Park Insung menatap lekat pada foto yang selama sebelas tahun ini tersimpan di dalam ruang kerja pribadinya. Sebuah potret keluarga bahagia bersama mendiang mantan istrinya serta kedua putra kecilnya.
Tanganya terangkat mengelus pelan wajah cantik dalam foto tersebut. Min Hana. Wanita cantik yang begitu penyayang, wanita yang mempunyai hati sebaik malaikat yang sangat sabar menghadapi dirinya. Wanita yang selalu tersenyum teramat manis ketika menyambut dirinya kembali dari bekerja. Wanita yang tidak pernah mengeluh dalam hal apapun meski dalam dirinya hancur berantakan.
Wanita yang akhirnya menyerah dan memilih untuk berpisah dengannya karena sikap temperamen yang dimilikinya.
Terkandung Park Insung sendiri tidak memahami dirinya. Mengapa dia bisa begitu lembut dan sabar saat menghadapi pasiennya, tapi mengapa dirinya selalu kasar dihadapan keluarganya bahkan dia tidak segan untuk memukul putranya sendiri?
Tangannya beralih mengusap potret putra kecilnya. Putra sulungnya yang sekarang entah sudah sebesar apa. Park Yoongi.
Bukan Insung tidak perduli pada putra pertamanya tersebut, Park Insung hanya merasa dirinya tidak pantas dianggap sebagai ayah karena mengabaikan Yoongi selama ini.
Park Insung mengusap kasar wajahnya sebelum dirinya beranjak dan keluar dari ruang kerjanya menuju kamar putranya.
Tangan kanannya terangkat, kemudian memutar kenop pintu berwarna coklat yang bertuliskan 'Jimin's Area' didepanya. Tulisan yang terlihat sedikit berantakan namun juga sangat lucu karena ditulis menggunakan krayon warna warni.
Dia sangat ingat tulisan tersebut digambar oleh Yoongi saat sulungnya itu berada di taman kanak-kanak. Jimin masih berusia dua minggu saat itu.
Sesaat Park Insung mengusap gambar tersebut hingga membuat sebuah senyum kecil terbit pada bibirnya.
"Yoongi,.."
Park Insung kemudian membuka pintu tersebut, kemudian melangkah pelan mendekat pada putranya yang masih terlelap diatas ranjang.
Pagi tadi suhu tubuh Jimin tiba-tiba naik hingga empat puluh derajat. Jimin sempat mengalami kejang. Beruntung saat itu Shim Ahjumma masuk ke kamarnya untuk mengantarkan sarapan dan menemukan tuan mudanya dalam keadaan yang begitu mengkhawatirkan.
Park Insung memeriksa sebentar keadaan putranya, sesaat kemudian dirinya bernafas lega saat tahu suhu panas Jimin mulai turun.
Tangannya mengusap pelan keringat pada pelipis putranya. Tatapan matanya semakin sendu saat menatap dari dekat wajah Jimin. Wajah yang mewarisi hampir seluruhnya yang ada pada mendiang sang istri. Bukan hanya wajah, bahkan hati anak ini mewarisi seluruhnya dari sang ibu. Sifat sabar, lembut, dan penyayangnya sama sepertinya ibunya.
Sesungguhnya setiap melihat Jimin, Perasaan cinta dan rindu yang dia kubur dalam-dalam kembali meronta naik ke permukaan, membuatnya bingung harus menghadapi Jimin seperti apa. Hingga mungkin hanya luapan emosilah yang sanggup dirinya keluarkan hingga menyakiti putranya sedalam ini.
Tanpa sadar air mata pria itu mengalir dan tidak sengaja menetes di wajah Jimin, Hingga membuat putranya sedikit terusik dan meleguh kecil namun kemudian kembali tertidur.
Cepat-cepat Park Insung mengusap wajahnya, kemudian berlalu keluar dari kamar putranya.
Pada akhirnya kata maaf itu hanya mampu di telanya kembali. Bahkan saat Jimin terlelapun, kata itu tidak sanggup dia ucapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Brother ✔
FanfictionMereka kembar namun tidak identik. perceraian kedua orang tuanya memisahkan mereka sejak kecil. Namun karena sebuah ikatan batin, takdir menuntun mereka bertemu kembali saat dewasa. dengan kisah baru, kehidupan baru, dan tanpa mengenal satu sama lai...