Sore yang indah pukul tiga lebih dua puluh menit, masih di hari yang sama saat aku membolos.
Entah kenapa hari ini aku tak memiliki selera untuk makan, tapi hasrat untuk merokok dan meminum kopi sangat besar sejak awal ku berada di tongkrongan tadi pagi. Buktinya aku sudah menghisap lebih dari sepuluh batang dan tiga gelas kopi hari ini di tempat yang sama, maksudnya di tongkronganku. Ya, sore yang indah, tapi tidak dengan hati yang aku miliki. Perasaan yang ada pada diriku tak berbeda dengan halnya seperti gelas kaca yang jatuh, mungkin terdengar berlebihan tapi seperti itulah kenyataannya.
Aku tak tau kenapa di tempat ini hanyalah kesepian yang bisa kurasakan, padahal tongkronganku ada di pinggir jalan yang tentu saja dekat dengan keramaian. Efek melamun, mungkin. Apa yang ada di pikiranku hingga membuatku seperti ini? Tentu saja Wiwik. Bukan hal yang mudah saat itu untuk lupa dengannya walau hanya sementara, dan itu membuat pikiranku menjadi sangat kacau.
Teman-temanku tiba-tiba datang, mereka yang baru saja pulang sekolah. Yang baru datang hanya dua orang saja, mungkin karena saat ini kegiatan belajar mengajar belum selesai, sepertinya mereka berdua membolos di jam mata pelajaran terakhir.
"Cieee, Erlang sekarang berani bolos," ucap salah satu temanku, namanya Tegar.
"Hahaha, sekali kali Gar ... Biar gak dibilang cemen melulu sama Tohir."
"Tumben bolos Lang?" tanya Tohir, dia membolos bersama Tegar waktu itu.
"Lagi pusing, ada masalah, males mau sekolah."
Tegar masuk ke warung dan membeli beberapa batang rokok untuk menemani kami mengobrol.
Sambil membakar sebatang rokok, Tegar bertanya kepadaku, "kalau ada masalah, kita siap bantu kok ... Ceritain aja."
"Gak usah, cuma masalah cewek kok."
"Lahh, aku kira masalah apaan," balas Tegar.
"Hahaha, kan udah aku bilang kalo jadi anak STM gak usah pacaran," sahut Tohir.
"Tai," balasku singkat.
Mereka tertawa, tentu saja menertawakanku yang sedang galau saat ini. Itu wajar saja, karena mereka tak pernah punya pacar selama berada di STM.
Waktu berjalan dengan cepat, tak terasa jam sekolah telah selesai dan teman temanku yang lain juga datang. Sekitar enam belas siswa berseragam osis nongkrong di sebuah warung, semua menjadi satu bersamaku dan sekat kelas serta jurusan tak menjadi pembeda diantara kita. Baik kelas satu, dua, maupun tiga, dari segala jurusan semua berkumpul seperti teman satu kelas.
"Ada yang lagi galau nih," ucap Isnan saat pertama kali menatap mataku.
Tentu saja, teman-temanku yang tidak tahu sama sekali menjadi bertanya-tanya "Siapakah teman mereka yang sedang galau hari ini?" dibuatnya. Isnan menunjuk salah seorang di kerumunan, tentu saja aku.
"Kalau galau, mending mabok aja yuk," kata Angga.
"Mabok mulu dari kemaren, aku udah tobat."
"Hahaha, aku kalau ada masalah suka dibawa mabuk ... Jadi lupa deh sama persoalan yang lagi menimpa, siapa tau kamu terinspirasi sama kebiasaanku," balasnya sekali lagi.
Ada sedikit rasa tertarik dengan tawaran angga, tapi untung saja aku bisa menolak itu karena iman yang ada di dalam diriku masih kuat. Ditambah lagi uang saku yang aku punya juga sudah menipis untuk membayar rokok dari tadi pagi.
Hpku berbunyi, tanda notifikasi bahwa ada pesan whatsapp yang masuk. Saat kulihat, tertulis nama Wiwik disana.
"Aku pengen ngomong sesuatu sama kamu, harusnya aku mau ke tongkronganmu sekarang ... Tapi aku dijemput, jadi gak bisa."
"Kalau mau ngomong, sekarang aja gak papa," balasku mencoba untuk terlihat cuek.
"Nanti aja, kalau aku udah pulang."
"Iya," balasku singkat.
Apa yang ingin dikatakannya? Sepertinya sesuatu yang penting. Pikiranku yang sudah sedikit lupa kepadanya, kembali lagi melamunkan tentangnya. Untung saja teman-temanku mengajakku mengobrol sehingga percakapan kami mampu membuatku sedikit melupakannya kembali. Walaupun pada akhirnya aku teringat lagi saat aku diam.
Waktu bergulir terasa cepat, dan saat aku kembali ke rumah, belum ada pesan yang masuk dari Wiwik malam itu. Terus saja kunanti pesan darinya, dan hingga aku merasa tak sabar, aku pun mempertanyakan hal itu kepadanya.
"Hey, apa yang mau kamu omongin?" tanyaku lewat pesan Whatsapp.
Tak ada balasan darinya sampai tiga puluh menit kemudian, padahal selama itu ia online dan sudah membaca pesan dariku. Entah mengapa aku sangat sabar menunggunya, sekalipun aku tahu apa yang akan ia katakan nanti adalah suatu omongan yang tak mengenakkan hati.
"Gini, untuk sekarang dan kedepannya kita bisa kan jadi teman? Please, gak usah mempermasalahkan apa yang terjadi sekarang ... Ayo, kita bangun lagi dari awal, tapi dalam status hubungan yang berbeda," balasnya setelah menunggu sedikit lama.
"Tapi kasih aku alasan, kenapa kamu lebih memilih mengakhiri hubungan kita? Daripada mempertahankannya," jawabku cepat.
"Hubungan kita nggak berakhir, hubungan kita bisa tetap ada sampai kapanpun kalau kamu mau membangun kembali dari awal."
Tanpa berlama lama untuk berpikir, tentu saja aku mau. Aku masih mencintainya, aku tak ingin hubunganku dengannya berakhir.
"Iya, aku mau."
Aku sedikit merasa sedih karena aku bukan lagi pacarnya, padahal seharusnya aku merasa senang karena hubunganku dengannya tetap baik baik saja.
"Sekarang kita teman?" tanyaku.
"Kita sahabat, Lang ... Kita lebih dari sekedar teman," jawab Wiwik.
"Panjang umur buat persahabatan kita,"
Kutarik nafas dalam-dalam sembari menerima kenyataan bahwa Wiwik bukan lagi kekasihku, tapi tak masalah juga selama hubunganku dengannya tetap baik baik saja. Semoga saja karena persahabatan ini, aku sama sekali tak merasa kehilangannya. Entah itu cerewetnya, ataupun sikap lugunya, semoga saja tidak berubah.
Malam yang semakin larut menyapaku, dengan keheningan yang ada padanya. Malam ini hujan dan aku sendirian di rumah, seluruh anggota keluargaku pergi ke rumah saudaraku di luar kota kecuali aku. Menjadikan malam ini di rumahku terasa sangatlah sunyi.
Aku ingat saat aku masih berpacaran dengannya, waktu seperti ini adalah saat yang paling pas untuk chatingan hingga larut malam lalu ketiduran. Bahkan, percakapanku dengannya di masa lalu masih tersimpan di hpku. Kubaca itu dan entah mengapa aku merasa itu adalah hal yang menyedihkan. Hal sederhana di masa lalu bisa menjadi kenangan yang sangatlah indah untuk diingat kembali. Entah mengapa hatiku tersentuh saat melihat kata "Sayang", kata "Rindu", dan kata-kata mesra lain yang pernah terucap. Serta berbagai kalimat romantis yang masih tersimpan di percakapanku dengannya, yang saat ini tak bisa lagi kudapatkan. Kurasakan sesak di dada jika aku menerima kenyataan yang terjadi. Tapi biar saja, tak ada satupun orang lain yang peduli dengan itu, termasuk Wiwik yang masih kucintai walau ia sudah memutuskan hubungan pacaranku dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setelah Kita Putus (Sudah Terbit)
Fiksi RemajaIni cuma cerita iseng aja. Tak sebagus cerita yang pernah kalian baca, tapi semoga kalian suka, hehe :) "Tak masalah jika hubungan kita berakhir di sini, tapi setidaknya beri aku alasan yang tepat"