Sebuah brangkar yang membawa seorang remaja berlumuran darah diatasnya, didorong dengan tergesa menuju ruang unit gawat darurat. Piyama putih khas rumah sakit yang melekat pada tubuhnya sudah berubah warna menjadi merah pekat karena darah yang mengalir dari kepala bahkan darah juga keluar dari hidung juga telinga.
Park Insung, ayah dari remaja tersebut tidak henti-hentinya menyerukan nama putranya. Tidak jauh beda dengan sang ayah, di sisi satunya, Yoongi sedari tadi terus memanggil-manggil nama sang adik.
Sesampainya mereka didepan pintu ruang unit gawat darurat, mereka yang ingin turut masuk kedalam dihentikan oleh seorang perawat.
"Maaf dokter, tapi anda harus tetap menunggu diluar." Pinta perawat wanita tersebut dengan halus.
"Tidak! Aku sendiri yang akan menyelamatkan putraku." Tolak Insung dengan keras.
"Kondisi anda sendiri tidak baik dokter. Biar kami yang menangani putra anda. Percayalah pada kami."
"Tidak bisa begini. Aku juga harus——"
"A—yah——"
Sebuah suara yang teramat lirih berhasil menghentikan perdebatan antara perawat dan dokter tersebut. Langsung saja Insung mendekat kepada putranya yang baru saja memanggilnya. Menangkup wajah yang berlumuran darah tersebut dengan kedua tangannya.
"Jimin. Jimin ini ayah nak. Katakan sesuatu Jimin. Kamu bisa mendengar suara ayah bukan? Lihat ayah, ayah disini."
Mata itu terbuka kecil, menatap sang ayah yang tepat berada didepanya.
"Ayah—— Sa—kit——" sebuah rintihan kecil yang terdengar begitu memilukan berhasil meruntuhkan pertahanan semua orang yang berada disana. Bahkan Yoongi sendiri yang berdiri disamping tubuh sang adik tidak mampu berkata apapun. Jangankan untuk memberikan kata-kata penguat pada Jimin, untuk menguatkan dirinya sendiripun Yoongi tidak mampu.
"Jimin kuat, anak ayah kuat. Jimin pasti bisa bertahan." Entah kalimat tersebut Insung tunjukkan kepada Jimin atau kepada dirinya sendiri yang berusaha yakin bahwa putranya akan baik-baik saja. Meski kenyataan yang Insung saksikan dihadapanya kini seakan menampar keras dirinya. Putranya tengah sekarat. Bahkan Jimin begitu kepayahan meski hanya sekedar menarik nafas.
"Hyung——" Yoongi yang melihat tangan Jimin sedikit terangkat seperti akan menggapai dirinya, segera meraih dan menggenggam tangan tersebut. Yoongi sedikit meringis. Tangan Jimin terasa begitu dingin.
"Ma—af," Yoongi hanya mampu menggeleng gusar mendengar ucapan sang adik.
"Katakan itu nanti setelah kau sehat."
Jimin justru menggeleng pelan mendengar balasan dari Yoongi. Jemari tersebut semakin mengeratkan genggamannya pada tangan sang kakak kala rasa sakit tesebut kembali menghantam tubuhnya seakan-akan nyawanya tengah ditarik paksa oleh malaikat maut.
"Uhukkk—" darah segar menyembur keluar dari mulutnya kala Jimin terbatuk, membuat mereka semakin panik. Namun kala perawat akan membawa tubuh Jimin kedalam untuk segera mendapatkan penanganan, Jimin justru kembali menolak.
"Sudah nak, hentikan. Jangan bicara lagi."
"Ibu——" Yoongi dan Insung menegang mendengar panggilan tersebut. Bahkan jemari yang tadinya menggenggam tangan Yoongi, kini beralih menggapai udara kosong diatasnya seperti ingin meraih sesuatu.
"Ayah, Hyung, lihat ibu datang. Ibu cantik sekali." Jimin tersenyum memandang keatas.
"Tidak ada ibu Jimin, tidak ada ibu. Hanya ada ayah dan kakakmu disini. Tolong nak jangan seperti ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Brother ✔
FanficMereka kembar namun tidak identik. perceraian kedua orang tuanya memisahkan mereka sejak kecil. Namun karena sebuah ikatan batin, takdir menuntun mereka bertemu kembali saat dewasa. dengan kisah baru, kehidupan baru, dan tanpa mengenal satu sama lai...