Seoyeon
Aku dan Jeno makan siang untuk mengisi kembali energi kami yang terkuras setelah mendekor rumahku. Entah kenapa atmosfernya jadi terasa canggung. Dari tadi kami tidak banyak bertukar kata - kata padahal biasanya kami paling tidak bisa diam kalau kami sedang makan bersama seperti ini.
Untungnya, Jiho yang yang sudah bangun dari tidur siangnya dapat membantu untuk mencairkan suasana. Setidaknya kami jadi tidak benar - benar diam karena Jiho masih sesekali mengajak kami bicara secara bergantian.
"Loh, Jiho udah makannya?"
Jeno mengusap bibir Jiho dengan tissue saat dia melihat anaknya itu sudah berhenti makan. Jiho sekarang sudah makin sering untuk makan sendiri, seperti barusan pun dia makan tanpa bantuan dari Jeno dan aku. Awalnya Jiho makan dengan lahap, namun setelah beberapa suap dia berhenti makan dan hanya duduk sambil menepuk - nepuk tangannya ke meja.
"Dihabisin dong makannya." ucap Jeno sambil berusaha menyuapkan sesendok nasi lagi ke mulut Jiho. Jiho berusaha keras untuk menhindari suapan Jeno dengan menoleh ke kiri dan ke kanan.
"Enda!"
"Jiho, kan makannya baru sedikit. Ayo makan lagi biar kuat." bujuk Jeno.
Jiho malah semakin mengerang dan tidak ingin disuapi. Sampai - sampai sendok berisi nasi yang dipegang Jeno jatuh karena tersenggol Jiho.
"Astaga." keluh Jeno lalu meraih sendoknya dari lantai. Jeno membersihkan nasi yang berserakan dengan tissue lalu menarik kursi Jiho untuk lebih mendekat dengannya. Kedua tangannya kini mendekap pundak kecil Jiho sambil menatap anak laki - lakinya tersebut.
"Jiho, kok tingkahnya kayak gitu sih? Liat itu nasinya, jadi jatuh semua kan. Kasian petaninya yang susah - susah nanem padi buat kita. Kasian tante Seoyeon juga tuh rumahnya jadi kotor."
Jiho hanya terdiam memandang Jeno. Bibir mungilnya bergetar dan lama - lama mata bulatnya berkaca - kaca.
Sejujurnya aku kasihan melihat Jiho dimarahi Jeno seperti itu, tapi aku tidak akan ikut campur dalam hal ini. Mungkin ini memang cara Jeno untuk mendidik Jiho, kadang - kadang memang perlu tegas dalam mendidik anak. Lagipula Jeno pun tidak memarahinya secara berlebihan jadi aku hanya diam saja melihatnya.
"Makan lagi, ya? Sedikit - sedikit gapapa, yang penting makan lagi. Papa tuh takut kamu nanti sakit lagi." bujuk Jeno dengan suaranya yang melembut.
Aku jadi teringat bagaimana kacaunya Jeno saat Jiho demam beberapa bulan yang lalu. Dia benar - benar tidak mengerti apa yang harus dia lakukan, seperti orang yang kehilangan arah. Hatiku jadi terenyuh, Jeno pasti sangat takut dan Jeno pasti akan sangat merasa bersalah kalau Jiho sampai sakit lagi. Menjadi single parent pasti sangat melelahkan baginya.
"Papa suapin, ya?"
Untungnya Jiho mengangguk, dan ekspresi yang akan menangis tadi sudah hilang dari wajahnya.
Aku hanya tersenyum, lebih kepada diriku sendiri lalu mengusap pelan rambut Jiho.
"Jiho pinter ya, nurut sama papa. Makan yang banyak biar sehat terus jadi bisa jalan - jalan sama papa lagi." hiburku.
Jiho memandangku dengan pipinya yang penuh nasi dan bibirnya yang mengerucut. Gemaas!
"Yeon, maaf ya jadi kotor ini lantainya. Aku pelnya kelar makan ya."
"Santai aja kali."
3 jam berikutnya tidak banyak yang kami lakukan kecuali menunggu makanan yang bahkan masih akan diantar sepuluh menit lagi. Jiho sudah tertidur pulas di tengah - tengah kegiatannya menonton video Peppa Pig, disusul Jeno yang tertidur juga saat menemani Jiho nonton di sebelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
autour • lee jeno
Fanfiction[facade sequel] lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. meskipun itu membutuhkan waktu yang lama, semuanya pasti setimpal. 190617