Sebenarnya, Mark tidak mengerti dengan apa yang terjadi padanya.
Warna-warni dunia yang dulu menghias penglihatan Mark, kini mulai memudar. Semuanya kembali seperti dulu. Membosankan.
Sungguh, Mark tidak bermaksud begitu.
Akhir-akhir ini, Mark merasakan dingin di seluruh permukaan hatinya. Mark pikir, ada yang salah dengan dirinya. Meskipun Mark tidak tahu apa yang menyebabkannya begitu.
Dan Mark sungguh merasa bersalah pada Micha. Mark bersumpah, dia tidak bermaksud menyakiti Micha dengan sikapnya. Diapun tidak tahu mengapa dia bersikap dingin kepada Micha.
Ada yang berubah pada hatinya, Mark menyadari hal itu.
Akan tetapi, Mark juga manusia. Hati mereka bisa dibolak-balik dengan mudah. Satu hari Mark sangat mencintai Micha. Esok harinya, Mark merasakan dingin di hatinya.
Mark berharap Micha marah padanya. Karena, dia pantas mendapatkan itu. Alih-alih marah, Micha justru hanya tersenyum padanya. Mark tidak mengerti. Apakah gadis itu terlalu mencintainya, sehingga Micha memaklumi semua kelakuan Mark?
Mark mencoba berdamai dengan hatinya. Dia tidak boleh menyakiti Micha. Perasaannya pada Micha tidak mungkin hilang begitu saja, kan? Meskipun Mark sendiri sebenarnya tak yakin.
Dan jikalaupun ternyata perasaan Mark benar-benar hilang, dia tidak boleh memperlakukan Micha dengan buruk, kan?
Karena dia pernah mencintai gadis itu.
Sedari tadi, Mark memandangi Micha yang berjalan ke arahnya. Dahulu, jantung Mark akan berdegup dengan cepat. Pemuda itu akan merasa gugup, senang, dan bersemangat.
Sekarang, Mark tidak merasakan apa-apa lagi.
Micha tiba di depannya. Mark sadari, Micha terlihat menyembunyikan kesedihannya. Mata Micha tak bisa berdusta. Mark bisa melihat dengan jelas, ada luka di sana.
Dan Mark juga sadar, bahwa semua itu karena dirinya. Karena sikap Mark yang berubah, dari manis menjadi hambar.
Ah, senyum itu lagi.
Micha tersenyum padanya seolah tak ada apa-apa. "Mark! Aku mencarimu ke mana-mana."
"Ada apa?" tanya Mark.
"Hari ini kan hari Sabtu dan kita libur bekerja," jawab Micha. "Bagaimana kalau kita pergi melihat kembang api malam ini?"
Mark menghela napas. Micha selalu ingin bersama Mark. Selama ini, mereka juga selalu berdua. Ada kalanya Mark ingin sendirian saja. Namun, terkadang Micha malah mengajaknya jalan-jalan. Mark tak dapat menolak.
Akhir-akhir ini, semangat belajar Mark juga mulai menurun. Mark tidak bisa fokus belajar. Oleh karena itu, sekarang Mark harus mengambil tindakan.
"Maaf, Micha," kata Mark. "Aku tidak bisa. Hari Senin nanti kelompokku akan melakukan presentasi dan aku belum sepenuhnya mengerti materinya. Aku harus belajar."
"Tapi--"
"Tolonglah, Micha," potong Mark, mulai tak sabar. "Pesta kembang api itu tidak penting. Lebih baik kita belajar saja, ya?"
Micha hanya bisa menganggukkan kepalanya.
"Ayo, kuantar kamu pulang," kata Mark.
"Kamu pulang saja lebih dulu," tolak Micha. "Aku ada rapat dengan Klub Seni."
"Baiklah," kata Mark dengan enteng. "Aku pulang dulu."
Dan Mark pun berbalik pergi, meninggalkan Micha dengan hati yang hancur.
Micha bisa mendengar orang-orang kembali berbisik. Micha sudah berusaha untuk mengabaikannya. Namun akhir-akhir ini, celaan itu semakin parah.
Micha bahkan tak tahu, dia salah apa?
"Taruhan, sebentar lagi mereka akan putus," kata seorang mahasiswi.
"Kurasa satu minggu lagi," sahut temannya.
"Ah, tidak. Mungkin empat hari lagi."
"Oke, kita taruhan, ya?"
Ah, sekarang hubungan Micha dijadikan taruhan oleh orang lain.
Micha segera pergi dari sana. Tak ada air mata yang jatuh ke pipinya. Namun, hal itu bukan berarti Micha tidak merasa sakit hati. Faktanya, hati Micha hancur lebur. Dan tak ada yang mempedulikan tentang hal itu.
•••
Malam itu, Micha tetap pergi untuk melihat pesta kembang api. Dia berdiri bersama orang-orang, menunggu pesta kembang api itu dimulai. Wajah-wajah mereka ceria, datang bersama keluarga atau kekasih mereka.
Micha merasa kecil di sana. Dia sendirian dan sedih. Jika saja ada Mark di sini, Micha pasti akan senang.
Alasan Micha mengajak Mark ke sini adalah, Micha ingin melupakan kesedihannya. Hari ini adalah hari kematian kedua orang tuanya. Micha tidak ingin larut dalam kesedihannya. Itulah mengapa, dia ingin ke sini bersama Mark.
Percuma saja. Nyatanya, Mark bahkan tidak peduli.
Micha ingin menangis. Namun, tak ada air mata yang keluar sama sekali. Micha malah merasa hampa. Micha merasa ditinggalkan.
"Andai kamu ada di sini, Mark," bisik Micha, sebelum kembang api meluncur di udara dan membentuk ledakan indah di langit.
Micha memandang langit yang berhiaskan kembang api. Gadis itu tersenyum kecil.
"Ah, indah sekali," gumamnya. "Namun hanya sementara."
Sama seperti cinta Mark untuk Micha. Di awalnya, cintanya meledak-ledak dengan indah. Membumbung tinggi hingga angkasa. Namun kemudian, cintanya lenyap, hingga hanya menyisakan sedikit asap yang tak bisa Micha genggam.
Pada akhirnya, semuanya sia-sia.
•••ngefeel gak sih?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Love We Had ▪ Mark Lee✔
FanfictionTeruntuk kamu, Seseorang yang pernah melengkapi hidupku. Seseorang yang menerbangkanku setinggi angkasa, kemudian menjatuhkanku hingga remuk redam. Seseorang yang kukira sungguh, namun ternyata hanya singgah. Jika kutahu kita akan berakhir, seharusn...