Kelas gue udah berakhir sekitar 15 menit yang lalu. Dan sekarang gue bingung mau ngapain. Mau ngerjain tugas, tapi tugas gue udah selesai semua. Mau pergi, tapi nanti dikira jomblo jalan sendirian. Ya meski emang kenyataannya kaya gitu. Sedih bener hidup gue. Seketika gue teringat ucapan bang Ian. Masih jam 12 siang, sekolah seharusnya masih ada jam pembelajaran. Dan gue memutuskan buat pergi ke SMA itu.
Gue baru tau ada SMA yang interiornya semewah ini. Semua seperti barang-barang mahal. Bahkan gue mau nyentuh aja mikir dua kali, nanti kalau jatuh gue harus ganti rugi. Terus mau bayar sama apa kalau tiap akhir bulan aja gue cuma makan mie instan doang. Sadar akan kehadiran gue yang menurutnya asing, seorang wanita yang gue tebak dia guru di sini, menghampiri gue.
"Mas ada keperluan apa di sini, ya?"
Masa iya gue bilang kalau gue mau cari tau nama dari hantu itu. Mana mungkin ibu ini percaya. Tepat sebelum gue jawab, seseorang memanggilnya. Dan gue bersyukur masih dilindungi.
"Sebentar mas, saya ada urusan. Kalau mau tanya-tanya bisa lewat ruang tata usaha."
Gue mengiyakan dan membungkuk. Gue menghela napas lega. Untung aja beliau dipanggil, kalau nggak gue udah diusir paling dari sini. Gue pun melanjutkan mengitari sekolah ini.
Dan tibalah gue di depan ruang konseling. Ada surat kabar di dekat ruangan itu. Mungkin aja disitu ada sebuah clue yang bisa bantu gue. Tiba-tiba seseorang menepuk pundak gue.
"Mas-mas detektif, ya?"
Gue menoleh. Ternyata dia murid sini. Tapi sebelumnya gue pastiin dulu kalau kakinya napak. Dan ya, dia masih sebangsa sama gue.
"Bukan, aku cuma mau cari tau tentang sesuatu."
"Tentang apa mas, siapa tau aku bisa bantu."
Jackpot. Kalau kaya gini kan enak gue bisa cari tau lebih detail. Gue pun mengajaknya ke tempat yang enak buat ngobrol, apalagi kalau bukan kantin. Sekalian gue juga mau isi perut dulu, belum makan dari pagi nih. Kantin SMA pasti harganya murah meriah, jadi bisa hemat juga.
"Gini dek, sebelumnya namaku Semesta."
"Namaku Dira, mas."
"Tadi kenapa kamu beranggapan kalau aku seorang detektif?"
"Beberapa hari lalu ada seseorang yang juga baca-baca berita di situ. Ternyata dia detektif. Ya jadi kukira mas bagian dari mereka."
Kemungkinan besar itu pasti temennya bang Ian. Sayang sekali gue nggak pas timing. Kalau aja gue dateng kemarin, mungkin gue nggak perlu repot-repot ngehubungin bang Ian.
"Oh oke, satu pertanyaan lagi, kamu pasti tau berita itu kan?"
"Berita siswi itu kan? Berita itu udah menyebar ke seluruh sekolah, mas. Jadi mana mungkin aku nggak tau"
"Kamu tau namanya siapa?"
"Tau. Namanya Kirana. Kirana Larasati."
"Kamu ada fotonya?"
Saat dia menunjukkan fotonya, gue kaget. Ternyata beneran dia yang ngikutin gue selama ini. Bahkan aksesoris yang dia pakai masih sama seperti yang ia pakai sekarang.
"Kenapa emangnya, mas?"
"Cuma penasaran aja kenapa di surat kabar nggak diberi tau namanya."
"Kalau kata rumor, sekolah emang sengaja nyuruh wartawan nggak ngasih tau namanya. Oh iya mas, aku balik kelas dulu ya, waktunya guru killer nih"
"Iya, makasih ya. Semangat belajarnya, dek!"
Kirana Larasati. Sekarang gue udah tau nama lo. Apa dengan ini sebentar lagi lo balik ke sana? Bagus kalau iya. Tapi kenapa gue ngerasa hati gue ada yang aneh setiap inget kalau lo mau kembali. Apa gue udah terbiasa akan kehadiran lo di kehidupan gue?
To be Continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] 40 days, kang minhee
Fanfiction[ bahasa ] ( P R O D U C E X 1 0 1 - S E R I E S ) Terkadang Semesta mengajak bermain-main dengannya hingga lupa ada takdir yang sudah memasang garis waktunya. © rosethctic, 2019