"---Kailingga!"
Ucapan dari tim penyeleksi yang menyebut nama lengkap Kai membuat ruangan menjadi riuh sejenak. Semua orang mengucapkan selamat pada Kai atas terpilihnya dia menjadi pengganti Mbak Luna.
"Waah, selamat ya Kai!"
"Congrats, Kai!"
"Widiw Kaiiii, keren banget."
Mereka semua mengerubungi Kai, mengucapkan selamat atas terpilihnya ia menggantikan posisi Mbak Luna. Bahkan Fadil sempat hampir menggendong Kai kalau saja Kai nggak mencegahnya.
Melihat itu Krystal hanya tersenyum tipis. Setelah selesai rapat, ia segera meninggalkan ruangan rapat kemudian mengambil tasnya dengan hati yang nggak karuan. Bahkan di dalam ruangan itu nggak ada yang menyadari kalau dirinya sudah keluar dari ruangan, semua fokus hanya ada pada Kai. Membuat Krystal kembali tersenyum tipis.
Orang yang kalah tidak akan diingat.
Krystal membuka salah satu bilik toilet di kantornya, ia duduk di kloset sambil menundukkan kepalanya. Air mata yang sejak tadi ditahan-tahan untuk tidak keluar pada akhirnya mengalir juga, membasahi pipinya.
Ia kalah?
Ia kalah dari Kai?
Posisi itu akan diisi oleh Kai?
Krystal menepuk-nepuk dadanya berusaha menenangkan dirinya dan menghentikan tangisannya. Tapi yang ada malah air matanya mengalir semakin deras. Hatinya terasa sakit, kecewa.
Krystal, belum bisa menerima kalau Kai yang terpilih. Bukan dirinya.
Krystal tau tidak seharusnya ia kayak gini, tapi kalah bersaing dengan pacar sendiri itu rasanya nggak bisa ia ungkapkan. Ia bahkan belum mengucapkan selamat pada Kai.
Rasanya------berat.
Benar apa yang sudah ia perkirakan dulu, profesional nggak semudah itu. Sangat sulit. Gimana bisa dirinya yang sekarang lagi kecewa harus mengucapkan selamat pada Kai. Kalau saja status Kai itu seperti Fadil yang hanya merupakan rekan kerjanya, mungkin kekecewaan Krystal nggak akan sebesar ini, tapi Kai ini pacarnya. Rasa kecewanya semakin bertambah. Emosinya jadi bercampur aduk.
drrrttt drrrttt
Krystal meraba hapenya yang bergetar, ia melihat layar yang menyala-nyala dan menunjukkan nama Kai sebagai penelepon. Tapi Krystal hanya melihat layar tersebut tanpa berniat mengangkat teleponnya.
Setelah telepon dari Kai berhenti ia segera mengubah mode hapenya menjadi silent agar ia nggak tau kalau ada orang yang meneleponnya lagi.
Krystal sedang ingin sendiri.
***
"Mbak Janitra?"
"Pak Maman?" Krystal berjingkat kaget saat pundaknya ditepuk seseorang, sejam ia menangis di toilet kantor dan saat ia keluar dari toilet ia kira sudah sepi, ternyata masih ada Pak Maman yang sedang memeriksa beberapa ruangan.
"Mbak Janitra belum pulang?"
"Belum, Pak."
"Mbak—" Pak Maman menatap Krystal ragu, dengan pelan telunjuknya mengarah pada mata Krystal. "—Mbak Janitra abis nangis?"
Krystal hanya menjawab pertanyaan Pak Maman dengan senyuman. Mau bilang enggak pun, Pak Maman nggak akan percaya karena matanya terlihat sembab.
"Mbak Janitra lagi ada masalah? Kalau mau cerita, Bapak bersedia mendengarkan, Mbak." Pak Maman menatap Krystal lagi, sedikit khawatir karena melihat sudah jam segini Krystal belum juga pulang dengan keadaan mata seperti sehabis menangis.