🦋19. Depart

918 97 12
                                    

Seoyeon

Aku masih berdiam diri duduk di sofaku sambil memeluk bantal. Pandanganku kosong tapi pikiranku kacau. Aku tidak menyangkan bahwa malam ini akhirnya datang juga, malam terakhir sebelum kak Doyoung akan berangkat ke Kalimantan besok pagi.

"Seoyeon, jangan gini dong." ucap kak Doyoung pelan seraya meraih tanganku.

Tidak ada yang bisa kulakun selain menghela nafas dan menatap kak Doyoung. Untuk bicara saja aku tidak mood. Besok loh, besok pagi kak Doyoung sudah berangkat. Bagaimana aku bisa tenang saat ini?

"Kalo kamu kayak gini terus aku makin berat buat perginya."

"Tapi bakal tetep berangkat, kan?"

"Seoyeon, dengerin aku," kak Doyoung bergeser lebih dekat ke arahku dan menggenggam tanganku semakin erat.

"Kita kan udah ngomongin berkali - kali, dan kamu juga udah ngerti, kan?"

"Iya, sekarang pun aku ngerti kok. Tapi aku tetep ngga bisa ngga kepikiran lagi. Apalagi kalo udah besok banget kak Doyoung berangkatnya."

"Jujur aku pun sekarang juga ngga tenang. Aku juga kepikiran gimana kamu nanti sendirian, gimana aku ngga bisa segampang ini buat ketemu kamu, ngobrol sama kamu. Aku juga pasti bakal kangen banget sama kamu."

"Kak Doyoung ngga usah khawatirin aku. Aku masih di Jakarta, masih di rumah, masih ada keluarga aku, masih ada Jeno sama Yeji. Yang ngga ada cuma kak Doyoung yang jauh di pedalaman Kalimantan. Aku yang harusnya khawatir sama kak Doyoung."

"Sekarang kita saingan nih tentang siapa yang harusnya lebih khawatir?" kak Doyoung tertawa kecil sebelum dia bersandar di sofa dan menatap langit - langit ruang tamu apartemenku.

Tangannya tidak pernah melepaskan genggamannya di tanganku. Selama beberapa saat tidak ada yang bicara di antara kami. Kak Doyoung hanya mengusap - usap punggung tanganku dengan ibu jarinya dan seakan - akan itulah cara kami untuk berkomunikasi saat ini.

"Seoyeon."

"Hmm?" saat kak Doyoung menoleh dan menatapku, entah mengapa air mataku rasanya tiba - tiba menerobos untuk keluar dari mataku.

"Kamu juga ngga usah khawatirin aku. Walaupun aku jauh, tapi aku juga ada temennya kok. Ada Kun, Ten, Seojeong lainnya juga banyak. Aku ngga sendirian."

"Tetep aja..."

"Aku bakalan baik - baik aja." bisiknya.

Sebenarnya, aku bukan hanya khawatir tentang bagaimana kak Doyoung akan bertahan di sana, tapi juga dengan hubungan kami. Tanpa diragukan pun aku tahu kalau kak Doyoung pasti lebih dari mampu untuk menjalani hari - hari di sana. Hanya saja... aku takut sesuatu akan terjadi pada hubungan kami karena perpisahan singkat yang akan kami alami ini.

"Kita juga? Apa kita bakal baik - baik aja juga, kak?"

"Maksud kamu gimana?"

"Aku takut kak. Aku-"

Tangisku akhirnya pecah juga. Semua pertanyaan yang bergelut dipikiranku kini tidak bisa kuungkapkan dengan kata - kata. Aku tahu hal itu malah akan membuatku semakin tidak bisa menghentikan tangisku. 

Kak Doyoung memelukku erat. Kedua tangannya masing - masing melingkari pinggangku dan mendekap kepalaku di saat yang bersamaan.

Saat ini aku hanya ingin menikmati momen di mana aku berada di dalam pelukan kak Doyoung sebelum aku tidak bisa merasakannya lagi selama beberapa waktu kedepan. Aku menghirup dalam - dalam aroma tubuhnya di tengah tangisku dan merasakan hangat peluknya yang menenangkanku.

autour • lee jenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang