalian suka, hehe :) "Tak masalah jika hubungan kita berakhir di sini, tapi setidaknya beri aku alasan yang tepat"