13. Mark dan Janjinya

1.6K 269 27
                                    

  Sepertinya, Mark dan Micha hobi sekali membuat semesta menertawakan mereka.

  Esok harinya ketika bertemu lagi, mereka malah canggung satu sama lain. Seolah masih tak percaya bahwa mereka sudah mempunyai hubungan. Mark saja harus mencubiti tangannya, memastikan bahwa dia tidak bermimpi. Alhasil, tangan Mark malah merah-merah.

  Akan tetapi, tolong maklum, ya. Mereka kan pasangan baru. Pasti semua orang yang baru berpacaran melewati masa canggung di awal. Mark dan Micha pun sama.

  Belum ada yang tahu bahwa mereka berpacaran. Bahkan Aera dan Lucas sekalipun. Jika Lucas tahu, bisa-bisa pemuda itu malah mengaraknya keliling kampus. Memamerkan bahwa teman baiknya tidak jomblo lagi.

  Bersama-sama, Mark dan Micha keluar dari kelas. Masih ada tiga jam lagi sebelum mata kuliah selanjutnya. Sebenarnya, hal itu bisa saja dimanfaatkan untuk kencan. Tetapi, kalian tahu sendiri bahwa Mark kan pengecut. Dia malah sibuk bertingkah kikuk.

  "A-apa kamu tidur nyenyak tadi malam, Micha?" tanya Mark dengan kikuk.

  "I-iya. Kamu bagaimana?"

  Sepertinya, terlalu sering bersama Mark membuat Micha ketularan kikuk.

  "A-aku juga tidur nyenyak," jawab Mark.

  Mark bisa mendengar bahwa langit sedang menertawakan mereka di atas sana.

  "Kita mau ke mana?" tanya Micha heran.

  Mark mengelus leher belakangnya, lalu tersenyum kikuk. "Hehe, aku juga tidak tahu."

  Ya Tuhan, menggemaskan sekali.

  Micha tak tahan untuk tidak tersenyum geli. Kenapa mereka malah canggung seperti ini? Dan kenapa Mark sangat lucu? Micha masih tak mengerti.

  Mark terlihat berpikir sebentar. Kemudian, dia menjentikkan jarinya. "Bagaimana kalau kita ke cafe di sebelah kampus?"

  Micha mengangguk antusias. "Ayo!"

  Mark tersenyum lembut. Digenggamnya tangan Micha, kemudian mulai melangkah. Micha mengikutinya dengan semburat merah menghiasi kedua pipinya.

  Berjalan bersisian, jemari saling bertautan. Dua insan yang sedang dimabuk asmara. Berusaha merangkai hati mereka menjadi satu. Menjalani untaian takdir yang sudah dirajut untuk mereka.

  Setibanya di sana, Mark menyuruh Micha untuk duduk saja. Mark yang memesan untuk mereka berdua dan membayarnya. Lalu, Mark pun duduk di hadapan Micha.

  "Kamu ingat apa yang pernah kubilang padamu?" tanya Mark.

  Micha mengernyitkan dahinya. "Yang mana?"

  "Aku pernah bilang bahwa aku akan mengajakmu ke cafe, bukan sebagai pelayan. Tetapi sebagai kustomer."

  Ketika mengingatnya, Micha tersenyum. "Ah, aku ingat. Terimakasih telah mewujudkan itu, Mark."

  Tak Micha sangka Mark mengingat hal sepele seperti itu. Keinginan kecil yang diwujudkan oleh Mark. Senyum itupun dibalas oleh Mark dengan lebih manis.

  "Setelah ini, kelompokku akan melakukan presentasi," celetuk Mark tiba-tiba.

  Micha merasa lucu dengan perubahan topik pembicaraan Mark yang acak. "Semangat ya, Mark," kata Micha dengan tulus. "Materi kalian tidak sesulit materi kelompokku."

  "Hei, tapi kan tetap saja sulit," kata Mark tak ingin kalah. "Aku benci sekali Biostatistik. Untung saja dua minggu lagi akan ada ujian akhir."

  "Aku setuju, aku juga benci dengan mata kuliah itu," kata Micha.

The Love We Had ▪ Mark Lee✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang