Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Setelah ngumpulin niat, gue memutuskan untuk kembali ke toko tersebut. Gue masih mau menggali informasi lebih dalem tentang Kirana. Gue nggak sendiri. Gue mengajak Wira tentunya. Siapa tau dengan ini bisa bantu dia.
"Ini masih jauh, Ta?"
"Nggak, bentar lagi sampe."
"Dari tadi lu bilang bentar lagi sampe, tapi nyatanya nggak. Capek anjir."
Ya emang kita sekarang lagi jalan. Karena mobil Wira nggak bakal cukup masuk gang sempit kayak gini.
"Sabar, tuh tokonya udah keliatan dari sini."
Tepat dengan terbukanya pintu, gue melihat bu Ayu sedang menatap sendu sebuah foto yang gue yakini foto Kirana. Menyadari adanya gue di tokonya, dengan segera beliau menaruh kembali foto tersebut dan menghapus jejak air matanya.
"Nak, kamu datang lagi."
"Iya, bu."
"Dia, siapa nak?"
"Dia teman saya, namanya Wira."
Wira membungkuk sebagai salam. Bu Ayu tersenyum melihatnya.
"Jadi, kamu mau cari apa?"
Gue menatap Wira. Seakan memintanya untuk menjelaskan kepada bu Ayu. Awalnya Wira menolak. Tapi akhirnya, mau nggak mau dia lah yang menjelaskan ke bu Ayu.
"Maksud dari kedatangan kami bukan untuk mencari mainan, bu."
Ekspresi bu Ayu seakan bingung dengan apa yang dibilang Wira. Mungkin beliau berpikir, kalau bukan mencari mainan, lalu apa?
"Kami mau bertanya tentang Kirana."
"Kirana? Kalian mengenalnya?"
Kami mengangguk bersamaan. Bu Ayu menghela napas panjang. Lalu mempersilahkan kami duduk terlebih dahulu.
"Kalian beneran kenal sama Kirana?"
"Iya, bu."
"Saya takut kalau kalian bohong, soalnya Kirana jarang sekali bercerita tentang kalian."
"Kami mengenalnya baru-baru ini."
Sekali lagi, bu Ayu terkejut bukan main.
"Tapi kan, Kirana sudah meninggal nak."
"Kalau ibu percaya, dia masih di dunia ini."
Bu Ayu terlihat sangat bingung. Mengusap wajahnya pelan. Bahkan, air matanya sudah terlihat.
"Kirana itu anak yang baik. Dia nggak pernah cari-cari masalah. Setau saya juga temen-temennya baik semua."
Bu Ayu menjelaskan secara perlahan. Gue dan Wira menyimak dengan saksama. Sangat fokus. Seperti tidak ingin ketinggalan satu informasi pun.
"Tapi ada seseorang yang membuat saya kecewa."
"Siapa dia?"
"Dia mantan kekasih Kirana."
Seketika gue inget cerita dari Dira beberapa waktu lalu. Apa jangan-jangan yang dibilang Dira emang bener bukan sebuah rumor lagi?
"Dia sering memukul Kirana. Dia terlalu over protective. Dia melarang semua yang Kirana lakukan."
"Apa ibu nggak menyuruh Kirana untuk pisah?"
"Sudah pernah ibu lakukan, tapi selalu saja Kirana bilang kalau dia terlanjur sayang."
Ternyata cinta emang membutakan pikiran. Kalau gue udah kenal Kirana dari dulu, mungkin mantannya udah gue tonjokin sampai babak belur. Kalau perlu mati sekalian. Kesel sendiri gue dengernya.
"Ada satu yang membuat saya kecewa berat bahkan ada dendam ke dia."
Air mata bu Ayu mulai turun. Dengan sigap, gue memberikan beberapa lembar tisu kepada beliau.
"Dia yang membunuh Kirana."
"Kenapa ibu nggak menuntut dia?"
"Sudah pernah, tapi dia punya kuasa lebih di sini."