3🍀

18K 1.6K 150
                                    

"Berhenti menaruh sayuranmu di piringku Koko!"

"Kata ibu kalau makanan dibuang, nanti makanannya menangis."

"Kalau begitu kau saja yang makan!"

"Aku tidak suka brokoli Tata. Warnanya hijau jelek sepertimu."

Jungkook meremat sendok dan garpu yang berada dalam genggamannya. Mimpinya semalam tiba-tiba terbayang kembali pagi ini. Kepalanya mendadak pening karena dipaksa mengingat sesuatu yang tidak mampu diingatnya sama sekali.

Apa dua anak dalam mimpinya adalah Koko dan Tata?tapi siapa Koko dan Tata?

"Ssshhhh..." Jungkook mendesis pelan. Tangan kanannya reflek memegang kepalanya yang semakin berdenyut.

"Jungkook-ie sayang, kenapa nak?" Tanya sang ibu, Lee Hayeong dengan raut khawatirnya.

"Tidak apa-apa ibu. Hanya sedikit pusing."

"Kalau masih sakit istirahatlah dirumah dulu Kook," kali ini sang kepala keluarga Park Insung yang bersuara.

"Tidak ayah. Aku ada penilaian ilmiah hari ini."

"Jangan dipaksakan. Kemarin saat kau dan kakakmu datang kerumah sakit, kondisimu terlihat sangat serius."

"Apa! Kamu ke rumah sakit? Kenapa tidak memberi tahu ibu!" Sang ibu berteriak semakin khawatir bahkan beliau tidak menyadari nada suaranya yang naik beberapa oktaf membuat Jungkook mengerjab bingung karena terkejut.

"Ibu baru saja membentakku?" Jungkook bertanya dengan polos.

"Astaga sayang. Maafkan ibu." Sang ibu mengusap kepala putra bungsunya itu dengan penuh sayang.

"Tenang saja yeobo. Putra manjamu ini baik-baik saja. Dia hanya kelelahan." Jelas Park Insung berusaha menenangkan kekhawatiran istrinya.

"Aku berangkat!." Sebuah suara lain menginterupsi ketiga orang yang masih duduk di meja makan. Bahkan mereka tidak menyadari sejak kapan Jimin berada disana.

"Tuan muda tunggu!" Seorang wanita paruh baya yang bekerja sebagai asisten rumah tangga di keluarga itu, berjalan tergesa ke arah Jimin sambil membawa sebuah kotak berwarna hijau.

"Ahjumma, aku sudah bilang jangan memanggilku seperti itu. Itu menjijikkan. Panggil Jimin saja ok!"

"Tapi ada tuan dan nyonya besar disini." Shim Ahjumma berkata dengan berbisik kepada Jimin, tuan muda yang sudah diasuhnya sejak lahir ke dunia ini.

"Aisshhh... Aku tidak perduli. Pokoknya aku tidak mau dipanggil seperti itu, aku tidak suka." Jimin mempoutkan bibirnya tanpa sengaja membuat Shim Ahjumma tersenyum.

Jimin sangat jarang menunjukkan sisi dia yang sebenarnya kepada orang lain sejak kedua orang tuanya berpisah. Jimin berubah banyak. Dan hanya Shim Ahjumma yang tahu seperti apa sosok pemuda itu sebenarnya. Dan hanya Shim Ahjumma pula yang menjadi saksi tentang bagaimana kehancuran anak itu hingga membuatnya berubah begitu banyak.

"Kenapa melihatku seperti itu?" Jimin bertanya dengan bingung. Pasalnya wanita paruh baya didepanya ini malah tersenyum sendiri. Namun mata wanita itu terlihat berkaca-kaca.

"Tidak. Ini bekalmu. Awas kalau sampai disisakan. Harus dihabiskan mengerti? Dan jangan lupakan vitaminmu."

Jimin menerima kotak bekal berwarna hijau tersebut. "Iya. Dasar orang tua bawel."

"Ya!" Shim Ahjumma memukul pelan lengan Jimin. Bukannya mengaduh, Jimin malah tertawa.

"Sudah ahjumma. Aku berangkat dulu. Terima kasih bekalnya."

My Brother ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang